Tadi malam saya menghadapi kondisi yang lumayan kompleks. Kalau kata anak saya yang paling kecil, kom-pe-lek-s :-)
Coba sedikit dibayangkan dulu ilustrasinya ya :-)
Saya pulang dari kantor, untungnya dengan supir, jadi nggak secapek kalau nyetir sendiri sih, tapi tetep aja capek.
Jadi saya pulang kantor, dari kantor sekitar jam 17.45. Dari kantor saya ke rumah, biasanya ditempuh dalam waktu 45 menit, maksimal 1 jam deh. Hari itu, 2 jam! Itu pun sudah dengan mencari jalan-jalan tikus dan melambung menghindari simpul-simpul macet.
Sampai di rumah, langsung mandi, solat, makan, lalu bergabung dengan anak-anak di kamarnya.
Dan ketiga anak saya langsung semuanya menyerbu.
Yang paling kecil minta menyusu, dua yang besar minta dibantu membuat PR. Plus ada teman sesama ibu, tanya juga tentang PR anaknya lewat BBM.
Saya yang prosesornya baru saja kepanasan, overload karena kelamaan kena macet plus cari rute jalan tikus, lalu diminta multitasking menyusui sambil menjelaskan 2 PR, mulai meletup-letup.
Anak-anak saya, yang perasaannya memang sensitif seperti mamanya, hehe, langsung mengkeret. Dan karena mereka anak baik, mereka nggak ngambek. Hanya lalu menjauh.
Sedikit penyesalan muncul. Tapi berhubung prosesor masih panas, kalah tuh penyesalan. Ya udahlah, mau gimana lagi. Memang capek, boleh dong marah dikit. Nobody's perfect.
Sampai tadi pagi. Ketika dalam perjalanan ke kantor, suasana tenang, saya memikirkan kembali yang terjadi kemarin.
Seharusnya saya amat sangat patut bersyukur. Dan dalam syukur itu seharusnya tidak ada ruang untuk kesal, apa lagi marah.
Anak-anak datang menyerbu bukankah artinya anak-anak senang dekat dengan kita? Ini modal yang sangat penting untuk tumbuh kembangnya terutama di masa-masa kritis nanti.
Anak-anak datang bertanya tentang PR-nya bukankah berarti mereka anak-anak yang rajin, yang sedang berusaha yang terbaik menyelesaikan tugasnya? Daripada mereka yang harus dipaksa-paksa untuk membuat PR? Bukankah itu artinya mereka anak-anak yang bertanggung jawab? Itu juga adalah modal untuk mereka di masa depan.
Dan bahwa mereka bisa membuat PR, bisa bertanya, bisa menyerbu kita, itu artinya mereka sehat wal afiat, tak kurang suatu apa.
Memikirkan itu semua, penyesalan yang tadi malam hanya sedikit, langsung berubah menjadi setinggi bukit. Dan saya bertekad untuk memperbaikinya malam nanti. Secapek apa pun, saya harus tersenyum, dan meladeni anak-anak saya, semuanya :-)