Ceramah disampaikan oleh Ustadz M.
Aqil Haidar, Lc di Mushalla
Tarbiyah pada hari Selasa, 14
Rajab 1438 / 11 Apr 17.
1 Takbiratul
ihram
Lafazh
Allahu Akbar atau Allahul Akbar.
Walaupun ada
kata lain dengan arti yang sama, kata "akbar" tidak boleh diganti. Lafazh
"bar" pada "Akbar" tidak boleh dipanjangkan.
Lafazh
"lah" pada Allah walaupun secara tajwid adalah mad thabi'i dengan 2
harakat, boleh dipanjangkan. Karena hukum tajwid hanya berlaku pada bacaan Al
Qur'an, tidak berlaku pada percakapan, doa, dan bacaan shalat.
Mazhab
Syafi’i Maliki, merujuk pada hadits Bukhari Muslim, tangan diangkat sampai
bahu.
Mazhab
Hambali, merujuk pada hadits Muslim, tangan diangkat sampai 2 telinga untuk
laki-laki.
Perbedaan
ini bukan masalah benar atau salah, hanya mana yang lebih utama. Walaupun tidak
mengangkat tangan, shalat tetap sah, karena hukumnya sunnah.
Bila kita
sedang berada di antara kelompok tertentu, sebaiknya kita lakukan yang sering
digunakan di kelompok tersebut, agar tidak menimbulkan pertanyaan dan mengganggu
kekhusyu'an.
Ada juga
mazhab yang bahkan mengharuskan jempol sampai ke telinga.
Mazhab
Hambali membolehkan kedua-duanya.
Tangan
terbuka tidak terkepal, telapak tangan menghadap ke kiblat.
Hukumnya
sunnah, ditinggalkan tidak membatalkan shalat, bila dilaksanakan akan menambah
kesempurnaan shalat.
2 Iftitah
Bersifat
sunnah.
Hadits
Riwayat Muslim : Allahu Akbar kabira.. sampai dengan wa ashila.
Hadits
Riwayat Muslim : Wajahtu wajhiya..
Hadits
Riwayat Ath Thabrani : Inni wajahtu wajhiya..
Ketiga doa
Iftitah di atas di Indonesia sering digunakan oleh kalangan NU.
Bila kita
memahami arti dari doa Iftitah ini, maka di awal shalat adalah pengkondisian
untuk hanya ingat kepada Allah saja. Dan seharusnya semua persoalan lain sudah
kita lupakan.
Hadits
Bukhari Muslim : Allahumma baid baini.. Di Indonesia sering digunakan oleh
kalangan Muhammadiyah.
Hadits lain
yang juga shahih : Subhanallahu wa bihamdik..
3 Bersedekap
Jumhur ulama
menyatakan hukumnya sunnah, tidak wajib.
Mazhab
Maliki menyatakan makruh, dan
disunnahkan untuk dilepas.
Syiah juga
tidak bersedekap.
Tangan kanan
diletakkan di atas tangan kiri. Boleh di telapak, pergelangan, atau lengan.
Tempat
meletakkan tangan :
Mazhab
Hanafi Hambali : di bawah pusar, merujuk pada hadits Imam Ahmad dan Abu Dawud
Mazhab
Syafi'i di antara pusar dan dada.
Merujuk
kepada hadits yang secara tekstual menyebutkan "'ala shadr, di dada",
namun diartikan di bawah dada, karena diajarkan
bukan dengan teks, melainkan dengan praktek langsung dari guru ke guru.
Ulama abad
ke 20an merujuk pada hadits yang sama, tetapi memaknai secara tekstual, yaitu
di dada.
Bersedekap
hukumnya sunnah, ditinggalkan tidak apa-apa. Kita tinggal memilih dari beberapa
alternatif tersebut, yang penting ada ulamanya ada dalilnya.
4 Taawudz
Bacaan : A'udzubillahi
minasy syaithanirrajiim.
Dalil ada di
Al Qur'an, yaitu bahwa bila membaca Al Qur'an, dianjurkan membaca taawudz. Al
Fatihah termasuk bacaan Al Qur'an, sehingga dianjurkan diawali dengan ta'awudz.
Mazhab Syafi’i
dan Hambali : membaca pelan sebelum setiap rakaat.
Mazhab
Hanafi : sunnah di rakaat pertama saja.
Mazhab
Maliki : makruh membaca taawudz, sehingga memaca langsung alhamdulillahirabbil
aalamiin. Mazhab ini banyak digunakan di Afrika termasuk Turki.
5 Bismillah
Jumhur ulama
menyatakan hukumnya wajib.
Mazhab
Syafi’i : disunnahkan keras.
Hadits
Riwayat Nasa'i, dari Abu Hurairah, shalat membaca bismillah lalu Al Fatihah,
lalu ia berkata bahwa shalatnya paling mirip dengan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Mazhab
Hambali : membaca dengan pelan, sirr.
Hadits Ibnu
Syahin bahwa Rasulullah, Abu Bakar, Umar, membaca bismillah dengan sirr.
Mazhab
Maliki : makruh membaca bismillah menggunakan dalil yang sama dengan taawudz,
yaitu bahwa Rasulullah langsung membaca alhamdulillahirabbil 'aalamiin.
Dalam hal
ini bukan benar salah, hanya mana yang lebih utama menurut masing-masing
hadits.
Arab
biasanya tanpa bismillahirrahmanirrahiim, tapi ketika Imam Sudais ke Istiqlal,
beliau membaca bismillah dengan keras.
5 Al Fatihah
bacaannya harus benar.
Al Fatihah
termasuk rukun shalat. Bila Al Fatihah salah, maka shalat menjadi tidak sah.
Kriteria Al
Fatihah yang benar :
1. Tasydid
harus benar, contoh Alhamdulilahi rabbil (bukan rabil).
2. Mad
panjang pendek, yaitu panjang dibaca panjang, pendek dibaca pendek, tidak boleh
tertukar.
Untuk jumlah
harakat yang seharusnya 6 harakat tapi kurang, tidak mengapa, karena arti tidak
berubah.
3. Huruf
harus benar (ا dan ع, ح dan ه, dll)
4. Harakat harus
benar (a, i, u)
Orang
Indonesia malah membaca Al Qur'an lebih bagus dari orang asli Arab Saudi,
karena mereka terpengaruh bahasa slank Arab.
Jika belum
bisa Al Fatihah yang benar, shalat tetap sah. Tapi ada kewajiban untuk terus
belajar.
Bila ada
imam yang bacaannya tidak benar, dan ia rutin ada di suatu masjid, dan bacaan
kita lebih baik, maka shalat kita yang berimam kepadanya menjadi tidak sah.
Sebaiknya kita keluar dari jamaah tersebut.
Kalau bacaan
di antara jamaah sama-sama masih kurang baik, tidak apa-apa saling mengimami,
tetapi penting untuk bersama-sama mulai belajar.
6 Aamiin
Hukumnya
sunnah, bukan bagian dari surat Al Fatihah.
Dilakukan
dengan cara ketika imam membaca aamiin, ma’mum juga membaca aamiin. Dalam
hadits disebutkan bila seseorang membaca aamiin bersamaan dengan malaikat maka
akan diampuni dosanya yang telah lalu.
Dari hadits
tersebut dapat dipahami juga bahwa ketika kita shalat, malaikat ikut shalat
bersama kita.
Beberapa
ibadah sunnah dijanjikan balasan yang luar biasa, seperti shalat sunnah sebelum
subuh dijanjikan lebih dari bumi dan segala isinya. Ibadah wajib walaupun tidak
disebutkan seperti demikian, sebenarnya pahalanya pasti lebih besar lagi.
Jadi jangan
sampai kita lebih mengutamakan ibadah sunnah daripada ibadah wajib.
Mengutamakan tahajjud, dhuha, shalat sunnah sebelum subuh, tapi shalat zhuhur
malah tertinggal, misalnya.
Jangan
sampai shalat wajib hanya dianggap sebagai menggugurkan kewajiban
Kembali ke
Aamiin, mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan dibaca dengan sirr, antara lain di
Turki, Bangladesh, India. Sedangkan mazhab Syafi’I menyatakan dibaca keras.