Thursday, September 17, 2015

Bagaimana Qurban untuk Keluarga?

Catatan ini dari Kajian yang disampaikan oleh Ust. Ahmad Bisyri, MA, tentang beberapa pertanyaan seputar qurban, yang saya bagi-bagi menjadi beberapa topik.

Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah berqurban 1 kambing untuk keluarganya.

Yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, dan anak yang belum berpenghasilan.

Tidak termasuk dalam keluarga : orang tua, kakak, adik, dan anak yang sudah berkeluarga.

Berqurban dilakukan atas nama kepala keluarga, bukan atas nama anak dan istri. Jumlah qurban boleh lebih dari 1, boleh sejumlah anggota keluarga, namun tetap seluruhnya atas nama kepala keluarga.


Dibolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal, karena dibolehkan bersedekah untuk orang yang sudah meninggal. Maka caranya adalah beli hewan qurban atas nama orang yang sudah meninggal tersebut, sehingga qurban dilaksanakan atas nama almarhum. 

Adakah Kaitan Qurban dengan Aqiqah?

Catatan ini dari Kajian yang disampaikan oleh Ust. Ahmad Bisyri, MA, tentang beberapa pertanyaan seputar qurban, yang saya bagi-bagi menjadi beberapa topik.

Di masyarakat ada yang mengaitkan qurban dengan aqiqah. Dikatakan bahwa seseorang tidak boleh berqurban bila belum aqiqah.

Bila kita bertemu dengan orang yang menjelaskan seperti ini, mintalah buku yang menjadi referensinya, karena sebetulnya tidak ada dalilnya.

Tidak ada hubungan antara aqiqah dan qurban, aqiqah dan qurban memiliki dalil dan waktu pelaksanaan yang berbeda. 

Dapatkah Patungan / Urunan untuk Berqurban?

Catatan ini dari Kajian yang disampaikan oleh Ust. Ahmad Bisyri, MA, tentang beberapa pertanyaan seputar qurban, yang saya bagi-bagi menjadi beberapa topik. 

Saat ini ada mekanisme patungan untuk membeli hewan qurban, baik kambing ataupun sapi. Hal ini sering dilakukan di sekolah-sekolah dan kelompok pengajian.

Ibadah qurban ada standardisasi dan  pengaturan khusus. Maka tidak bisa merujuk ke aturan umum “semampunya”.

Dalam hadits HR Ahmad dari Abu Hurairah disebutkan bahwa, “Yang punya keluasan rezeki tetapi tidak berqurban, maka sama saja ia tidak shalat.”

Secara eksplisit yang disebutkan adalah “jangan dekati jamaah shalat”, namun arti yang dimaksud adalah “sama saja seperti tidak shalat”, karena kewajiban qurban sama tingkatnya seperti kewajiban shalat. Karena untuk masyarakat saat sekarang yang sehari-hari memang lebih memilih untuk tidak mengikuti shalat berjamaah, penggunaan istilah “jangan dekati jamaah shalat” malah menjadi pembenaran untuk tidak shalat berjamaah.

Hitungan “kemampuan” untuk melaksanakan qurban, adalah memiliki uang sebesar harga minimal 1 hewan qurban pada hari Idul Adha dan tasryik. Bila harga minimal hewan qurban tahun ini Rp 2jt, jika kita memiliki dana sebesar 2jt pada hari Idul Adha dan tasyrik, maka kita terkena kewajiban qurban.
Bila kita patungan 100rb atau 50rb untuk membeli 1 kambing atau 1 sapi, maka biaya yang kita keluarkan adalah 100rb, yang sebetulnya belum seharga kambing atau sapi, tapi baru seharga ayam atau itik, yang bukan termasuk hewan qurban.

Maka urunan sebetulnya bukan qurban, karena persyaratannya tidak dipenuhi.

Bila memang tidak mampu untuk membeli hewan qurban, maka tidak diwajibkan untuk berqurban, dan sudah diwakili oleh  Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Bila akan urunan, sebutkan bahwa untuk membeli kambing atau sapi, jangan disebutkan untuk qurban. Karena di sana tidak ada pahala qurban.

Ibadah tidak bisa dilakukan tanpa dalil.

Maka perlu dicari solusi untuk di sekolah-sekolah, yang biasanya menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk mengajarkan anak-anak berqurban. Karena membeli kambing dengan urunan tidak termasuk qurban, maka sebetulnya tujuan pengajaran berqurban tidak tercapai, yang tercapai adalah tujuan untuk melatih anak menjadi dermawan.

Solusi alternatif pertama, adalah guru melaksanakan qurban, dan disaksikan oleh murid-murid, kemudian diberikan penjelasan.


Solusi kedua, membuat tabungan qurban, yaitu anak-anak menabung sampai dalam setahun cukup untuk berqurban. Dengan cara ini anak-anak belajar menabung dan berqurban. 

Apa Hakikat Qurban?

Catatan ini dari Kajian yang disampaikan oleh Ust. Ahmad Bisyri, MA, tentang beberapa pertanyaan seputar qurban, yang saya bagi-bagi menjadi beberapa topik.

Dari iklan dan sosialisasi yang disampaikan oleh penyelenggara qurban, sebagian masyarakat berpandangan bahwa hakikat qurban adalah berbagi.

Bila merujuk ke Al Hajj 36, Allah berfirman :
Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syi'ar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri. Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.

Maka dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa hewan-hewan yang Allah ciptakan adalah media ibadah. Hakikat ibadahnya sebagaimana yang disampaikan selanjutnya dalam ayat tersebut, yaitu dengan menyebutkan keagungan Allah pada saat penyembelihan.

Setelah itu dijelaskan bahwa pequrban dapat memakan hewan qurbannya.
Dan baru setelah itu penjelasan tentang pembagian kepada orang lain. Dalam ayat tersebut dikatakan “orang lain”, bukan “orang miskin”.

Selanjutnya dalam ayat tersebut disampaikan bahwa pembagian kepada yang tidak meminta ataupun tidak meminta, artinya baik kepada orang yang mampu (kaya) ataupun yang miskin.

Syariat qurban dalam pembagian tidak sama dengan syariat zakat.

Bila hakikat qurban adalah membagi daging, maka kita tidak perlu membeli hewan hidup. Cukup membeli daging, atau bahkan kornet, sosis, ataupun bakso, dan kemudian membagikannya.

Dalam hadits disebutkan bahwa “Tidak ada pekerjaan yang paling dicintai Allah dari hamba-Nya pada hari Nahar (Idul Adha dan tasyrik) selain menumpahkan darah (menyembelih hewan qurban)”.

Maka tidak perlu transfer untuk ke pelosok, tidak perlu ada alasan bahwa bahwa di kota besar sudah banyak daging dan yang lebih afdhal adalah mengirimkan ke pelosok.

Hakikat berqurban adalah melakukan penyembelihan, dan yang menyembelih adalah pequrban-nya.

Rasulullah di Madinah selama 13 tahun, dan syariat qurban diturunkan pada tahun ke-3 di Madinah. Maka selama 10 tahun Rasulullah berqurban dan melakukan sendiri penyembelihan hewan qurban beliau.

Ada orang yang mengatakan bahwa tidak tega atau takut untuk melakukan penyembelihan.
Bila tidak tega, mari kita kembali kepada syariat awal qurban yaitu diturunkan kepada Nabi Ibrahim, yang diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri, yaitu Ismail. Pada saat itu beliau tetap melaksanakan perintah Allah itu. Bila dibandingkan dengan kondisi Nabi Ibrahim tersebut, maka menyembelih hewan qurban seharusnya jauh lebih mudah.

Maka rasa tidak tega itu sebenarnya gangguan syaitan. Karena qurban adalah ibadah, maka memang syaitan ikut mengganggu.

Perlu dipelajari lebih lanjut, apa yang menyebabkan tidak tega? Apakah dipandang bahwa pequrban melakukan penyiksaan, pembantaian, atau perbuatan keji pada hewan qurban?

Allah mewajibkan manusia untuk berbuat ihsan. Ihsan bukan berarti tidak menyembelih hewan qurban ataupun tidak membunuh musuh yang menyerang Islam. Tetapi menyembelih dan membunuh dengan ihsan.

Ihsan dalam menyembelih antara lain menajamkan mata pisau.

Dalam sebuah penelitian yang membandingkan rasa sakit yang dialami oleh hewan yang sedang disembelih, satu hewan diberikan obat bius sebelum disembelih, yang satu lagi disembelih tanpa dibius, ternyata yang dibius terlebih dahulu malah yang lebih merasa sakit.

Ajaran dari Rasulullah kita harus ikuti dan yakini kebenarannya, namun bila ada hasil penelitian akan lebih menambah keyakinan.

Peran panitia qurban adalah memfasilitasi, dengan memanggil satu per satu pequrban sesuai dengan kambing yang sudah dipesan, dan mempersilakan pequrban menyembelih sendiri qurbannya.

Ustadz juga seharusnya tidak mewakili menyembelihkan, tetapi jelaskan bahwa seharusnya pequrban menyembelih sendiri hewan qurbannya.

Dan yang diperintahkan untuk menyembelih qurban adalah laki-laki (kepala keluarga), bukan perempuan. Maka seharusnya secara psikologis laki-laki tidak takut. 

Berbagi daging qurban pada hakikatnya adalah sedekah biasa.

Menyembelih qurban lah yang berbeda pahalanya jika dilaksanakan pada Idul Adha, dengan hitungan sebanyak bulu pada hewan qurban. 

Wednesday, September 2, 2015

Ceramah Pengantar Haji : Haji dan Kedisiplinan, Etos Kerja dan Produktivitas

Ceramah disampaikan oleh Ustadz Amir Faishol Fath. 

Dalam Islam segala hal sudah diatur dengan sangat jelas.

Visi adalah Lailaha ilallah muhammadur rasulullah, yaitu siap ikut Allah dan siap mencontoh Rasulullah.

Misi adalah rukun islam, rukun iman, serta ihsan dalam berislam dan beriman.

Penjabarannya dalam fiqih thaharah, ibadah, muamalah, dan daulah.

Tidak cukup bila muslim hanya shalat saja. Aturan masuk kamar mandi ada dalam Islam dengan sangat detil, yaitu masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan. Tidak ada agama lain yang mengatur hingga sedetil itu.

Dan bila ada aturan untuk hal-hal kecil, maka mustahil tidak ada aturan untuk hal-hal yang besar. Islam adalah agama peradaban yang juga mengatur perekonomian dan negara. Rasulullah pemimpin agama sekaligus juga memimpin pasar dan menegur pelaku pasar yang berlaku curang sebagaimana dalam surat Al Muthaffifin,  juga menjadi pemimpin diplomasi yang berunding dengan pemimpin negara lain.

Semua ibadah ada hubungannya dengan kehidupan.

Shalat, inna shalata tanha anil fahsya’i wal munkar, sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan kerji dan munkar.
Zakat, ambillan harta mereka sebagai zakat untuk mensucikan jiwa dari bakhil, kikir, dan sombong terhadap harta, serta ketergantungan terhadap benda.
Puasa, la’allakum tattaquun, menjadi orang yang bertakwa, karena bila seseorang mampu mengendalikan nafsu dari hal yang halal, tidak mungkin tidak dapat mengendalikan nafsu dari hal yang haram.
Haji, menghindar dari rafats, fusuq, dan jidal. Seorang haji tidak akan berkata kotor, atasan tidak akan merendahkan bawahan, suami tidak akan merendahkan istri. Tidak akan berkata jidal yang sia-sia, bermanfaat dari setiap bagiannya seperti pohon kurma.

Dalam Islam sudah diatur program dari program harian berupa shalat wajib, ditambah dengan shalat nawafil (shalat sunnah). Bila shalat nawafil bagus, maka hal ini merupakan indikasi kondisi iman yang baik.
Dalam seminggu, hari-hari ditandai dengan angka yaitu dari Ahad (1) sampai Khamsa (5), dilanjutkan dengan Jum’at dan Sabtu. Hari Senin dan  Kamis adalah hari dilaporkannya amal ke langit. 
Dalam sebulan, ada ayyamul bidh untuk berpuasa 3 hari setiap bulannya.
Dalam setahun ada bulan Ramadhan.
Dalam seumur hidup ada haji.

Sesuai tema, yaitu haji dalam kaitannya dengan kedisiplinan, etos kerja, dan produktivitas.

Haji pada dasarnya adalah ibadah yang disederhanakan.
Bila dalam shalat wajib ada bacaan, misalnya Al Fatihah, dalam haji tidak ada kewajiban atau rukun berupa bacaan.

Pertama, Haji dan Kedisiplinan

Haji mewajibkan jamaah untuk benar-benar mengikuti Allah sesuai waktu yang ditetapkan.
Tanggal 8 Dzulhijjah ke Mina, tanggal 9 wukuf di Arafah, malamnya mabit di Musdalifah, selanjutnya 3 hari melontar jumrah dan mabit di Mina.
Untuk wukuf harus di Arafah. Ada satu masjid di Arafah namanya masjid Namirah, separuh masuk wilayah Arafah, separuh lagi bukan Arafah. Maka di waktu wukuf, jamaah haji harus berada di wilayah Arafah.

Bila dibandingkan dengan shalat, shalat boleh dilakukan di mana saja, asalkan ketika shalat tidak bergerak ke mana-mana (kecuali dalam kondisi khusus perjalanan).
Haji ditentukan tempatnya, sehingga diperlukan biaya. Bila ingin haji, harus berkorban, karena tidak ada cinta tanpa pengorbanan.
Haji adalah pengorbanan harta, pikiran, waktu dan perasaan.

Ada beberapa godaan saat wukuf di Arafah. Setelah makan siang sebenarnya wukuf belum selesai. Sebaiknya kembali ke tenda dan meneruskan berdoa lagi. Jangan sampai kehabisan doa, jangan sampai bosan berdoa, karena Allah juga tidak bosan mendengar doa. Buku doa sebetulnya tidak wajib dibaca. Saat wukuf hindarkan menghabiskan waktu dengan narsis dan selfie.

Saat sa’i jangan berdzikir dengan bernyanyi, berdzikirlah dengan khusyu.

Untuk thawaf sebetulnya tidak ada doa wajib. Salah satu yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
Putaran pertama : bertasbih dilanjutkan dengan doa untuk diri sendiri, karena kita banyak dosa, berdoalah seperti curhat kepada Allah, bermuhasabah atas segala yang sudah kita lakukan.
Putaran kedua : berdoa untuk istri, suami, dan anak.
Putaran ketiga : berdoa untuk ayah ibu.
Putaran keempat : berdoa untuk kakek, nenek, buyut, yang sudah membesarkan ayah, ibu, dan kakek, nenek kita.
Putaran kelima : berdoa untuk umat Islam, agar disatukan, tidak terpecah belah, bersatu dan berdaya.
Di putaran kelima ini bacakan juga doa titipan teman-teman. Doakan juga teman-teman walaupun tidak menitipkan doa. Karena nanti di akhirat yang akan ditanya seseorang pertama kali adalah di mana teman-teman yang dulu di dunia bersama.
Putaran keenam : berdoa untuk Indonesia agar dihadirkan pemimpin yang baik dan berkah, membawa keberkahan dan ketenangan bagi masyarakt.
Seperti peribahasa Madura, “Nak, ambillah bintang, kalaupun tak sampai, sejatuh-jatuhnya sampai di bulan.”


Putaran ketujuh : kembali berdoa untuk diri sendiri.

Thawaf cukup di dalam lingkungan Masjidil Haram, tidak perlu melebar sampai ke mal-mal di luar Masjidil Haram.

Sunnah selama di Makkah adalah memperbanyak thawaf. Kita bisa meniatkan thawaf untuk orang tua. Minimal sehari 6 kali thawaf.

Kedua, Haji dan Membangun Etos Kerja

Dalam bahasa Arab, etos kerja dapat disebut sebagai tahqiqul ijtihad.
Etos kerja dapat dilakukan bila ada target yang jelas, dan target tersebut diturunkan sampai tingkat yang dapat dilaksanakan.

Dalam ibadah haji, dianjurkan untuk memiliki target sampingan, seperti khatam Al Qur’an 1 kali, atau 2 kali, atau bahkan 3 kali.


Selama di Makkah perbanyak thawab, sempatkan i’tikaf dari dzuhur sampai isya.
Banyak jamaah yang sebelum haji melakukan umrah berkali-kali sampai kelelahan dan sakit ketika haji. Padahal hal ini tidak harus dilakukan.

3. Kaitan Haji dengan Produktivitas

Dalam bahasa Arab disebut sebagai tahqiqul ajrul azhim, menggapai ganjaran besar.

Ada dua jenis Karyawan :
1.      Pasif, yang menunggu perintah, yang biasanya tidak bisa dibanggakan.
2.      Produktif, berpikir bagaimana membesarkan perusahaan.

Dalam mentaati Allah, juga ada dua jenis manusia :
1.      Pasif, menunggu diperintah, dan melakukan dengan malas.
2.      Produktif, merasa dikontrol Allah.

Dalam Haji manusia merasa dikontrol oleh Allah. Haji adalah ibadah berpindah dari tempat ke tempat. Dari rumah ke bandara, miqat berganti pakaian, ke Makkah, thawaf 2 rakaat, sai, tahallul. Tanggal 8 berganti pakaian, ke Mina tunggu wukuf, shalat qashar tepat waktu. Tanggal 10 subuh ke Arafah, wukuf, shalat zhuhur, shalat maghrib. Matahari terbenam ke Musdalifah mabit tidur sampai subuh. Kembali ke Mina untuk jumrah aqabah. Sebaiknya tidak ke Makkah, karena bila macet bisa jadi tidak ke Mina. Tanggal 11 di Mina, tanggal 12 melempar jumrah.


Jumrah itu bukan syaitan, batu kecil dilemparkan dengan mengucapkan Bismillahi Allahu Akbar, sambil di dalam hati tanamkan permusuhan abadi dengan syaitan.