Monday, September 26, 2016

Hijrah Secara Spiritual

Ceramah disampaikan oleh Ust. Hilman Rosyad Shihab, Lc

Ada 5 tahapan Hijrah Spiritual :

Pertama, berubah jadi tidak tahu menjadi tahu.
Hal ini dilakukan dengan terus mencari ilmu.

Kedua, berubah dari sekedar mengetahui menjadi memiliki niat untuk menjalankan.

Ketiga, berubah dari sekedar berniat menjadi benar-benar mengamalkan.

Keempat, berubah dari mengamalkan sekali-sekali menjadi merutinkan.

Ketika kita sudah memulai suatu amal, hendaklah kita rutinkan amal tersebut hingga akhir hayat kita.

Memang ada kisah tentang husnul khatimah dan su’ul khatimah yang cukup ekstrim. Yaitu seseorang yang seumur hidupnya selalu berbuat dosa, lalu suatu hari ia bertaubat, dan meninggal husnul khatimah. Atau ada juga seseorang yang selalu berbuat baik dalam hidupnya, meninggalkan semua maksiat, namun menjelang akhir hayatnya melakukan perbuatan dosa, dan ia meninggal su’ul khatimah.

Akan tetapi secara umum, perbuatan baik biasanya menghasilkan hal yang baik. Dan sebaliknya perbuatan buruk menghasilkan hal yang buruk.

Maka bila pernah melakukan perbuatan baik, lakukan terus. Bila dahulu menjadi aktivis masjid ketika pekerjaan masih belum terlalu sibuk, jangan tinggalkan walaupun sekarang sudah sibuk. Jika pernah tahajjud, pernah membaca Al Qur’an, pernah puasa sunnah, rutinkan, dawamkan.

Ada hadits yang mengatakan bahwa sebaik-baik amal adalah yang dilakukan secara kontinu walaupun sedikit. Dan hadits lain mengatakan bahwa seorang muslim bila hari ini sama dengan kemarin, maka ia rugi. Bila ia lebih baik dari  kemarin, maka ia beruntung. Bila ia lebih buruk dari hari kemarin, maka ia binasa.

Kelima, untuk menjaga rutinitas, maka dakwahkanlah.

Ustadz menceritakan bahwa di awal menjadi da’i, beliau masih merokok. Kemudian, dalam suatu pengajian, ada jamaah yang bertanya tentang rokok, sehingga Ustadz harus  menjelaskan dengan benar hukum rokok dalam Islam. Bagian dari takdir Allah, pertanyaan tentang rokok ini sering sekali diajukan di berbagai pengajian, sehingga menjadi cukup populer di Bandung kala itu. Dan akibatnya Ustadz bercanda bahwa beliau semakin kesulitan untuk mencari tempat untuk merokok. Sehingga suatu hari beliau memutuskan untuk berhenti merokok.

Maka dakwah akan menjaga kita agar bisa tetap konsisten.

Kelima tahapan hijrah ini harus kita lakukan secara terus menerus, mulai dari mencari ilmu, mengubahnya menjadi niat beramal, mengubah dari niat menjadi amal, merutinkan amal, dan mendakwahkannya.

Dakwah sebetulnya secara prinsipnya bersifat fardhu ain. Pada pundak setiap muslim terdapat kewajiban dakwah.


Model dan caranya, bersifat fardhu kifayah. Seorang da’i dengan berbicara kepada jamaah, seorang ayah dengan mencontohkan kepada anak-anaknya, dan lain-lain. 

Wednesday, August 31, 2016

Inspirasi Nabi Yusuf : Kiat Sukses Dunia Akhirat

Ceramah disampaikan oleh Ustadz Fahmi Salim, MA

Hikmah tentang Parenting, yaitu bagaimana Nabi Ya’qub mendidik anak-anaknya :

1.      Pola pengasuhan keluarga paling menentukan masa depan anak-anak.

2.      Peran Ayah lebih dominan dibandingkan dengan Ibu. Dalam Al Qur’an lebih banyak disampaikan peran Ayah sebagai pendidik dalam keluarga. Sehingga sebagai Ayah, jangan sampai seharian bekerja, ketika sampai di rumah juga masih disibukkan dengan gadget dan internet. Padahal samat banyak pelajaran yang harus disampaikan Ayah kepada anaknya.
Yusuf belajar kesabaran dari Ayahnya. Ayahnya menanamkan ketakwaan, akhlaq, menetapkan dalam hatinya rasa takut kepada Allah. Ketika digoda Zulaikha, Allah menampakkan wajah Ayahnya sehingga Yusuf tetap terjaga.

3.      Orang tua harus berlaku adil terhadap semua anaknya. Harus berhati-hati, jangan sampai melebihkan salah satu anak dibandingkan dengan yang lain.

Pelajaran tentang pakaian yang dipakai Nabi Yusuf :

1.      Pakaian yang disobek-sobek oleh saudaranya dan dilumuri darah palsu

2.      Pakaian yang sobek di belakang yang menunjukkan bahwa Zulaikha lah yang menggoda Yusuf

Kiat sukses dunia akhirat (QS 12:90)
1.      Takwa
2.      Sabar

Pelajaran dari Nabi Yusuf :

1.      Kesabaran
Dengan kesulitan yang banyak dan berat (diusir oleh saudaranya, dijual di pasar budak, dimasukkan ke penjara) beliau tetap memiliki kesabaran luar biasa.

2.      Melihat kebaikan dan keburukan sebagai ujian
Kehidupan Nabi Yusuf dilalui dengan kebaikan dan keburukan yang silih berganti. Dari menjadi anak kesayangan, berubah menjadi pengusiran saudara dan masuk ke sumur, berubah lagi menjadi anak angkat Perdana Menteri Mesir, berubah lagi menjadi masuk penjara, dan berubah lagi menjadi kebaikan setelah dapat menakwilkan mimpi.
Kehidupan tidak selalu konstan, ada naik turun. Semua adalah ujian untuk tingkat ketakwaan dan kesabaran kita. Kita harus tetap tunduk dan pasrah pada seluruh pengaturan Allah subhanahu wata’ala,  termasuk atas nasib kita.

Tidak pernah berputus asa ketika menerima keburukan, juga tidak perlu euphoria berlebihan ketika menerima kebaikan. Karena sesuatu yang lahiriahnya terlihat baik, bisa saja di dalamnya buruk, dan sesuatu yang kelihatannya buruk, ternyata di dalamnya baik.

3.      Jangan berputus asa (QS 12 ayat 87 dan 110)
Jangan seperti disebutkan pada surat Al Fajr, yaitu mereka yang menganggap kesulitan sebagai penghinaan dari Allah, dan harta yang banyak sebagai kemuliaan dari Allah.
Segala sesuatu yang Allah berikan, yang berupa kenikmatan maupun kesulitan, pada hakikatnya kedua-duanya adalah ujian.

Nabi Yusuf sukses di dunia dan akhirat :

1.      Standar sukses di dunia, beliau menjadi Perdana Menteri Mesir dengan sikap beliau yang hafizhun ‘alim, yaitu seorang yang amanah dan memiliki ilmu.

2.      Standar sukses di akhirat, berhasil melawatn hawa nafsu menghadapi ajakan dan rayuan berbuat zina.

Ibrah dari Surat Yusuf bagi Nabi Muhammad :

1.      Optimisme, harapan, tidak berputus asa.
Sesuai dengan kondisi Nabi Muhammad saat itu, yang sedang dalam tahun kesedihan setelah wafatnya Khadijah dan Abu Thalib (aamul huzni).
Surat Yusuf diturunkan untuk memompa semangat Nabi Muhammad, agar belajar dari Nabi Yusuf untuk tidak berputus asa. Nabi Yusuf mengalami ujian berat bertubi-tubi, dan melaluinya dengan kesabaran dan ketakwaan.
Surat Yusuf yang cukup panjang turun sekaligus. Surat lain yang juga turun sekaligus adalah surat Al An’am yang sangat berat, dibawa malaikat Jibril, diiringi 70 ribu malaikat.

2.      Nabi Yusuf diusir oleh saudaranya. Kelak Nabi Muhammad juga akan diusir oleh kaumnya, dan hijrah ke Madinah.

3.      Setelah kemenangan datang, Nabi Yusuf memaafkan saudaranya. Kelak Nabi Muhammad juga berlaku sama pada saat penaklukan Mekkah.

Ibrah bagi ummat Muhammad :
Saat ini kita sedang berada dalam era kemerosotan ummat. Kita jangan berputus asa dari rahmat Allah. Islam akan jaya bila umatnya berpegang Teguh pada ketakwaan dan kesabaran untuk menjemput kemenangan.

Hikmah lain dari Nabi Yusuf :

Beliau senantiasa rendah hati, dan mengembalikan semua kesuksesan sebagai anugerah Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana doa yang dipanjatkan beliau pada QS 12:101.

Monday, August 8, 2016

Ibu atau Karyawan?

Semua orang bisa berpendapat berbeda, dan melihat pendapat yang berbeda selalu ada yang memberikan komentar.. Seperti kisah seorang ayah dan anaknya serta keledai, yang akhirnya berganti-ganti formasi karena mendengarkan komentar orang lain..

Perlu dilihat juga siapa yang berkomentar. Kalau kapasitasnya kira-kira sebenarnya tidak layak, barangkali sebetulnya tidak perlu ditanggapi..

Tapi kalau yang komentar Ustadz atau Ustadzah, barangkali perlu tarik nafas dulu, dan menanggapi dengan kepala dingin, sambil introspeksi..

Secara rasional bener juga sih, lebih lama di kantor, 3 jam di rumah ketemu anak, 8 jam di kantor, artinya 2 kali lipat lebih di kantor, barangkali memang kita lebih layak disebut sebagai karyawan daripada ibu..

Tapi lebih jauh lagi, di kantor juga ngga full memikirkan kantor yah? Sebentar inget anak, apa lagi kalau sedang sakit, ada ujian.. Harus memastikan mbak-mbak dan supir melakukan a-z sesuai jadwal dan kualitas tertentu.. Harus sekali-sekali datang ke sekolah kalau ada parent teacher meeting.. Belum lagi kalau udah waktunya pengambilan raport dan wisuda, dan anaknya lebih dari 2, dengan jadwal yang berbeda-beda, ada yang di luar kota pula, dalam 2 minggu bisa berapa kali izin dan cuti..
Apakah juga layak disebut sebagai karyawan?

Akhirnya, bukan layak disebut ibu, istri, karyawan, dll dsb yang kita cari, apa lagi  sebutan itu hanya datang dari sesama manusia.. Tapi yang penting apakah Allah ridha dengan semua lelah juggling jungkir balik kita ini? Layakkah kita buat Dia? Akhirnya, itu aja yang penting..

Selanjutnya menanggapi soal kerja sebagai dokter.. Katanya sih memang yang paling baik itu perempuan bekerja sebagai sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat.. Kalau ngga salah ada 2 yang “sangat bisa diterima” dalam Islam, yaitu jadi guru dan dokter.. 

Ini juga yang dulu almarhum Kyai nya almarhum Bapak saya sampaikan waktu saya lulus kuliah, “perempuan itu jadi guru atau dokter, jangan di kantor-kantor yang pake benges segala itu”. Dulu saya pikir, tradisional banget ya, pekerjaan kok pilihannya cuma guru sama dokter. Tapi ternyata latar belakangnya itu tadi.. 

Jadi referensi bahwa Kyai Ahmad Dahlan membolehkan perempuan bekerja sebagai dokter, sebetulnya kemungkinan ngga bisa jadi justifikasi bahwa beliau membolehkan perempuan bekerja apa saja..

Terus kenapa saya masih kerja jadi karyawan? Jawabannya ada di bab yang lain.. 

Tuesday, May 24, 2016

Persiapan Amaliyah Ramadhan

Ceramah Dzuhur disampaikan oleh Ustadz Hilman Rosyad, dalam rangka persiapan Ramadhan 2 Senin mendatang.

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, namun karena ada kebiasaan  dan mindset yang keliru, kita menjadi sulit meraih keberkahan.Salah satunya adalah anggapan bahwa di bulan Ramadhan, yang penting adalah puasa, sehingga puasa dianggap sebagai hal yang paling utama.


Padahal puasa dapat dikatakan “tidak penting”, karena pada ayat puasa dijelaskan tentang kemudahan puasa. Dibandingkan dengan jihad, yang dijelaskan bahwa sulit, dengan ayat yang menyatakan bahwa boleh jadi ada hal yang kamu benci tetapi baik untukmu. Sedangkan pada ayat puasa dijelaskan bahwa Allah menginginkan hal yang mudah dan bukan yang sulit, dan setelah itu dipermudah lagi dengan boleh berbuka bila sakit dan safar.

Padahal pahala suatu ibadah bergantung kepada tingkat kesulitan dari ibadah tersebut. Misalnya yang sering disebutkan bahwa amal terbaik adalah walaupun tidak besar tetapi konsisten. Amalan ini diberikan pahala besar karena sulit.

Untuk puasa, hampir tidak ada hadits yang menyatakan tentang pahala puasa. Ada yang menyebutkan puasa sebagai perisai. Balasan yang dijelaskan adalah lapar dan dahaga. Hadits lain menyatakan bahwa semua amalan, pahalanya bagi manusia, khusus untuk puasa, Allah yang memberikan pahala, namun tidak dijelaskan bentuk pahalanya. Maka puasa untuk Allah.

Namun fokus pada puasa tamat 30 hari justru tidak menjamin diperolehnya rahmat, maghfirah, pembebasan dari api neraka, terbelenggunya syaitan, dan terbukanya pintu surga.

Yang penting dalam bulan Ramadhan justru 10 hal berikut :
1. Mengakhirkan sahur
2. Menyegerakan berbuka
3. Shalat malam
4. Tilawah quran
5. Memperbanyak dzikir doa
6. Melaksanakan zakat, infaq, shadaqah
7. Memperbanyak amal soleh ibadah lain (selain no. 1-6)
8. Meninggalkan hal yang mubah yang tidak bermanfaat
9. Hadir di masjid untuk I’tikaf
10. Mencari lailatul qadr


Berkaitan dengan meninggalkan hal yang mubah namun tidak bermanfaat, maka terlebih lagi hal yang makruh dan yang haram. Maka bila di malam Ramadhan seseorang merokok, puasa ramadahan siang harinya menjadi batal. Dan 1 Syawal pun, bila merokok, maka seluruh puasa yang lalu menjadi batal. Maka puasa nanti saja di akhirat, cari tempat yang banyak api, karena dalam kisah tentang surga tidak pernah dijelaskan tentang api.

10 hal inilah yang akan mendatangkan keberkahan, rahmat, maghfirah, pembebasan dari api neraka, terbelenggunya syaitan, dan terbukanya pintu surga.Dapat dikatakan, lupakan puasa karena tidak penting. Puasa memang wajib dan 10 hal tersebut sunnah, namun lebih penting.


Yang pertama adalah mengakhirkan sahur.

Sahur artinya adalah bangun di 1/3 akhir malam. Sahur bukan berarti makan. Dan dalam sahur ada keberkahan, yaitu kebaikan berkelanjutan. Makan sebetulnya tidak perlu. Untuk anak kos yang tidak ada makanan pun, bangunlah untuk keberkahan itu. Bila tidak ada makanan, minumlah sekedar seteguk. Seteguk minuman sebenarnya sangat tidak sebanding bila dibandingkan dengan sepiring nasi lengkap. Namun sama-sama memperoleh keberkahan.


Bila bangun sahur, walaupun hanya dengan seteguk air, siangnya terasa tidak begitu lapar, baru asar terasa lapar. Berbeda dengan mereka yang tidak sahur karena malamnya makan terlalu kenyang, biasanya jam 10 sudah merasa lapar, apa lagi bila makanannya kurang tepat, malah bisa sakit perut dan akhirnya tidak sampai maghrib.

Jangan pernah ragu dengan kekuasaan Allah, bangunlah dulu di waktu sahur sesuai perintah Allah, insya Allah nanti akan datang solusi dari Allah. Bisa saja untuk anak kos yang tidak punya makanan di rumahnya, lalu berjalan ke masjid menjelang subuh, ternyata diajak sahur oleh tetangga yang sedang sahur. Atau bisa minum air putih saja, bila perlu minum air dari kamar mandi, insya Allah aman dan berkah.

Kedua, ta’jilul ifthar, yaitu mempercepat berbuka.

Di Indonesia ada kebiasaan bahwa ketika adzan maghrib dilakukan ta’jil dulu, kemudian berbuka setelah maghrib. Mempercepat berbuka bukan berarti berbuka sebelum maghrib, atau untuk orang di Jakarta berbuka di waktu maghrib Jayapura. Dan tidak dibolehkan berbuka diakhirkan hingga menjelang isya. Syiah berbuka di waktu Isya.


Bagaimana yang dicontohkan Rasulullah?
Rasulullah berbuka dengan 3 butir kurma dilanjutkan dengan air bening. Lalu Rasulullah shalat Maghrib, kemudian menunggu waktu Isya, lalu shalat Isya. Setelah itu qiyamullail, dan baru makan lagi di waktu sahur.

Berbeda sekali dengan kebiasaan kita, yang setelah maghrib makan kenyang, sehingga tarawih menjadi kurang fokus. Setelah tarawih pun masih makan lagi. Jadi puasa pada akhirnya hanya memindahkan waktu makan dari siang ke malam. Dan secara ekonomi di bulan Ramadhan , demand akan makanan justru meningkat, dan pasar menjadi sangat ramai.

Padahal yang disunnahkan adalah di malam hari seharusnya tetap lapar seperti siang, walaupun dihalalkan untuk makan dan minum. Cukup seperlunya saja.

Ketiga, Qiyamullail, atau shalat malam.
Secara definisi, qiyamullail adalah rangkaian shalat sunnah 2 rakaat 2 rakaat antara bada isya dan sebelum subuh yang disempurnakan dengan 1 kali witir.

Tarawih adalah salah 1 cara qiyamullail, dan secara definisi, tidak ada batas rakaat dari qiyamullail.


Namun bagaimana dengan hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan shalat tidak lebih dari 11 rakaat, dengan 4, 4, 3. Hadits ini tidak berhenti di situ, namun masih ada lanjutannya, yaitu, jangan ditanyakan panjang dan indah bacaannya.

Sehingga Aisyah bertanya (kurang lebih), “Wahai Rasulullah, bukankah Allah sudah mengampuni dosamu yang lampau dan yang akan datang? Mengapa engkau harus begitu lelah melakukan qiyamullail?” Rasulullah menjawab (kurang lebih), “Tidakkah boleh menjadi hamba yang bersyukur?”

Maka nilai qiyamullail bergantung pada kelelahan mengerjakannya, karena panjangnya bacaan.

Ibnu Abbas pernah menggambarkan qiyamullail Rasulullah, yaitu ruku sepanjang berdiri, sujud pertama sepanjang ruku, sujud kedua sepanjang sujud pertama. Bila masing-masing 5 menit, maka 1 rakaat 20 menit, untuk 11 rakaat menjadi 220 menit, atau lebih dari 2 jam. Mau

Maka di masa Umar bin Khattab, tarawih dipimpin oleh Ubay bin Kaab, untuk mengupayakan panjangnya shalat seperti Rasulullah, 8 rakaat dibagi menjadi 20 rakaat dengan 10 kali istirahat, ditambah dengan witir. 10 kali istirahat dalam bahasa Arab disebut “rahatan ba’da raha” yang disingkat menjadi tarawih. Di masa selanjutnya, dipecah lagi menjadi 40 rakaat dengan 3 witir.

Untuk ruku yang panjang, dapat membaca tasbih dan doa. Untuk berdiri membaca Al Qur’an, bisa dengan membawa mushaf. Bila mushaf dirasa terlalu jauh, dapat didekatkan dengan maju mendekati mushaf ketika berdiri, kemudian mundur ketika ruku dan sujud. Lebih baik lagi bila menambah hafalan Al Qur’an.


Shalat maju mundur diperbolehkan karena Rasulullah pernah shalat di atas batang pohon ketika berdiri agar terlihat oleh jamaah, dan kemudian mundur untuk turun ke lantai ketika ruku dan sujud, dan kembali naik ke batang pohon ketika berdiri. 

Wednesday, May 18, 2016

Amaliyah di bulan Syaban

Ceramah dzuhur disampaikan oleh Ustadz Ade Purnama, Lc.


Rasulullah berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Di bulan lain, Rasulullah paling banyak berpuasa adalah di bulan Sya’ban. Disebut sebagai berpuasa di bulan Sya’ban, tetapi tidak disebut sebagai Puasa Sya’ban.


Amaliyah di bulan Sya’ban ada 4 yaitu :

Pertama, menyebarkan salam.

Pengertian harfiah adalah membudayakan untuk mengucapkan salam. Yaitu dari yang muda kepada yang lebih tua, yang naik kendaraan kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak. Bagi yang berpapasan, yang mengucapkan salam lebih dahulu lebih baik.
Salam tidak diperbolehkan diucapkan kepada orang kafir.

Dalam pengertian yang lebih luas, yaitu menyebarkan Islam yang damai, ramah bukan marah. Agar masyarakat tertarik dengan tampilan keislaman kita. Jangan sampai kita dikenal sebagai orang yang rajin ke masjid, taat beribadah, aktivis Islam, tetapi orang takut pada kita. Jenggot adalah sunnah, tetapi keramahan wajib. Celana cingkrang sunnah, tetapi berbuat baik kepada tetangga wajib.


Salah satu sahabat yang sebelumnya beragama Yahudi, Abdullah bin Salam, masuk Islam karena melihat tampilan Rasulullah. Diawali dengan rasa penasaran, mengapa seluruh masyarakat Yatsrib suatu hari berbaris menyambut Rasulullah. Ia pun mengintip dari balik sebuah pohon kurma. Tibalah  Rasulullah di batas kota, disambut dengan thala’al badru alayna.


Ustadz berpindah sebentar ke topik di Indonesia. Islam adalah sebuah sistem lengkap yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk politik. Maka seharusnya ustadz diperbolehkan bicara tentang politik di masjid.

Kembali ke kisah tadi. Ia lalu melihat Rasulullah tersenyum, ia pun jatuh hati. Kemudian setelah itu Rasulullah menyampaikan sebuah kalimat yang paling indah yang pernah ia dengar, “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah kedamaian, kepedulian, sambungkanlah tali silaturahim, bangunlah di malam hari, niscaya kalian akan masuk surga dengan sejahtera.” Maka orang Yahudi itu masuk Islam dan menggunakan nama Abdullah bin Salam.


Kedua, kepedulian sosial.

Ada hadits yang menyatakan bahwa tidak beriman seseorang bila ia tidur kenyang sementara tetangganya kelaparan. Dalam surat Al Ma’un Allah berfirman bahwa mereka yang tidak peduli dengan anak yatim dan orang miskin, termasuk sebagai orang yang mendustakan agama. Bila ditelusuri lebih lanjut, peringatan tersebut adalah untuk uang kita sendiri, yang kita peroleh dengan cara yang halal, itu pun termasuk sebagai mendustakan agama bila tidak digunakan untuk kepedulian kepada anak yatim dan fakir miskin. Bagaimana lagi situasinya bila uang tersebut hasil korupsi, apa lagi bila hasil korupsi dari hak fakir miskin.


Kita harus memiliki kepedulian, karena tangan yang memberi lebih baik daripada tangan yang menerima. Kita sering merasa bahagia bila memperoleh sesuatu. Seharusnya kita merasa bahagia ketika memberi. Bila ada One Day One Juz, seharusnya ada One Day One Shadaqah. Awali hari dengan shadaqah. Karena ada hadits yang mengatakan, tidaklah berlalu suatu pagi kecuali ada 2 malaikat yang berdoa. Yang pertama berdoa untuk orang yang berinfaq hari ini, berikan ganti. Yang lain berdoa untuk orang yang tidak berinfaq hari ini, berikan kehancuran. Besarnya terserah. Besar ikhlas lebih baik daripada kecil ngedumel. Dapat diberikan ke tetangga. Bila tidak ada tetangga yang kurang mampu, dapat diberikan ke kotak infaq pertama di masjid.


Kebaikan kepada binatang pun Allah perhitungkan. Apa lagi kebaikan pada manusia. Apa lagi sebagai pemimpin. Di masa Umar bin Khattab, beliau pernah berkata bahwa bila ada keledai terjatuh di San’a karena jalanan yang rusak, maka Umar akan ditanya mengapa jalan tidak diperbaiki.

Saat ini di Indonesia bukan hanya manusia yang terjatuh, tetapi tanah rakyat digusur. Daerah Luarbatang yang dahulu dibeli oleh para habib digusur, dan rakyat hidup di atas perahu. Hal ini sangat tidak sesuai dengan kemanusiaan.

Jangan pernah menganggap enteng kebajikan, bahkan dengan sebutir kurma. Bila memasak, perbanyak kuahnya agar bisa dibagikan kepada tetangga.

Ketiga, menyambung silaturahmi.

Prioritasnya adalah kepada keluarga dan saudara yang memiliki hubungan darah. Berbuat baik kepada saudara memiliki dua nilai yaitu kebajikan dan silaturahim. Seseorang tidak akan sampai kepada kebaikan sejati, sebelum dapat menginfakkan apa yang dicintai.


Pernah seorang sahabat memiliki sebuah kebun kurma yang luar biasa di dekat Masjid Nabawi. 1 pohon kurma dapat menghasilkan 5 kuintal kurma, yang harganya bisa sampai 80 ribu real per kg. Di kebunnya itu terdapat sekitar 100 pohon. Kemudian sahabat ini mewakafkan kebun kurma itu, dan menyampaikan hal ini  kepada Rasulullah. Rasulullah menjawab, “Aduh, mengapa tak kau berikan kepada si fulan dan si fulan?”, yang keduanya adalah keponakannya yang miskin. Karena bila diberikan kepada saudara, akan memperoleh dua nilai yaitu nilai infaq yang tetap, dan kedua nilai silaturahim.


Ada dua yang diutamakan yaitu orang tua dan kerabat. Bila ada keponakan yang yatim, maka harus diurus, karena infaq sekaligus silaturahim.

Istri bekerja mendapatkan 2 pahala, yaitu shadaqah dan silaturahim, dengan syarat ada izin dari suami, dan hasilnya mutlak milik istri. Suami bekerja hanya mendapatkan 1 pahala, karena suami wajib mencari nafkah.

Baik dengan teman, baik dengan saudara. Ada saudara yang menjadi kurang suka kepada kita karena kita kurang peduli, walaupun kita tidak mengganggu. Tradisi membawa uang kecil ketika Idul Fitri juga bagian dari menjaga silaturahim. Barangkali ada saudara yang tadinya berbeda visi politik, menjadi tertarik dengan kita.

Seringkali ada sesama tetangga, sesama jamaah masjid, yang tidak saling bertegur sapa dan membentuk kelompok-kelompok yang terpisah. Padahal kita membutuhkan persatuan dari seluruh komponen Islam, karena kelompok komunis dan kafir sudah makin berani.

Keempat, bangun di malam hari ketika semua orang sedang tidur.

Yaitu untuk shalat tahajud, karena bila seseorang melaksanakan shalat tahajud, tentunya shalat fardhu-nya sudah baik. Shalat tahajud minimal witir, jumlah rakaat tidak penting, yang penting panjang rakaatnya. Bila belum terlalu banyak hafalan, dapat melakukan shalat sambil membawa mushaf. Ada mushaf khusus untuk qiyam dan tahajud yang bisa digunakan.

Tuesday, May 17, 2016

Islam di India

Ceramah Dzuhur disampaikan oleh Ustadz DR. Muqaddam Cholil, MA. 
India saat ini memiliki 1 miliar penduduk, 174 jt di antaranya muslim.

Rasulullah pernah bersabda tentang India dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
Dari Abu Hurairah, Kekasih Rasulullah yang jujur berkata akan ada umat ini ke Sin dan Hin.
Sin adalah India dan Hin adalah India ke Timur termasuk Indonesia yg disebut sebagai Hindia Belanda.

Penaklukan India dimulai sejak Khalifah Utsman dan Ali, sampai dengan Khalifah Muhallad dengan Panglima Perang Al Walid bin Abdul Malik, oleh pasukan yg dipimpin oleh Muhammad bin Qasim.

Kejayaan Islam di India terbagi menjadi 4 tahap :
1. Sebelum Mongol, ada 2  periode
2. Mongol
3. Inggris
4. Sampai sekarang


Pada masa sebelum Mongol, penaklukan India dipimpin oleh Muhammad Bin Qasim yang saat itu berusia 18 tahun. Beliau diutus oleh Hajjad bin Yusuf, Gubernur Timur Bani Umayyah, dengan pasukan terdiri dari kekuatan Darat dan Laut, menyerang Ibukota Debul (sekarang Karachi).

Penaklukan diawali dengan perdagangan laut Islam ke Sri Lanka, yang dalam perjalanan dirampok oleh orang Sin yang masih musyrik. Masyarakat  Sin ini didukung oleh Raja, dan mereka menolak melepaskan pedagang muslim yang dirampok tersebut. Maka dikirimkanlah Muhammad bin Qasim, melawan tentara India sejumlah 10 ribu orang dengan pasukan gajah dan pemanah.


Siasat yang digunakan saat itu adalah melihat tradisi umat Hindu yang mengagungkan bendera besar yang diletakkan di atas kuil, yang di dalamnya ada patung yang disucikan. Maka bendera itu yang dihancurkan dahulu, sehingga mental umat Hindu menjadi takut dan mudah dikalahkan. Muhammad bin Qasim berhasil menaklukkan kota di India satu demi satu, dan mulai membangun masjid dan memenangkan 11 pertempuran.

Kisah Muhammad bin Qasim ini masyhur di Pakistan, sebagaimana Thariq bin Ziyad yang menaklukkan Spanyol ataupun Sa’ad bin Abi Waqash yang menaklukkan Persia.

Kekuasaan Islam di India sampai ke Kashmir di zaman Bani Umayyah yaitu Al Walid bin Abdul Malik, tahun 711.

Penaklukan ke 2 dimulai dari India tengah, oleh Sultan Mahmud Ghasnawi dari Afghanistan,  yaitu di New Delhi dan Punjab, dan berkuasi sampai tahun 1051. Menakulukkam dan mengislamkan kota-kota di India, melanjutkan dinasti sampai raja Lodi. Kekuasaan mulai dari Asia Barat sampai New Delhi.

Selanjutnya adalah Mongol Islam, yaitu periode ketiga keemasan Islam di India. 

Tahun 1000 sampai dengan 1700 saat berkuasanya Turki Utsmani, Raja Mongol, dan Islam di Nusantara.

Mongol di India diawali oleh Babur tahun 1526, mengalahkan Lodi. Wilayah kekuasaannya meliputi Bangladesh, India, dan  Pakistan saat ini. Babur adalah keturunan Timurleng, ayahnya adalah anak ketiga dari Timurleng, dan ibunya keturunan Jengis Kahn. Berasal dari negeri Farkana di Samarkhand.  
Rasululah pernah menyampaikan kepada Abu Thalib, “Wahai Pamanku ucapkan Laailaha ilallah, maka kaummu akan mengikutimu.” Secara luas dapat bermakna bahwa mereka yang berpegang teguh pada tauhid, akan menjadi penguasa yang hebat.

Di masa lalu bangsa Mongol adalah bangsa yang tidak mengenal kasih sayang. Namun kekuasaan mereka hanya berlangsung singkat, yaitu 2 generasi. Ketika generasi ketiga masuk Islam, generasi non muslim tidak berkembang, hanya sampai Timurleng. Generasi selanjutnya yang berkembang adalah generasi yang muslim.

Tahun 1526, Babur meraih kemenangan di Punjab dan Delhi, maka berdirilah Mongol India. Saat itu Indonesia berada pada masa Kerajaan Demak dengan Sultan Trenggono. Di masa itu dibangun istana-istana yang Indah dari marmer, dan berjayalah raja-raja India sampai Punjab dan Lahore. Sampai tahun 1837-1858  masa Bahadursyah  yang akhirnya kalah melawan Inggris dan diasingkan ke Burma.


Di antara faktor kesuksesan Islam di India adalah :

Pertama, adanya pemerintahan dan raja kuat, baik dari sisi ide, pendirian, maupun keyakinan. Pemerintahan yang lemah hanya akan bertahan sebentar saja.

Kedua, politik toleransi antara Islam dan Hindu, serta masyarakat India dan non India. Saat itu sebetulnya jumlah muslim minoritas, tetapi toleransi terbangun dengan baik. Rakyat puas dan sejahtera.

Ketiga, prajurit yang tangguh dengan patriotisme tinggi. Diawali oleh pasukan dari Persia keturunan Timurleng yang suka perang, sebagaimana juga orang Arab yang suka perang saudara, ketika dipoles dengan akidah, maka menjadi pasukan yang kuat.

Keempat, mencintai ilmu pengetahuan dengan membangun masjid, dunia keilmuan, dan sastra.

Sultan yang pernah berkuasa antara lain Sultan Akbar Agung, dilanjutkan dengan Sultan Nuruddin pada tahun 1605, serta Shah Jihan yang merupakan seorang yang ahli agama dan mencintai ilmu, yang membangun Taj Mahal.

Kemajuan budaya Islam  selama 4 abad , meliputi Kabul, Lahore, dan Alhabad. Sudah dilakukan kerja sama ekonomi dengan Eropa yang pada tahun 1500 1600 baru keluar dari zaman kegelapan. Ekonomi berkembang baik di pedesaan maupun antar benua.

Kejayaan Islam dapat dilihat pada peninggalan berupa masjid, istana, dan perpustakaan. Baik di India, Mesir, maupun Turki. Perpustakaan India pada tahun 1641 memiliki 20 ribu buku. Di dekat masjid dibangun sebuah sekolah tinggi. Arsitektur berkembang sangat baik. Red Fort adalah istana yang dilindungi oleh benteng.

Taj Mahal dibangun pada tahun 1531-1553, selama 22 tahun, untuk Mumtaz Mahal, di tepi sungai Yamuna, dikerjakan oleh 20 ribu pekerja, termasuk dari Turki dan Persia. Istana ini dibangun oleh Shah Jihan, sebagai janji kepada istrinya yang wafat setelah melahirkan anak ke-14. Shah Jihan mengenal Mumtaz Mahal yang merupakan keturunan Persia, ketika Mumtaz berusia 12 tahun, dan dinikahi ketika berusia 16 tahun. Ia selalu menyertai Shah Jihan ke penugasan ke mana pun. Taj Mahal dibangun setinggi 60 meter, terbuat dari marmer, dengan lapisan emas, perak, dan berlian. Di dalam istana ada makam Mumtaz Mahal dan juga Shah Jihan, di tepinya adalah masjid.

Bangunan lain adalah Kutub Minar, yang merupakan menara icon New Delhi setinggi 73 meter berhias Al Qur’an, dibangun pada tahun 1192, sebelum masa Mongol. Ada pula Shalimar Garden yang indah seperti gambaran surga.

Kelemahan dan keruntuhan Islam di India, dimulai ketika orang Inggris mulai datang untuk berdagang, dan melakukan provokasi kepada orang India yang kemudian ingin merdeka dari Islam dan memberontak. Kemudian perusahan dagang tersebut diambil alih negara, sebagaimana VOC Belanda di Indonesia.


Semua umat ada ajalnya. Bila sudah tiba ajalnya, tidak bisa maju atau mundur. Bila tidak konsisten dengan komitmen, akan diganti oleh umat yang lain.


Dalam Al Qur’an disebutkan, adalah sebagian orang yang ketika diajak menginfakkan harta, ada kekikiran dalam dirinya. Maka bila ingin membangun peradaban yang hebat, jadilah masyarakat yang dermawan, baik dalam hal harta maupun dalam hal lainnya. 

Wednesday, May 11, 2016

Kisah Mush’ab bin Umair dan Usaid bin Hudhair

Ceramah Dzuhur ini lanjutan Sirah dari Kitab Al Bidayah Wan Nihayah , disampaikan oleh Ustadz Agung Waspodo, S.E, MPP.

Saya tidak datang dari awal, dan kisah ini sangat detil, mudah-mudahan tidak banyak kesalahan dalam pencatatan yang saya buat.

Kisah sampai ketika Sa’ad bin Muadz sedang berbicara kepada Usaid bin Hudhair, membicarakan Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah yang akan mengajak kaum Bani Dzofr untuk menjadi muslim.

Sa’ad bin Muadz menyampaikan kepada Usaid bin Hudhair bahwa Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah akan membodohi kaum yang lemah di antara kaumnya.

Dari kalimat tersebut tampak hasutan dari Sa’ad bin Mu’adz yang langsung memposisikan dan membangun persepsi bahwa Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah akan membodohi orang-orang yang lemah di antara kaumnya. Dalam pernyataan tersebut sebenarnya terkandung kekhawatiran bahwa kalau kaumnya mengerti tentang Islam, mereka akan meninggalkan sesembahan mereka selama ini.
Sa’ad bin Mu’adz menyarankan pada Usaid bin Hudhair untuk menahan Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah agar tidak masuk kebun mereka.

Sa’ad bin Mu’adz tidak melakukannya sendiri, karena ia masih memiliki kekerabatan dengan As'ad bin Zurarah, yaitu anak dari bibinya. Sa’ad bin Mu’adz berkata ia berharap tidak memiliki ayah, agar tidak kehilangan argumentasi dengan As’ad bin Zurarah.

Dari kejadian ini, ada hikmah yang dapat dipelajari dari strategi yang dilakukan Mush’ab bin Umair yaitu dakwah dilakukan dari seseorang yang dikenal kepada orang lain yang dikenal. Dakwah mengenal kekerabatan.

Rasulullah dalam berdakwah di Mekkah senantiasa mengajak Abu Bakar Ash Shiddiq, karena beliau menguasai  dan hafal silsilah penduduk Mekkah. Orang yang memahami silsilah adalah orang yang diutamakan di masa itu.

Saat ini dakwah dilakukan di tempat umum, di masjid-masjid, di kantor-kantor, maka sebenarnya ada elemen dakwah yang hilang yaitu dakwah dalam keluarga. Pengajian keluarga seharusnya menjadi sarana dakwah yang sangat efektif. Cara ini yang digunakan Rasulullah sebelum hijrah.

Islam secara logis dan manfaat dapat diterima. Apabila disampaikan oleh seseorang yang dikenal, apa lagi memiliki posisi yang dihormati, maka Islam akan lebih mudah diterima. Bila seorang kepala suku masuk Islam, maka seluruh anggota sukunya akan masuk Islam.

Menjadi evaluasi bagi kita yang sudah mengikuti banyak pengajian, untuk mempercepat, memperluas dan meneruskan dakwah ke keluarga kita masing-masing. Agar dakwah tidak terbatas pada da’I dan mad’u yang tidak saling mengenal.

Kembali ke kisah tadi, Usaid bin Hudhair lalu mengambil tombaknya, menunjukkan keseriusannya, dan mendatangi Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah.

Melihat kejadian tersebut, As’ad bin Zurarah berkata kepada Mush’ab bin Umair, “Saya lihat dari jauh kepala suku datang, sebaiknya engkau mengatakan apa adanya.”

Ini adalah kebijaksanaan dari As’ad bin Zurarah, yang mengetahui pentingnya posisi Usaid bin Hudhair, maka posisi yang paling baik untuk menghadapinya adalah mengatakan apa adanya.

Terhadap saran tersebut, Mush’ab bin Umair menjawab, “Bila ia bisa diajak duduk, maka saya akan mengajaknya bicara.”

Hal ini menunjukkan hikmah menghadapi orang marah, yaitu mengajak duduk, agar amarahnya mereda, baru kemudian diajak bicara.

Kondisi Usaid bin Hudhair saat itu marah karena hasutan dari Sa’ad bin Mu’adz, sehingga padanya ada pemikiran negatif terhadap Mush’ab bin Umair.

Maka ketika Usaid bin Hudhair tiba di depan Mush’ab bin Umair, ia berhenti dan berkata to the point berupa pendakwaan, “Bukankah kalian datang akan membodohi orang-orang lemah di antara kaum kami?”

Pendakwaan ini sama persis dengan apa yang disampaikan Sa’ad bin Mu’adz pada Usaid bin Hudhair.
Usaid bin Hudhair lalu melanjutkan, “Menjauhlah, kami tidak memiliki keperluan apa pun pada kalian.”

Tanggapan Mush’ab bin Umair menunjukkan hikmah bagaimana menghadapi orang yang marah, yaitu Mush’ab bin Umair diam, tidak menyela, dan membiarkan Usaid bin Hudhair selesai berbicara.

Kemudian Mush’ab bin Umair menjawab, “Mengapa engkau tidak duduk dan mendengarkan?”

Ini adalah hikmah dalam menghadapi kemarahan, tidak membalas dengan kemarahan. Hal ini di luar ekspektasi dari Usaid bin Hudhair, yang saat itu sedang marah, yang mengharapkan balasan yang juga berupa kemarahan, agar dapat dilanjutkan dengan perkelahian.

Mush’ab bin Umair melanjutkan, “Kalau engkau suka dengan yang aku sampaikan, maka engkau dapat menerimanya. Kalau engkau benci, paling tidak engkau sudah menahan diri dari hal yang akan engkau sesali.”

Kita ketahui bahwa selanjutnya Usaid bin Hudhair adalah salah satu penghulu Madinah, salah satu dari 12 orang yang mengikuti Baiatul Aqabah kedua. Namun saat itu Mush’ab bin Umair tentunya belum mengetahui hal tersebut.

Namun kemampuan Mush’ab bin Umair sebagai pilihan Rasulullah dan dengan pertolongan Allah diuji dalam kejadian ini.

Usaid bin Hudhair lalu menjawab, “Orang ini sudah melakukan sesuatu yang adil.”

Dalam hal ini logika chaos berhasil ditundukkan.

Usaid bin Hudhair menancapkan tombaknya, dan ini adalah kemenangan pertama bagi Mush’ab bin Umair.

Hikmah dari kejadian ini, bila menghadapi seseorang yang sedang marah, jangan merespon dengan yang semisal.

Dari kisah-kisah detil saini banyak hikmah untuk dakwah di masa sekarang. Baik dakwah kepada orang yang belum mengenal Islam ataupun yang muslim tetapi masih jahil, dalam arti masih belum memahami Islam secara baik.

Bila kisah hanya disampaikan sebagai fakta sejarah, maka hikmah-hikmah ini tidak tertangkap.
Selanjutnya Usaid bin Hudhair duduk.

Mush’ab bin Umair pun melakukan dakwah person to person pada Usaid bin Hudhair, menjelaskan Islam, dan membacakan Al Qur’an.

Dan kemudian Allah yahdi mayyasyaa’, memberikan petunjuk bagi yang Allah kehendaki. Mush’ab bin Umair sebagai fasilitator saja, bersama dengan As’ad bin Zurarah.

Selanjutkan disebutkan bahwa, “Kami melihat, demi Allah, Usaid menjadi ramah, sebagai orang yang baru mendengar ayat Allah.”

Selama ini kebanyakan orang sudah mendengar tentang Islam, tetapi dari orang-orang bukan Islam, dan menyatakan bahwa Muhammad adalah orang gila atau penyihir.

Hikmah dari hal ini, bila kita mendengar suatu berita, hendaklah kita mencari tahu kebenarannya.
Selanjutnya disampaikan bahwa : “Dari Usaid bin Hudhair terpancar mata berbinar dan wajah yang memerah.”

Lalu Usaid bin Hudhair berkata, “Aku belum pernah bertemu dengan perkataan seindah ini. Bagaimana bila seseorang dari kalian mau masuk ke dalam ad-diin ini?”

Perkataan Usaid bin Hudhair ini menunjukkan kecerdasan dan hidayah dari Allah. Usaid bin Hudhair dapat melihat bahwa yang dijelaskan oleh Mush’ab bin Umair adalah sebuah sistem.

Dalam dakwah sering kali ada rasa ragu-ragu, biasanya itu adalah dari hasutan syaitan.

Mush’ab bin Umair lalu menyampaikan kepada Usaid bin Hudhair agar mandi, bersuci, membersihkan pakaian, melakukan syahadat dengan benar, lalu melakukan shalat.

Seorang ustadz di Papua, Abdullah Gharamatan juga melakukan hal yang mirip dengan ini. Dalam dakwah ke pedalaman Papua, bekal yang dibawa adalah sabun dan sampo, karena masyarakat suku pedalaman ini tidak pernah mandi.

Lalu beliau mengajak mereka mandi di sungai atau di danau, mengajarkan untuk membersihkan diri. Lalu keesokan harinya ditanya apakah mereka menyukainya, apakah bisa tidur dengan nyenyak? Biasanya sambutannya positif, dan kemudian beliau melanjutkan untuk mengajarkan untuk wudhu, shalat, dan seterusnya.

Hikmah dari membersihkan pakaian adalah membersihkan diri dari nafkah yang kotor, rezeki yang tidak halal. Baju dilepas dan dicuci. Sehingga suci hati dan diri, termasuk pakaian yang bersih. Muslim harus mengurus dirinya sendiri.

Selanjutnya Usaid bin Hudair berkata, yang menunjukkan bahwa setelah menikmati indahnya Islam, ia tidak menikmatinya hanya untuk diri sendiri.

Usaid bin Hudhair berkata, “Di belakang ku ada seseorang yang jika dia bisa mengikuti kalian berdua, 
maka tidak ada satu pun dari sukunya yg tertinggal.”

Seperti inilah seharusnya mental kita semua sebagai da’i. Berinisiatif sendiri untuk menjadi da’i. Ia berubah dari seseorang yang mendakwahkan kebatilan menjadi pendakwah kebenarn.

Seseorang jangan merasa puas dengan pengalaman.

Usaid bin Hudhair langsung menjadi da’i, berdakwah ke Sa'ad bin Muadz.

Seharusnya begitu pula dengan kita. Mengapa kita tidak menyampaikan apa yang sudah kita terima? Sampaikanlah walaupun satu ayat, seharusnya menjadi prinsip yang kita implementasikan. Sering kali kita beralasan bahwa ilmu belum lengkap, perlu untuk dicek atau diresmikan dulu oleh Ustadz tertentu. Tidak demikian dengan dakwah di masa Rasulullah.

Tentunya saat itu Usaid bin Hudhair baru sedikit sekali belajar Islam, dan wahyu pun masih terus turun. Namun Usaid bin Hudhair tetap langsung berperan sebagai da’i.

Usaid bin Hudhair pun mencabut tombaknya, mendatangi kembali Sa'ad bin Muadz, yang tidak menyangka bahwa Usaid bin Hudhair telah berbalik 180% dibandingkan ketika pergi tadi.


Dalam kisah selanjutnya, Sa’ad bin Muadz dijebak oleh Usaid bin Hudair untuk menuju kebaikan dan menjadi muslim, dan juga menjadi salah satu penghulu kaum Anshar.

Thursday, February 25, 2016

Memaafkan 70x Sehari (3)

Ada kalanya ketika seseorang tidak bisa memaafkan sehingga tidak sabar atau bahkan sampai marah atas suatu situasi, pembenaran yang disampaikan adalah : “Tidakkah saya memang berhak untuk marah?”

Yang perlu diubah dari paradigma ini adalah bahwa barangkali memang benar, bahwa kita berhak untuk marah, dan bahwa kejadian itu tidak bisa dimaafkan. 

Dengan alasan bahwa pihak lain memang melakukan kesalahan, dan bahwa pihak lain itu memang perlu diingatkan secara keras agar tidak mengulangi kesalahan tersebut. Atau bahwa memang kesalahan yang dilakukan adalah sesuatu yang fatal.

Tapi justru di sinilah letak ujiannya. Apakah kita akan menjalankan hak itu, atau menahannya dan mendapatkan surga sesuai janji  Allah? Mana yang lebih berharga untuk kita, memperoleh hak tersebut di dunia, yang dari seluruh kehidupan kita di dunia pun tidak sampai 10% nilainya, dan bahkan bila dibandingkan dengan nilai di akhirat nanti, seluruh kehidupan kita di dunia pun hanya bernilai seperti sebuah pagi yang berlalu?


Semoga Allah berikan kesempatan untuk berpikir sejenak, untuk segera sabar dan memaafkan, dan tidak jadi untuk marah. 

Wednesday, February 24, 2016

Memaafkan 70 Kali Sehari (2)

Tulisan ini berdasarkan Ceramah Dzuhur yang disampaikan oleh Ust. Ahmad Syaikhu yaitu "Telaah Kitab Hadis Sunan At Tirmidzi".

Pembahasan mengenai hadits tentang ciri-ciri Rasulullah, yang diriwayatkan salah satunya oleh Anas bin Malik, yang merupakan pelayan beliau. Dari Anas bin Malik ada hikmah tentang akhlak Rasulullah terhadap pelayan.  

Anas bin Malik adalah anak dari Ummu Sulaim. Ummu Sulaim hidup sendirian, dan beliau menyatakan kepada Rasulullah bahwa tidak punya apa-apa lagi, maka beliau menyerahkan Anas agar berkhidmat kepada Rasulullah.

Usia Anas bin Malik saat itu 10 tahun, dan beliau menjadi pelayan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selama 10 tahun.

Dan Anas menyatakan bahwa selama menjadi pelayan, tidak pernah Rasulullah sekali pun berkata “kenapa kau tidak melakukan ini” untuk hal yang tidak ia lakukan, dan tidak pernah berkata “kenapa kau lakukan ini” untuk hal yang ia lakukan.

Padahal bila dibayangkan, Rasulullah dilayani oleh seorang anak berusia 10 tahun, tetapi Rasulullah menerima bagaimanapun bentuk pelayanan yang diberikan.

Dalam riwayat yang lain, Aisyah radhiyallahu anha pernah bertanya kepada Rasulullah, “Berapa kali aku harus memaafkan pelayan?” Rasulullah menjawab, “70 kali dalam sehari”.

Artinya, untuk pelayan kita, kita harus mempunyai stok maaf 70 kali dalam sehari, apa lagi untuk anak kita dan pasangan kita.


Ustadz menjelaskan lebih lanjut, pelayan tentunya mempunyai tingkat pendidikan yang jauh di bawah kita, dengan banyak sekali keterbatasan, maka memang diperlukan kesabaran kita menghadapi mereka. 

Memaafkan 70 Kali Sehari (1)

Mengapa harus memaafkan 70 kali dalam sehari?

Karena yang sempurna hanya Allah. 

Maka tentunya manusia adalah tempatnya kesalahan.

Apa lagi bila manusia itu adalah pasangan kita. Yang memiliki latar belakang yang berbeda dengan kita, sifat yang berbeda dengan kita, cara berpikir yang berbeda dengan kita.

Apa lagi bila manusia itu adalah anak kita. Yang memang masih dalam perkembangan. Masih banyak yang harus dipelajari. Masih banyak yang harus diketahui.


Apa lagi bila manusia itu adalah pelayan kita. Yang memiliki tingkat pendidikan jauh di bawah kita. Yang sebelumnya tidak tinggal di kota. Yang sebelumnya belum pernah menggunakan peralatan modern.

Apa lagi untuk orang lain yang kita berjumpa di jalan. Yang kita tidak mengetahui apa yang dipikirkannya. Yang mereka juga tidak mengetahui apa yang kita pikirkan.

Kepada pelayan, Rasulullah menasehatkan untuk Aisyah, agar memaafkan 70 kali dalam sehari. Apa lagi untuk pasangan kita, apa lagi untuk anak kita. 

Ayo memaafkan, 70 kali sehari, untuk setiap orang yang kita temui.