Kajian disampaikan oleh Ustadz Muhit
Muhammad Ishaq di Mushalla
Tarbiyah, hari Kamis, 15
Rajab 1438 / 12 Apr 17.
Thalhah bin
Ubaidillah termasuk orang-orang yang awal masuk Islam (assabiqunal awwalun) dan
termasuk di antara 10 sahabat yang dijamin masuk surga.
Nama Thalhah
bin Ubaidillah ditulis dengan tinta cahaya, karena telah menjadikan punggungnya
sebagai perisai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika perang Uhud,
sampai punggung menjadi seperti landak, dan tangannya kelelahan melindungi Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. Dari kejadian tersebut, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam mengatakan bahwa Thalhah wajib masuk surga.
Bila Abu
Bakar Ash Shiddiq berkata tentang perang Uhud, Abu Bakar menyebutnya sebagai “harinya
Thalhah.”
Thalhah
wafat pada tahun 36H di usia 64 tahun, di masa fitnah di masa kekuasaan Ali bin
Abi Thalib.
Pembunuh
Thalhah dan Zubair adalah merupakan bagian dari rekayasa Yahudi terhadap ulama yang
menonjol saat
itu.
Nasihat
Thalhah bin Ubaidillah - 1 :
Sesungguhnya
kita merasakan harta kita sebagaimana orang pelit dengan hartanya. Mencintai
harta adalah fitrah manusia. Tetapi kita belajar sabar dengan harta.
Sifat
manusia terhadap harta sebagaimana pada surat Ali Imran ayat 14-15.
Perbedaan
antara orang pelit dan orang dermawan, orang yang menggenggam tangannya dan
membukanya, adalah pada kesabaran mengenali hakikat kekayaan, bahwa tidak akan
lama di dunia. Bahwa harta yang kekal adalah yang telah dibelanjakan, bukan
yang masih disimpan.
Hadits Ibnu
Mas'ud, Rasulullah bertanya, “Siapa di antara kalian yang harta ahli warisnya lebih
disukai dari harta miliknya sendiri? Para sahabat menjawab, “Tidak ada. Semua
orang pasti lebih menyukai hartanya sendiri daripada harta ahli waris.”
Rasulullah menjawab lagi, “Sesungguhnya harta milik sendiri adalah harta yang
sudah dibelanjakan. Harta yang belum dibelanjakan sebenarnya adalah harta untuk
ahli waris.”
Kebanyakan orang
menyiapkan untuk ahli waris, bekerja sekuat tenaga.
Biografi
Thalhah adalah terjemah praktis kedermawanan, terjemah hidup dari nasehatnya.
Beliau memberikan tanpa diminta, bantuan dari tangannya bagaikan mengalir deras.
Beliau tidak pernah membiarkan keluarga besarnya, Bani Taim hidup miskin.
Sebenarnya
bila hal ini diimplementasikan dalam kehidupan kita, seharusnya tidak ada orang
yang menjadi pengemis di jalanan. Karena dengan Mahaadil-nya Allah, tidak
mungkin ada keluarga besar yang seluruhnya miskin, kemungkinan besar ada 1 / 2
keluarga yang kaya.
Bila fungsi
negara bekerja, seharusnya semua orang adalah bagian dari RT, RW, Lurah,
sehingga juga dapat dialokasikan bantuan.
Kembali
kepada Thalhah bin Ubaidillah, beliau akan menanggung biaya keluarganya yang
kurang mampu, dan membantu menikahkan yang sudah siap menikah tetapi tidak
punya biaya untuk membayar mahar.
Nasihat
Thalhah bin Ubaidillah – 2 :
Jangan bermusyawarah
dengan orang yang pelit untuk urusan silaturahim, dengan orang pengecut untuk urusan
perang, dengan anak muda untuk urusan anak gadis.
Pilihlah
orang yang cocok untuk bermusyawarah, jangan sampai mengajak bermusyawarah
kepada orang yang pemikirannya bertentangan dengan agenda yang akan dibahas.
No comments:
Post a Comment