Mumpung masih di sekitar waktu Idul Fitri, walaupun sudah terlewat. Masyarakat Indonesia punya kebiasaan saling mengirimkan hadiah di saat Idul Fitri. Dari ceramah Dzuhur di kantor kemarin, berikut beberapa aturan dalam Islam tentang memberi dan menerima hadiah. Semoga bermanfaat ya :-)
Merujuk kepada hadits, maka memberikan hadiah untuk tujuan kebaikan adalah suatu hal yang disunnahkan. Dari saling memberi hadiah, akan lahir rasa saling menyayangi. Rasulullah sendiri sering menerima hadiah, dan beliau senantiasa membalas pemberian hadiah.
Dengan demikian, bagi mereka yang diberi hadiah, maka sebaiknya menerima hadiah tersebut, dan jangan menolaknya. Kecuali jika ada alasan yang jelas untuk menolaknya. Hal ini akan dibahas lagi di akhir tulisan nanti. Dan untuk menghargai hadiah yang diberikan, kita sebaiknya memelihara dan menjaga hadiah tersebut dengan baik.
Kemudian, apakah boleh kita mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan?
Berdasarkan hadits, maka hal ini sama sekali tidak dibolehkan. Sebagian ulama menyebut haram, sebagian lagi menyebut makruh. Dalam hadits Rasulullah bersabda, "Mereka yang mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan, adalah seperti anjing yang muntah, dan memakan kembali muntahannya." Dari perumpamaan yang sedemikian buruk, maka tindakan mengambil kembali hadiah adalah hal yang harus kita hindari.
Tapi, hal ini dikecualikan untuk pemberian hadiah dari orang tua kepada anaknya. Orang tua berhak mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan kepada anaknya. Misalnya, karena orang tua membutuhkan kembali hadiah/uang tersebut, atau orang tua menarik kembali hadiah karena ada protes dari anak lain yang tidak mendapatkan hadiah.
Khusus untuk pemberian hadiah kepada anak-anak oleh orang tuanya, Islam mengatur bahwa pemberian hadiah harus sama bagi seluruh anak, baik laki-laki maupun perempuan. Rasulullah pernah diminta untuk menjadi saksi pemberian dari orang tua kepada salah satu anaknya saja, Rasulullah menolak karena anak yang lain tidak menerima hadiah yang sama.
Yang dekat hubungannya dengan hadiah, adalah hibah.
Dalam Islam, definisi hibah adalah akad memberi faedah kepemilikan, tanpa syarat, tanpa ada balasan, masih hidup, halal hayati, hukum sunnah.
Hibah tidak boleh bersyarat. Jika ada syarat, misalnya hibah bisa diambil setelah pemilik meninggal dunia, maka bukan menjadi hibah lagi, melainkan wasiat. Sedangkan wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris.
Rukun hibah :
- 2 orang berakad, yang memberi nerima (tidak boleh pemberi sudah wafat atau penerima masih dalam kandungan)
- Ada sighat hibah, sehingga harus jelas, apakah benar-benar hibah
- Ada barang yang akan dihibahkan
Sunnah : Ada saksi
Syarat pemberi :
- pemberi hibah merupakan pemilik barang
- pemberi memiliki kelayakan sebagai pemberi hibah, bukan anak-anak, gila, atau bodoh
Syarat sighat
- ijab segera dijawab dgn kabul
- tidak terikat syarat
- tidak terikat waktu
Barang yang dihibahkan harus segera pindah tangan. Jika barang tersebut belum berpindah tangan, masih dapat dibatalkan pemberiannya oleh pemberi hibah. Dalam hal hibah berupa tanah, tandai dengan patok atau pagar.
Beberapa hal lain tentang pemberian hadiah antara lain istri dapat memberikan hadiah dari harta dia, tanpa izin suami. Jika dikhawatirkan akan terjadi conflict of interest di kemudian hari, maka dibolehkan menolak hadiah. Pejabat negara tidak boleh menerima hadiah. Dibolehkan memberi dan menerima hadiah dengan non muslim.
Phewww.. panjang juga yah :-) Demikian, semoga bermanfaat :-)
No comments:
Post a Comment