Friday, August 15, 2014

Mempersiapkan Anak Menghadapi Akil Balig

Kajian Jum’at disampaikah oleh Ustadzah Fitri dari Sanggar Senyum yang juga seorang Kepala Sekolah SDIT.

Ustadzah Fitri sering menemui kasus bahwa anak remaja tidak siap untuk menjadi akil balig. Misalnya, belum memahami apa dan bagaimana itu haid, bagaimana membersihkan pembalut, takut dan malu diejek teman dan dimarahi orang tua ketika sudah akil balig.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua untuk mempersiapkan anak menghadapi akil balig :

1. Jaga komunikasi intensif

Komunikasi intensif harus dimulai sejak dini, dan semakin intensif ketika anak berusia 9 tahun. Lakukan komunikasi tentang hal apa saja, siapkan waktu khusus untuk masing-masing anak, agar dialog dapat berlangsung dengan lebih terbuka.

Dengan demikian akan terbangun trust, bahwa ayah dan ibu adalah orang yang tepat, yang akan menjadi sahabat jika ada masalah, yang dapat menjadi teman komunikasi yang “asik” menurut anak.

Jangan menunggu masalah baru memulai komunikasi, karena akan tertanam image bagi anak, bahwa ketika orang tua berkomunikasi artinya ada masalah, artinya akan dimarahi, diomeli, dan diberi nasihat.

Buat suasana yang menyenangkan untuk anak, agar anak merasa senang dan rileks, tidak ada rasa khawatir “mau diapain nih aku”.

2. Ketika ada masalah, sampaikan bahwa kita sebagai orang tua mereka adalah sahabat yang baik.

Sampaikan, bahwa referensi kita dapat menjadi referensi untuk anak. Sejak usia 9 tahun sudah bisa dimulai dialog tentang akil balig. Tanyakan apa yang sudah mereka ketahui tentang akil balig, jelaskan dan jawab pertanyaan yang diajukan anak. Jika ada pertanyaan yang belum bisa terjawab, mintalah waktu dan carilah informasi, kemudian berikan jawabannya.

Sampaikan bahwa orang tua perlu mengetahui masa penting anak, dan akil balig adalah salah satu masa penting anak. Minta anak untuk bertanya dan menyampaikan tentang akil balig pertama kali kepada orang tua, bukan kepada teman.

3. Ubah cara pandang

Sering kali kita membuat pernyataan kepada anak kita yang berusia 9-11 tahun “Nak, kok begitu sih, kamu kan sudah besar”. Padahal mereka bagaimana pun masih anak-anak, dan masih memerlukan referensi dari kita.

Dan justru semakin besar anak kita, maka sebenarnya mereka memerlukan perhatian yang lebih besar.

No comments: