Thursday, February 25, 2016

Memaafkan 70x Sehari (3)

Ada kalanya ketika seseorang tidak bisa memaafkan sehingga tidak sabar atau bahkan sampai marah atas suatu situasi, pembenaran yang disampaikan adalah : “Tidakkah saya memang berhak untuk marah?”

Yang perlu diubah dari paradigma ini adalah bahwa barangkali memang benar, bahwa kita berhak untuk marah, dan bahwa kejadian itu tidak bisa dimaafkan. 

Dengan alasan bahwa pihak lain memang melakukan kesalahan, dan bahwa pihak lain itu memang perlu diingatkan secara keras agar tidak mengulangi kesalahan tersebut. Atau bahwa memang kesalahan yang dilakukan adalah sesuatu yang fatal.

Tapi justru di sinilah letak ujiannya. Apakah kita akan menjalankan hak itu, atau menahannya dan mendapatkan surga sesuai janji  Allah? Mana yang lebih berharga untuk kita, memperoleh hak tersebut di dunia, yang dari seluruh kehidupan kita di dunia pun tidak sampai 10% nilainya, dan bahkan bila dibandingkan dengan nilai di akhirat nanti, seluruh kehidupan kita di dunia pun hanya bernilai seperti sebuah pagi yang berlalu?


Semoga Allah berikan kesempatan untuk berpikir sejenak, untuk segera sabar dan memaafkan, dan tidak jadi untuk marah. 

Wednesday, February 24, 2016

Memaafkan 70 Kali Sehari (2)

Tulisan ini berdasarkan Ceramah Dzuhur yang disampaikan oleh Ust. Ahmad Syaikhu yaitu "Telaah Kitab Hadis Sunan At Tirmidzi".

Pembahasan mengenai hadits tentang ciri-ciri Rasulullah, yang diriwayatkan salah satunya oleh Anas bin Malik, yang merupakan pelayan beliau. Dari Anas bin Malik ada hikmah tentang akhlak Rasulullah terhadap pelayan.  

Anas bin Malik adalah anak dari Ummu Sulaim. Ummu Sulaim hidup sendirian, dan beliau menyatakan kepada Rasulullah bahwa tidak punya apa-apa lagi, maka beliau menyerahkan Anas agar berkhidmat kepada Rasulullah.

Usia Anas bin Malik saat itu 10 tahun, dan beliau menjadi pelayan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selama 10 tahun.

Dan Anas menyatakan bahwa selama menjadi pelayan, tidak pernah Rasulullah sekali pun berkata “kenapa kau tidak melakukan ini” untuk hal yang tidak ia lakukan, dan tidak pernah berkata “kenapa kau lakukan ini” untuk hal yang ia lakukan.

Padahal bila dibayangkan, Rasulullah dilayani oleh seorang anak berusia 10 tahun, tetapi Rasulullah menerima bagaimanapun bentuk pelayanan yang diberikan.

Dalam riwayat yang lain, Aisyah radhiyallahu anha pernah bertanya kepada Rasulullah, “Berapa kali aku harus memaafkan pelayan?” Rasulullah menjawab, “70 kali dalam sehari”.

Artinya, untuk pelayan kita, kita harus mempunyai stok maaf 70 kali dalam sehari, apa lagi untuk anak kita dan pasangan kita.


Ustadz menjelaskan lebih lanjut, pelayan tentunya mempunyai tingkat pendidikan yang jauh di bawah kita, dengan banyak sekali keterbatasan, maka memang diperlukan kesabaran kita menghadapi mereka. 

Memaafkan 70 Kali Sehari (1)

Mengapa harus memaafkan 70 kali dalam sehari?

Karena yang sempurna hanya Allah. 

Maka tentunya manusia adalah tempatnya kesalahan.

Apa lagi bila manusia itu adalah pasangan kita. Yang memiliki latar belakang yang berbeda dengan kita, sifat yang berbeda dengan kita, cara berpikir yang berbeda dengan kita.

Apa lagi bila manusia itu adalah anak kita. Yang memang masih dalam perkembangan. Masih banyak yang harus dipelajari. Masih banyak yang harus diketahui.


Apa lagi bila manusia itu adalah pelayan kita. Yang memiliki tingkat pendidikan jauh di bawah kita. Yang sebelumnya tidak tinggal di kota. Yang sebelumnya belum pernah menggunakan peralatan modern.

Apa lagi untuk orang lain yang kita berjumpa di jalan. Yang kita tidak mengetahui apa yang dipikirkannya. Yang mereka juga tidak mengetahui apa yang kita pikirkan.

Kepada pelayan, Rasulullah menasehatkan untuk Aisyah, agar memaafkan 70 kali dalam sehari. Apa lagi untuk pasangan kita, apa lagi untuk anak kita. 

Ayo memaafkan, 70 kali sehari, untuk setiap orang yang kita temui.