Mari kita bayangkan dua orang ini. Si A dan si B.
Si A adalah orang yang memang sulit untuk berkomitmen. Serba santai. Sulit untuk berdisiplin. Sulit untuk melakukan segala sesuatu yang sudah disepakati. Aktivitas dilakukan tanpa rencana, sesuai kehendak, dan sering kali ditambah dengan sifat pelupa.
Sedangkan si B adalah orang yang disiplin dan teratur, semua kegiatan terencana, dengan daya ingat yang kuat.
Jika mereka bertemu dalam suatu urusan, maka kemungkinan besar akan terjadi konflik :-)
Seperti yang saya alami sekarang :-)
Saya beri ilustrasinya ya, dengan kasus dan orang yang berbeda tentunya :-)
Misalnya si A, yang meminjam barang kepunyaan si B, toples misalnya. Si B meminjamkan satu toples yang terbaik, dengan catatan agar dikembalikan keesokan harinya, karena toples itu akan digunakan oleh Ibunya untuk acara arisan.
Di hari yang dijanjikan, ternyata si A tidak datang mengembalikan, si B menghubungi pun tidak ada jawaban.
Si B sangat kesal dengan kondisi ini, karena rencananya berantakan.
Bagi saya sendiri, rasanya seperti mau meledak :-) Tapiiii, percuma meledak, yang hancur malah kita sendiri :-) Hidup terlalu penting untuk dikacaukan hanya oleh masalah sekecil itu :-)
Kembali ke si B, show must go on. Untuk Ibunya, akhirnya dia berikan toples lain. Yang harus dicamkan adalah, bahwa memang tidak selalu segalanya berjalan dengan sempurna :-)
Lalu bagaimana sebaiknya di kemudian hari?
Yang juga harus dicatat adalah, kita bisa mencoba untuk mengubah diri sendiri. Tapi sangat sulit bagi kita untuk mengubah orang lain.
Jika kita pada posisi sebagai si B yang tertib menghadapi si A yang santai, sepertinya lebih baik mencoba untuk mengerti, tentunya (mudah-mudahan) ada alasan yang tepat sehingga dia tidak bisa memegang komitmennya. Kalaupun tidak ada alasan yang tepat, karena memang sudah ”dari sononya” sifat si A, maka justru kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan sifatnya.
Kembali ke contoh kasus toples tadi, kita diberikan saja toples lain, yang memang tidak direncanakan untuk digunakan segera. Sepertinya ini yang paling aman :-) Tapi akhirnya tidak ada pembelajaran bagi si A.
Alternatif yang lebih baik adalah, kita memberikan jadwal yang lebih ketat. Jika kita memerlukan toples itu di hari Jumat, minta ke A agar mengembalikan di hari Rabu, agar masih ada kesempatan jika dia terlambat mengembalikan. Ada baiknya kita jelaskan, mengapa kita perlukan pada hari Rabu, agar A bisa memahami kondisinya.
Jika kita adalah si A yang kurang terorganisir, ada baiknya kita mulai memperbaiki diri. Dalam banyak hal, komitmen kita sangat diharapkan oleh orang lain. Dan komitmen ini menjadi ukuran orang lain dalam mempercayai kita. Ini berlaku dalam hubungan sehari-hari, apa lagi dalam pekerjaan. Cobalah untuk memahami kepentingan orang lain, dan penuhi jadwal yang diminta orang lain, walaupun bagi kita terasa remeh. Misalnya pada kasus toples tadi, mungkin bagi si A tidak menjadi masalah jika toples itu dikembalikan hari Rabu atau hari Jumat, tapi ternyata bagi si B, ada perbedaan signifikan pada kedua pilihan hari tersebut.
Demikian sharing hari ini, semoga bermanfaat :-)
No comments:
Post a Comment