Tuesday, August 14, 2012

24 Ramadhan - Muhammad Al Fatih

Ceramah hari ini disampaikan oleh Ustadz Felix Siauw, yang sangat inspiratif, tentang Muhammad Al Fatih, sang Penakluk Konstantinopel di tahun 1453.


Sebagai informasi, sebenarnya saya ngga catat langsung kemarin, karena pas BB lagi hang, dan Ustadz Felix Siauw pun bicaranya sangat cepat sehingga sulit dicatat. Namun semangatnya luar biasa. Jadi dengan modal ingatan saya plus liat referensi di buku Muhammad Al Fatih-nya, berikut catatan saya. Mohon maaf kalau ternyata ada catatan yang kurang tepat. Semoga bermanfaat, dan semoga semangat yang kemarin terasa dari ceramah tersebut, bisa “tertular” juga melalui tulisan ini :-)

Ustadz Felix Siauw menjelaskan perbedaan antara Islam dan Muslim. Islam adalah ajaran yang sempurna sedangkan muslim adalah pemeluk agama Islam, yang saat ini terlihat terpuruk, karena mereka tidak menjalankan Islam dengan benar.

Pembahasan diawali dengan pembahasan tentang “bisyarah” yang ada dalam Al Qur’an. Bisyarah adalah berita gembira tentang masa depan, baik tentang akhirat maupun tentang dunia. Tentang akhirat misalnya Allah jelaskan tentang keadaan di surga bagi orang beriman, dengan berbagai kenikmatan di dalamnya.
Salah satu berita gembira tentang dunia adalah tentang penaklukan Konstatinopel, yang disampaikan Rasulullah ketika menjelang Perang Khandaq.

Di masa ketika Islam baru menguasai Madinah, dua kota terbesar di dunia adalah Konstantinopel dan Roma. Di Konstantinopel berdiri sebuah bangunan megah, yaitu Gereja Aya Sophia.

Saat itu dalam perang Khandaq, salah satu perang terberat bagi muslim, dengan jumlah pasukan hanya 3.000 orang, melawan pasukan koalisi kafir Quraisy, Yahudi, serta kaum munafiq yang berjumlah 10.000 orang. Saat itu Salman Al Farisi menyarankan untuk membuat parit untuk menghambat serangan. Rasulullah pun menyetujui pembuatan parit itu di selatan Madinah yang merupakan wilayah yang terbuka (sisi barat, timur, dan utara Madinah terhalang bukit-bukit).

Parit pun dibangung sepanjang 8 km (kira-kira sejauh jarak Cawang – Semanggi di Jakarta), sedalam 3m, selebar 5m, di tanah Arab yang terdiri atas pasir dan batu, dengan cuaca panas terik sekitar 45 derajat Celcius. Logistik pun sangat terbatas, yang dalam salah satu riwayat dikatakan bahwa 1 kurma harus dikulum bersama oleh 10-15 orang, setelah itu mereka baru akan makan lagi 3 hari kemudian, juga dengan 1 kurma yang dikulum bersama 10-15 orang.

Beberapa pasukan sudah merasa putus asa dan menyerah untuk kembali ke tempat tinggalnya dengan berbagai alasan. Sehingga yang tersisa adalah kaum mukminin yang kuat serta kaum Yahudi yang terpaksa, yaitu kaum Yahudi Madinah yang harus tunduk pada Rasulullah.

Dalam situasi demikian berat, ada salah satu sahabat yang bertanya, “Ya Rasulullah, manakah yang pertama akan Islam taklukkan nanti? Konstatinopel atau Roma?” Dalam situasi yang demikian berat, perang yang tidak seimbang, dengan parit yang belum selesai, pertanyaan ini dipandang sebagai sebuah pertanyaan gila oleh kaum Yahudi yang saat itu ikut membantu. Rasulullah pun menjawab sebagaimana pada hadits-nya:
Berkata Abdullah bin Amru bin Ash: “bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam untuk menulis, lalu Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Maka Rasulullah menajwab, ‘Kota Heraklius terlebih dahulu’, yakni Konstantinopel” (HR Ahmad).

Dan dalam hadits lain dijelaskan bahwa “Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya” (HR Ahmad).

Kemudian perang Khandaq pun Islam menang, karena pasukan kafir diserang oleh kabut dan menyerah. 3.000 muslim selamat tak kurang suatu apa.

Karena hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa pasukan penakluk adalah pasukan terbaik, maka generasi selanjutnya sangat termotivasi untuk menjadi pasukan penakluk Konstantinopel. Terdapat 5 penyerangan yang dimulai sejak tahun 800-an hingga 1200-an, yang kesemuanya berakhir dengan kegagalan.  

Serangan pertama di masa Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. Dalam usaha penaklukan itu Abu Ayub Al-Anshari yang telah berusia 80 tahun ikut dalam pasukan dan syahid. Beliau adalah salah satu sahabat di masa Rasulullah dari kaum Anshar yang rumahnya pernah menjadi penginapan bagi Rasulullah. Sebelum syahid beliau berpesan agar dimakamkan di titik sedekat mungkin dengan Konstantinopel. Akhirnya beliau dinaikkan ke kuda tercepat dan dimakamkan di dekat tembok Konstantinopel.

Serangan kedua dilakukan di masa Sultan Sulaiman bin Abdul Malik. Serangan ketiga oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid. Serangan keempat oleh Utsman. Dan serangan kelima dimasa pemerintahan Sulthan Murad II.
Adapun Muhammad Al Fatih adalah putera dari Sultan Murad II.

Setelah mengalami kegagalan menyerang Konstantinopel, Sultan Murad II mengamanahkan tugas tersebut kepada puteranya. Untuk mempersiapkan puteranya tersebut, ia menugaskan dua guru khusus bagi puteranya yaitu Syaikh Ahmad Al Kurani untuk mengajarkan Al Qur’an dan Syaikh Aaq Syamsuddin untuk mengajarkan tentang SIrah Nabawiyah secara detil. Sehingga Muhammad Al Fatih tumbuh dengan sifat kepahlawanan yang tinggi yang tak mengenal rasa takut.

Di sini pentingnya peran pendidikan dan kisah yang ditanamkan kepada anak-anak. Karena itu akan membentuk jiwa mereka. Di Indonesia dongeng yang terkenal adalah kancil mencuri mentimun, pemuda mencuri selendang bidadari, kura-kura menang melawan kelinci. Sehingga terdapat kecenderungan pemikiran bahwa mencuri adalah prestasi, dan biar lambat asal selamat.

Muhammad Al Fatih sangat memahami hadits bahwa pemimpin penaklukan ke Konstantinopel adalah sebaik-baik pemimpin. Maka beliau terus berusaha menjaga dirinya agar terus berada dalam kebaikan. Di usia 8 tahun Muhammad Al Fatih telah menghafalkan Al Qur’an dan di usia 17 tahun telah menguasai 8 bahasa. Beliau pun tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan shalat tahajjud.

Beliau pun sudah menyiapkan pasukan yang akan beliau pimpin menyerang Konstantinopel, yaitu pasukan Yaniseri, yang dikenal sebagai pasukan terbaik dari Turki. Mereka dibimbing untuk senantiasa hidup bersama Al Qur’an, dan separuhnya tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud.

Konstantinopel adalah sebuah wilayah yang berbentuk segitiga, dengan selat Golden Horn dan selat Bosporus (selat antara Asia dan Eropa) di utara, laut Marmara di timur hingga selatan, serta perbatasan daratan di sisi barat, yang dilindungi dengan sebuah tembok yang tebal dan berlapis-lapis.

Strategi penaklukan Muhammad Al Fatih diawali dengan menutup selat Bosporus agar Konstantinopel tidak dapat menerima bala bantuan dari luar. Di sisi Turki di ujung selat Bosporus, telah dibangun benteng di masa kepemimpinan buyut Muhammad Al Fatih. Untuk melengkapi benteng tersebut, Muhammad Al Fatih membangun benteng di sisi seberangnya, yang sebenarnya berada dalam wilayah Konstantinopel.

Mellihat tindakan tersebut, pemimpin Konstantinopel mempertanyakan, bagaimana mungkin Muhammad Al Fatih bisa membangun benteng di wilayah yang bukan merupakan wilayahnya sendiri? Muhammad Al Fatih pun menyatakan, bahwa itu pun bukan wilayah Konstantinopel, maka ia berhak membangun benteng di sana, jika ada yang melarang, maka tidak akan dibiarkan hidup. Maka Muhammad Al Fatih dibiarkan untuk melanjutkan pembangunan benteng.

Selanjutnya adalah penentuan strategi untuk menembus tembok Konstantinopel yang dibangun sejak tahun 300-an, dan belum pernah berhasil ditembus hingga tahun 1453. Tembok ini setinggi 18m (kira-kira mirip gedung 6 lantai) yang terdiri atas 3 bagian utama yaitu parit yang dalam dan lebar, kemudian benteng pertama setebal 5m dengan pasukan pemanah, kemudian benteng kedua setebal 5m, juga dengan pasukan pemanah. Jika dicoba untuk masuk melalui terowongan bawah tanah, di dalam telah ditempatkan baskom-baskom berisi air, yang dapat mendeteksi jika ada gerakan penggalian dari dalam, dan akan terlihat arah penggalian tersebut, untuk kemudian disiapkan api dari lubang dari arah berlawananan sehingga penyerang akan terbakar hidup-hidup.

Maka satu-satunya cara adalah menyiapkan senjata untuk menghancurkan benteng tersebut. Saat itu ada seorang seniman senjata yang menyatakan sanggup untuk membuat sebuah meriam yang sangat besar, dengan radius 0.7 m dan berat peluru sekitar 600kg.

Di tanggal 6 April 1453 Muhammad Al Fatih mulai melakukan penyerangan dari 3 arah, yaitu dari Selat Bosporus dan Laut Marmara menggunakan kapal dan dari daratan menuju tembok Konstantinopel.

Pasukan yang menyerang sejumlah 250.000 orang, dan digambarkan bahwa sepanjang 7 km, pasukan muslim terlihat seperti sungai yang mengalir karena pantulan baju muslim mereka.

Penyerangan dimulai, namun ternyata menemui kesulitan.

Serangan dari Laut Marmara gagal, karena pasukan muslim kalah pengalaman berperang di laut dengan pasukan Konstantinopel.

Serangan dari Selat Bosporus terhenti karena terhalang oleh rantai tebal yang membuat perjalanan tidak dapat dilanjutkan.

Serangan ke tembok Konstantinopel juga mengalami kesulitan. Besarnya meriam yang digunakan, memerlukan waktu persiapan yang panjang, sehingga di antara serangan tersebut, pasukan Konstantinopel memiliki waktu untuk memperbaiki lubang yang dihasilkan oleh meriam tersebut.

Akhirnya mulai muncul suara-suara sumbang, yang mengajak untuk menyerah dan melupakan "ambisi" Muhammad Al Fatih ini.

Muhammad Al Fatih lalu mengumpulkan seluruh pemimpin pasukan dan meminta pendapat mereka.

Salah satu pendapat menyatakan bahwa sudah banyak korban, maka sebaiknya menyerah.

Namun sebelum selesai ia berbicara, pemimpin yang lain menyatakan, bahwa perjuangan harus dilanjutkan. Apa yang sudah dimulai harus diselesaikan. Bahwa banyak pasukan yang sudah tewas, justru memang tujuan penaklukan ini adalah untuk syahid di jalan Allah, bukan untuk kembali pulang.

Maka diputuskan bahwa serangan dilanjutkan.

Kemudian dicoba dirumuskan kembali strategi serangan.

Serangan ke tembok Konstantinopel selama ini kurang berhasil, karena pasukan Konstantinopel terpusat di tembok tersebut, jika bisa dilakukan serangan di tempat lain, misalnya dari arah Golden Horn / Selat Bosporus, maka konsentrasi pasukan menjadi terpecah, dan serangan akan lebih berhasil.

Namun, untuk menuju Konstantinopel melalui Golden Horn, kapal terhalang rantai yang sangat besar dan kuat. Muhammad Al Fatih lalu memberikan strategi yang luar biasa, yaitu membawa kapal melalui daratan di sebelah utaranya, yaitu Galata. Dan caranya adalah kapal-kapal tersebut diangkat naik ke daratan, lalu diturunkan lagi setelah rantai besar itu terlalui. Dan yang lebih sulit lagi, Galata bukanlah daratan yang datar, melainkan sebuah perbukitan. Namun Muhammad Al Fatih tetap dengan rencananya, yaitu menaikkan seluruh kapal melalui perbukitan Galata sehingga sampai ke Konstantinopel dari sisi utara. Dan seluruh kapal tersebut berhasil dipindahkan dalam 1 malam saja. Subhanallah.

Ketika pasukan tiba dari utara, dan tampak oleh rakyat Konstantinopel, mereka mulai menyadari, bahwa inilah akhir dari Konstantinopel.

Dan dengan terpecahnya pasukan, tembok Konstantinopel pun berhasil dilubangi.

Tanggal 27 Mei 1453 Muhammad Al Fatih meminta seluruh serangan dihentikan. Tanggal 28 Mei 1453 seluruh pasukan diperintahkan untuk melakukan puasa sunnah. Tanggal 29 Mei 1453 penaklukan Konstantinopel pun terlaksana. Muhammad Al Fatih berusia 21 tahun saat itu.

Beliau memerintahkan agar penaklukan tetap berjalan sesuai syariat. Karena penaklukan tersebut semata-mata kehendak Allah, sehingga seluruh prosesnya harus berjalan sesuai syariat. Ketika sampai di Konstantinopel, Muhammad Al Fatih mengambil tanah Konstantinopel dan meletakkannya di atas kepalanya, menunjukkan bahwa beliau adalah manusia biasa.

Seluruh rakyat Konstantinopel saat itu ketakutan bahwa mereka akan dibantai. Karena pada saat yang hampir bersamaan waktu itu, muslim di Spanyol dikalahkan oleh Kristen, dan seluruh muslim dibantai hingga darah tergenang sampai mata kaki. Namun ternyata kekhawatiran mereka tidak beralasan. Muhammad Al Fatih menyatakan bahwa mereka semua bebas untuk meninggalkan Konstantinopel dengan aman. Dan jika akan tetap tinggal pun, akan dipastikan aman.

Gereja Aya Sophia pun diubah menjadi masjid. Seluruh patung-patung dan gambar-gambar dihilangkan. Dan mulai dikumandangkan adzan di waktu asar hari itu. Sampai saat ini Masjid Aya Sophia masih ada, namun berfungsi sebagai museum.

Kekuatan di masa itu adalah bahwa “they believe in what eyes can’t see.” Yaitu bisyarah, berita gembira dari Allah bahwa Konstantinopel akan ditaklukkan. Berbeda dengan kita saat ini yang hanya percaya dengan apa yang bisa kita lihat. 

Untuk mengetahui lebih detil lagi, sangat direkomendasikan untuk baca bukunya langsung yaitu Muhammad Al Fatih, tulisan Ustadz Felix Siauw. Insya Allah bisa menjadi pembawa semangat berjuang untuk Islam bagi kita dan anak-anak kita.

No comments: