Kemarin anak saya yang kelas 3 dan 5 SD ada acara menginap di sekolah.
Saya selalu sangat gembira menyambut acara ini. Anak-anak belajar mandiri dan mengelola berbagai keperluannya sendiri. Hidup bersama teman dan guru, terpisah dari orang tua yang senantiasa membantu.
Dan yang paling saya suka adalah mereka belajar hidup dalam lingkungan yang tertata secara Islam. Shalat pada waktunya secara berjamaah dan shalat tahajjud.
Dalam beberapa kali acara mabit ini, saya kemungkinan termasuk ibu yang paling cuek. Saya lepaskan mereka pagi hari di rumah berangkat dengan supir, dengan segala perlengkapan menginap. Lalu saya jemput lagi keesokan paginya.
Sedangkan ibu-ibu lain terlihat cukup heboh, mengkhawatirkan bagaimana nanti mereka mandi, apakah mereka memakai baju tangan panjang ketika kegiatan malam, apakah boleh ditengok sesering mungkin, dan sebagainya, dan sebagainya :-)
Sedangkan "intervensi" saya yang paling jauh adalah mengirimkan SMS kepada guru, memastikan anak saya baik-baik saja. Saya belum pernah sampai menengok mereka di sekolah, apa lagi sampai beberapa kali dalam semalam.
Namun itu bukan berarti saya tidak sayang, tidak peduli dengan keadaan anak-anak saya. Justru saya menyayangi mereka dengan memberikan kepercayaan. Saya percaya bahwa mereka bisa mandiri, bahwa mereka bisa mengatur diri sendiri, bisa memutuskan mana yang terbaik untuk mereka dalam skala menginap semalam.
Dan bagi saya, persoalan-persoalan yang dihadapi justru merupakan latihan bagi mereka menghadapi hidup. Bahwa segala sesuatu tidak selalu berjalan mulus.
Bahwa antri untuk mandi memang kadang-kadang terjadi, dan harus dinikmati. Bahwa baju-baju kotor harus dilipat dan dimasukkan ke plastik agar tidak mengotori baju bersih. Bahwa handuk basah harus dipisah dengan baju kering. Bahwa tidur di lantai di ruangan ber-AC itu dingin, dan mereka harus menggunakan kantong tidurnya. Bahwa walaupun ada teman yang berisik, kita harus mencoba untuk tidur.
Bagi saya menginap semalam ini adalah tahap persiapan untuk kemandirian berikutnya. Menginap bermalam-malam, kos, atau sekolah di pesantren. Dan itu tidak lama lagi. Jika dimulai di SMA, untuk anak saya yang kelas 5 SD, artinya 4 tahun lagi. Jika dimulai ketika kuliah, artinya 7 tahun lagi.
Dan finalnya, hidup mandiri selamanya. Juga tidak lama lagi, 12 tahun lagi saja.
Maka, ayolah Ibu, kuatlah. Lepaskan anakmu. Agar dia menjadi manusia yang mandiri, bisa menyelesaikan persoalannya sendiri.
Kita berpacu dengan waktu. Jangan biarkan rasa sayang kita justru menjadi belenggu bagi kemandirian mereka. Kita tidak mungkin akan bisa mendampingi mereka selamanya. Dan juga dalam kondisi yang belum bisa sama sekali kita bayangkan.
Kuatlah Ibu, agar anakmu menjadi manusia yang kuat.
No comments:
Post a Comment