Copy paste dari milis halal-baik-enak@yahoogroups.com. Semoga menjadi renungan buat kita semua. Sejauh mana kita sudah memastikan kehalalan segala hal yang kita peroleh. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuknya bagi kita semua.
Halalkah Cara Kita Memperoleh?
Dengan gundah, seorang wanita menghadap kepada Imam Hambali, minta fatwa
dari beliau.
"Wahai Imam Hambali, dengarkanlah kisahku ini. Semoga dirimu dan diriku
mendapat keampunan Allah,"
Kemudian dia terdiam.
"Sesungguhnya saya ini perempuan yang miskin. Saya tidak mempunyai
apa-apa kecuali tiga orang anak yang masih kecil. Hidup saya sungguh
melarat, hingga kami tidak mempunyai lampu untuk menerangi rumah,"
sambungnya.
"Untuk membiayai hidup kami anak beranak, saya bekerja sebagai pemintal
benang. Saya akan memintal pada waktu malam dan akan menjualnya pada
siang hari,"sambungnya lagi.
"Di manakah suamimu, Bu?" tanya Imam Hanbali.
"Ia ada di antara mereka yang menentang Khalifah Al-Mu’tasim yang zalim
itu. Dia gugur syahid dalam satu pertempuran dengan pasukan tentera yang
hendak menangkap mereka. Sejak itu, hidup kami melarat," jawab wanita
itu.
"Teruskan ceritamu," pinta Imam Hambali.
"Karena rumah kami tidak ada lampu, maka saya terpaksa menunggu sampai
bulan purnama, barulah saya dapat memintal benang," kata wanita itu.
Kemudian dia menyambung ceritanya.
"Pada suatu malam, ada kafilah dagang dari Syam datang lalu singgah
bermalam, dekat dengan gubuk kami. Mereka membawa lampu yang banyak
sehingga cahannya sampai menerangi rumahku. Saya mengambil kesempatan
untuk bekerja memintal benang di bawah cahaya lampu mereka".
"Sekarang,
pertanyaan saya adalah, apakah uang hasil jualan benang yang saya pintal
di bawah cahaya lampu milik kafilah itu, halal untuk saya gunakan?"
Imam Hambali kagum, tercekat mendengar cerita wanita itu.Lalu dia
bertanya," Siapakah engkau wahai wanita muda yang sangat berpikir
tentang hukum agama di saat umat Islam lalai dan kikir terhadap harta
mereka?"
Pelan, wanita itu berkata, “Saya adalah adik perempuan Basyar
Al-Hafidz yang meninggal dunia," jawab wanita itu dengan kerendahan
hatinya.
Mendengar jawaban itu, Imam Hambali menangis tergugu. Janggutnya basah
oleh air mata.
Imam Hambali sangat mengenali Basyar Al-Hafidz, seorang
gubernur yang beriman dan beramal soleh.
Setelah tangisannya reda, maka Imam Hambali pun berkata,
" Sesungguhnya saya sangat takut pada azab Allah. Karena itu, berilah
saya waktu untuk menjawab pertanyaan kamu itu. Silahkan kembali ke
rumahmu, dan besok datang ke sini lagi, Bu.”
Imam Hambali memang tidak mau terburu-buru memberikan jawaban, apalagi
soal haram dan halalnya sesuatu.
Pada malam itu, beliau berdoa,
bermunajat serta memohon petunjuk pada Allah SWT.
Keesokan harinya, wanita muda itu datang lagi untuk mendengar jawaban
dari Imam Hambali.
"Wahai wanita yang solehah. Sesungguhnya kain penutup muka yang engkau
pakai itu lebih mulia dari pada sorban yang aku pakai. Kami ini tidak
layak untuk disamakan dengan orang tua yang telah mendahului kita.
Sesungguhnya kamu seorang perempuan yang berhati luhur, bertakwa dan
penuh rasa takut kepada Allah," masygul Imam Hambali berkata, hamper
menangis.
"Wahai tuan Imam Hambali. Bagaimana dengan pertanyaan saya semalam?"
desak perempuan muda itu.
"Berkenaan pertanyaanmu, sekiranya engkau tidak mendapat izin dari
rombongan kafilah dagang itu, maka tidak halal bagimu menggunakan uang
dari hasil jualan benang itu," jawab Imam Hambali.
Wanita itu kini sangat sedih, karena sampai hari itu belum mendapat ijin
dari rombongan kafilah dagang itu. Dia ingin dan sanggup menemui
mereka seorang demi seorang dari rombongan tersebut agar mendapat ijin,
hingga dia dapat menggunakan uang yang kini berada di genggamannya.
Malang, rombongan itu telah pergi menjauh, berpencar. Usahanya tampaknya
sia-sia.
Berita tentang wanita solehah itu akhirnya sampai ke pengetahuan
Khalifah Al-Mutawakkil. Beliau sungguh kagum dengan wanita tersebut lalu
memberinya uang sebanyak 10 ribu dinar.
Wanita muda itu kembali menemui Imam Hambali sekali lagi lalu bertanya
tentang uang hadiah khalifah.
" Adakah uang itu halal bagi kami?"
“Khalifah juga pernah memberikan saya uang sebanyak itu. Tetapi saya
sedekahkan kepada fakir miskin yang saya temui di jalan," jawab Imam
Hambali.
Wanita itu pun mengikuti jejak Imam hambali. Dia memberikan uang
tersebut kepada fakir miskin...
** Kisah nyata yang selalu membuatku tercekat... Sangat.... Sangat malu hati.
Apalagi
jika dengan mudahnya kita kerap "membiayakan" sesuatu seolah itu memang
jadi hak kita yang sepertinya "HALAL" sebagai auditor, PNS, pejabat
negara, anggota DPR, direktur, pegawai swasta, guru, staf, lawyer,
notaris, pengusaha, dll...
*** Semoga mengilhami bagi yang membacanya.
No comments:
Post a Comment