Ceramah hari ini disampaikan oleh Ustadz Felix Siauw, yang
sangat inspiratif, tentang Muhammad Al Fatih, sang Penakluk Konstantinopel di
tahun 1453.
Sebagai informasi, sebenarnya saya ngga catat langsung
kemarin, karena pas BB lagi hang, dan Ustadz Felix Siauw pun bicaranya sangat
cepat sehingga sulit dicatat. Namun semangatnya luar biasa. Jadi dengan modal
ingatan saya plus liat referensi di buku Muhammad Al Fatih-nya, berikut catatan
saya. Mohon maaf kalau ternyata ada catatan yang kurang tepat. Semoga bermanfaat, dan semoga semangat yang kemarin terasa
dari ceramah tersebut, bisa “tertular” juga melalui tulisan ini :-)
Ustadz Felix Siauw menjelaskan perbedaan antara Islam
dan Muslim. Islam adalah ajaran yang sempurna sedangkan muslim adalah pemeluk
agama Islam, yang saat ini terlihat terpuruk, karena mereka tidak menjalankan
Islam dengan benar.
Pembahasan diawali dengan pembahasan tentang “bisyarah” yang
ada dalam Al Qur’an. Bisyarah adalah berita gembira tentang masa depan, baik
tentang akhirat maupun tentang dunia. Tentang akhirat misalnya Allah jelaskan
tentang keadaan di surga bagi orang beriman, dengan berbagai kenikmatan di
dalamnya.
Salah satu berita gembira tentang dunia adalah tentang
penaklukan Konstatinopel, yang disampaikan Rasulullah ketika menjelang Perang
Khandaq.
Di masa ketika Islam baru menguasai Madinah, dua kota
terbesar di dunia adalah Konstantinopel dan Roma. Di Konstantinopel berdiri
sebuah bangunan megah, yaitu Gereja Aya Sophia.
Saat itu dalam perang Khandaq, salah satu perang terberat
bagi muslim, dengan jumlah pasukan hanya 3.000 orang, melawan pasukan koalisi kafir
Quraisy, Yahudi, serta kaum munafiq yang berjumlah 10.000 orang. Saat itu
Salman Al Farisi menyarankan untuk membuat parit untuk menghambat serangan.
Rasulullah pun menyetujui pembuatan parit itu di selatan Madinah yang merupakan
wilayah yang terbuka (sisi barat, timur, dan utara Madinah terhalang
bukit-bukit).
Parit pun dibangung sepanjang 8 km (kira-kira sejauh jarak
Cawang – Semanggi di Jakarta), sedalam 3m, selebar 5m, di tanah Arab yang
terdiri atas pasir dan batu, dengan cuaca panas terik sekitar 45 derajat
Celcius. Logistik pun sangat terbatas, yang dalam salah satu riwayat dikatakan
bahwa 1 kurma harus dikulum bersama oleh 10-15 orang, setelah itu mereka baru
akan makan lagi 3 hari kemudian, juga dengan 1 kurma yang dikulum bersama 10-15
orang.
Beberapa pasukan sudah merasa putus asa dan menyerah untuk
kembali ke tempat tinggalnya dengan berbagai alasan. Sehingga yang tersisa
adalah kaum mukminin yang kuat serta kaum Yahudi yang terpaksa, yaitu kaum
Yahudi Madinah yang harus tunduk pada Rasulullah.
Dalam situasi demikian berat, ada salah satu sahabat yang
bertanya, “Ya Rasulullah, manakah yang pertama akan Islam taklukkan nanti?
Konstatinopel atau Roma?” Dalam situasi yang demikian berat, perang yang tidak
seimbang, dengan parit yang belum selesai, pertanyaan ini dipandang sebagai
sebuah pertanyaan gila oleh kaum Yahudi yang saat itu ikut membantu. Rasulullah
pun menjawab sebagaimana pada hadits-nya:
Berkata Abdullah bin Amru bin Ash: “bahwa ketika kami duduk
di sekeliling Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam untuk menulis, lalu
Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang kota manakah yang akan
futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Maka Rasulullah menajwab,
‘Kota Heraklius terlebih dahulu’, yakni Konstantinopel” (HR Ahmad).
Dan dalam hadits lain dijelaskan bahwa “Sungguh,
Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah
pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya” (HR
Ahmad).
Kemudian perang Khandaq pun Islam menang, karena pasukan
kafir diserang oleh kabut dan menyerah. 3.000 muslim selamat tak kurang suatu
apa.
Karena hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa pasukan
penakluk adalah pasukan terbaik, maka generasi selanjutnya sangat termotivasi
untuk menjadi pasukan penakluk Konstantinopel. Terdapat 5 penyerangan yang
dimulai sejak tahun 800-an hingga 1200-an, yang kesemuanya berakhir dengan
kegagalan.
Serangan pertama di masa Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. Dalam
usaha penaklukan itu Abu Ayub Al-Anshari yang telah berusia 80 tahun ikut dalam
pasukan dan syahid. Beliau adalah salah satu sahabat di masa Rasulullah dari
kaum Anshar yang rumahnya pernah menjadi penginapan bagi Rasulullah. Sebelum
syahid beliau berpesan agar dimakamkan di titik sedekat mungkin dengan Konstantinopel.
Akhirnya beliau dinaikkan ke kuda tercepat dan dimakamkan di dekat tembok
Konstantinopel.
Serangan kedua dilakukan di masa Sultan Sulaiman bin Abdul
Malik. Serangan ketiga oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid. Serangan keempat oleh
Utsman. Dan serangan kelima dimasa pemerintahan Sulthan Murad II.
Adapun Muhammad Al Fatih adalah putera dari Sultan Murad II.
Setelah mengalami kegagalan menyerang Konstantinopel, Sultan
Murad II mengamanahkan tugas tersebut kepada puteranya. Untuk mempersiapkan
puteranya tersebut, ia menugaskan dua guru khusus bagi puteranya yaitu Syaikh
Ahmad Al Kurani untuk mengajarkan Al Qur’an dan Syaikh Aaq Syamsuddin untuk
mengajarkan tentang SIrah Nabawiyah secara detil. Sehingga Muhammad Al Fatih
tumbuh dengan sifat kepahlawanan yang tinggi yang tak mengenal rasa takut.
Di sini pentingnya peran pendidikan dan kisah yang
ditanamkan kepada anak-anak. Karena itu akan membentuk jiwa mereka. Di
Indonesia dongeng yang terkenal adalah kancil mencuri mentimun, pemuda mencuri
selendang bidadari, kura-kura menang melawan kelinci. Sehingga terdapat kecenderungan
pemikiran bahwa mencuri adalah prestasi, dan biar lambat asal selamat.
Muhammad Al Fatih sangat memahami hadits bahwa pemimpin
penaklukan ke Konstantinopel adalah sebaik-baik pemimpin. Maka beliau terus
berusaha menjaga dirinya agar terus berada dalam kebaikan. Di usia 8 tahun
Muhammad Al Fatih telah menghafalkan Al Qur’an dan di usia 17 tahun telah
menguasai 8 bahasa. Beliau pun tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan
shalat tahajjud.
Beliau pun sudah menyiapkan pasukan yang akan beliau pimpin
menyerang Konstantinopel, yaitu pasukan Yaniseri, yang dikenal sebagai pasukan
terbaik dari Turki. Mereka dibimbing untuk senantiasa hidup bersama Al Qur’an,
dan separuhnya tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud.
Konstantinopel adalah sebuah wilayah yang berbentuk
segitiga, dengan selat Golden Horn dan selat Bosporus (selat antara Asia dan
Eropa) di utara, laut Marmara di timur hingga selatan, serta perbatasan daratan
di sisi barat, yang dilindungi dengan sebuah tembok yang tebal dan
berlapis-lapis.
Strategi penaklukan Muhammad Al Fatih diawali dengan menutup
selat Bosporus agar Konstantinopel tidak dapat menerima bala bantuan dari luar.
Di sisi Turki di ujung selat Bosporus, telah dibangun benteng di masa
kepemimpinan buyut Muhammad Al Fatih. Untuk melengkapi benteng tersebut,
Muhammad Al Fatih membangun benteng di sisi seberangnya, yang sebenarnya berada
dalam wilayah Konstantinopel.
Mellihat tindakan tersebut, pemimpin Konstantinopel
mempertanyakan, bagaimana mungkin Muhammad Al Fatih bisa membangun benteng di
wilayah yang bukan merupakan wilayahnya sendiri? Muhammad Al Fatih pun
menyatakan, bahwa itu pun bukan wilayah Konstantinopel, maka ia berhak
membangun benteng di sana, jika ada yang melarang, maka tidak akan dibiarkan
hidup. Maka Muhammad Al Fatih dibiarkan untuk melanjutkan pembangunan benteng.
Selanjutnya adalah penentuan strategi untuk menembus tembok
Konstantinopel yang dibangun sejak tahun 300-an, dan belum pernah berhasil
ditembus hingga tahun 1453. Tembok ini setinggi 18m (kira-kira mirip gedung 6
lantai) yang terdiri atas 3 bagian utama yaitu parit yang dalam dan lebar,
kemudian benteng pertama setebal 5m dengan pasukan pemanah, kemudian benteng
kedua setebal 5m, juga dengan pasukan pemanah. Jika dicoba untuk masuk melalui
terowongan bawah tanah, di dalam telah ditempatkan baskom-baskom berisi air,
yang dapat mendeteksi jika ada gerakan penggalian dari dalam, dan akan terlihat
arah penggalian tersebut, untuk kemudian disiapkan api dari lubang dari arah
berlawananan sehingga penyerang akan terbakar hidup-hidup.
Maka satu-satunya cara adalah menyiapkan senjata untuk
menghancurkan benteng tersebut. Saat itu ada seorang seniman senjata yang
menyatakan sanggup untuk membuat sebuah meriam yang sangat besar, dengan radius
0.7 m dan berat peluru sekitar 600kg.
Di tanggal 6 April 1453 Muhammad Al Fatih mulai melakukan penyerangan dari 3 arah, yaitu
dari Selat Bosporus dan Laut Marmara menggunakan kapal dan dari daratan menuju
tembok Konstantinopel.
Pasukan yang menyerang sejumlah 250.000 orang, dan digambarkan
bahwa sepanjang 7 km, pasukan muslim terlihat seperti sungai yang mengalir
karena pantulan baju muslim mereka.
Penyerangan dimulai, namun ternyata menemui kesulitan.
Serangan dari Laut Marmara gagal, karena pasukan muslim kalah
pengalaman berperang di laut dengan pasukan Konstantinopel.
Serangan dari Selat Bosporus terhenti karena terhalang oleh rantai
tebal yang membuat perjalanan tidak dapat dilanjutkan.
Serangan ke tembok Konstantinopel juga mengalami kesulitan.
Besarnya meriam yang digunakan, memerlukan waktu persiapan yang panjang,
sehingga di antara serangan tersebut, pasukan Konstantinopel memiliki waktu
untuk memperbaiki lubang yang dihasilkan oleh meriam tersebut.
Akhirnya mulai muncul suara-suara sumbang, yang mengajak untuk
menyerah dan melupakan "ambisi" Muhammad Al Fatih ini.
Muhammad Al Fatih lalu mengumpulkan seluruh pemimpin pasukan dan
meminta pendapat mereka.
Salah satu pendapat menyatakan bahwa sudah banyak korban, maka sebaiknya
menyerah.
Namun sebelum selesai ia berbicara, pemimpin yang lain menyatakan,
bahwa perjuangan harus dilanjutkan. Apa yang sudah dimulai harus diselesaikan.
Bahwa banyak pasukan yang sudah tewas, justru memang tujuan penaklukan ini
adalah untuk syahid di jalan Allah, bukan untuk kembali pulang.
Maka diputuskan bahwa serangan dilanjutkan.
Kemudian dicoba dirumuskan kembali strategi serangan.
Serangan ke tembok Konstantinopel selama ini kurang berhasil,
karena pasukan Konstantinopel terpusat di tembok tersebut, jika bisa dilakukan
serangan di tempat lain, misalnya dari arah Golden Horn / Selat Bosporus, maka
konsentrasi pasukan menjadi terpecah, dan serangan akan lebih berhasil.
Namun, untuk menuju Konstantinopel melalui Golden Horn, kapal
terhalang rantai yang sangat besar dan kuat. Muhammad Al Fatih lalu memberikan
strategi yang luar biasa, yaitu membawa kapal melalui daratan di sebelah
utaranya, yaitu Galata. Dan caranya adalah kapal-kapal tersebut diangkat naik
ke daratan, lalu diturunkan lagi setelah rantai besar itu terlalui. Dan yang
lebih sulit lagi, Galata bukanlah daratan yang datar, melainkan sebuah
perbukitan. Namun Muhammad Al Fatih tetap dengan rencananya, yaitu menaikkan
seluruh kapal melalui perbukitan Galata sehingga sampai ke Konstantinopel dari
sisi utara. Dan seluruh kapal tersebut berhasil dipindahkan dalam 1 malam saja.
Subhanallah.
Ketika pasukan tiba dari utara, dan tampak oleh rakyat
Konstantinopel, mereka mulai menyadari, bahwa inilah akhir dari Konstantinopel.
Dan dengan terpecahnya pasukan, tembok Konstantinopel pun berhasil
dilubangi.
Tanggal 27 Mei 1453 Muhammad Al Fatih meminta seluruh serangan
dihentikan. Tanggal 28 Mei 1453 seluruh pasukan diperintahkan untuk melakukan
puasa sunnah. Tanggal 29 Mei 1453 penaklukan Konstantinopel pun terlaksana. Muhammad
Al Fatih berusia 21 tahun saat itu.
Beliau memerintahkan agar penaklukan tetap berjalan sesuai
syariat. Karena penaklukan tersebut semata-mata kehendak Allah, sehingga
seluruh prosesnya harus berjalan sesuai syariat. Ketika sampai di
Konstantinopel, Muhammad Al Fatih mengambil tanah Konstantinopel dan
meletakkannya di atas kepalanya, menunjukkan bahwa beliau adalah manusia biasa.
Seluruh rakyat Konstantinopel saat itu ketakutan bahwa mereka akan
dibantai. Karena pada saat yang hampir bersamaan waktu itu, muslim di Spanyol dikalahkan
oleh Kristen, dan seluruh muslim dibantai hingga darah tergenang sampai mata
kaki. Namun ternyata kekhawatiran mereka tidak beralasan. Muhammad Al Fatih
menyatakan bahwa mereka semua bebas untuk meninggalkan Konstantinopel dengan
aman. Dan jika akan tetap tinggal pun, akan dipastikan aman.
Gereja Aya Sophia pun diubah menjadi masjid. Seluruh patung-patung
dan gambar-gambar dihilangkan. Dan mulai dikumandangkan adzan di waktu asar
hari itu. Sampai saat ini Masjid Aya Sophia masih ada, namun berfungsi sebagai
museum.
Kekuatan di masa itu adalah bahwa “they believe in what eyes
can’t see.” Yaitu bisyarah, berita gembira dari Allah bahwa Konstantinopel akan
ditaklukkan. Berbeda dengan kita saat ini yang hanya percaya dengan apa yang
bisa kita lihat.
Untuk mengetahui lebih detil lagi, sangat direkomendasikan
untuk baca bukunya langsung yaitu Muhammad Al Fatih, tulisan Ustadz Felix Siauw.
Insya Allah bisa menjadi pembawa semangat berjuang untuk Islam bagi kita dan
anak-anak kita.
No comments:
Post a Comment