Tadi pagi saya memikirkan lagu Superwoman, ada yang tau lagunya ya? Ngga usah ditulis teksnya yaa, silakan di-googling aja.. Intinya adalah cerita seorang perempuan yang merasa sudah melakukan segala sesuatunya untuk pasangannya, tapi sambutan sang pasangan kurang menyenangkan.
Beberapa hari lalu juga saya terima email, isinya surat untuk para suami, agar memperlakukan istrinya dengan lebih baik, dengan a, b, c, d.
Kalau saya mencoba berpikir logis dan positif, menurut saya lagu dan email itu kurang tepat.
Akan lebih baik kalau si perempuan yang bukan superwoman tadi mengikhlaskan saja apa yang sudah dilakukannya. Kalau dia melakukan berbagai hal untuk mengharapkan "balasan" dari sang pasangan, dan ternyata "balasan" itu tak kunjung tiba, tentunya memang menjadi sangat melelahkan hati. Dalam skala terkecil, sebenarnya ada pamrih di hati si perempuan tadi.
Padahal kalau diikhlaskan, hanya untuk Allah semata, dia akan lebih bisa menjalani hidupnya dengan tenang.
Begitu juga si istri dalam email. Tidak perlu membeberkan apa yang sudah dilakukan. Tidak perlu bercerita panjang lebar sulitnya menjadi istri serta betapa sebenarnya dia hebat. Tidak perlu menuntut suami melakukan ini itu.
Dalam ceramah Jumat lalu, temanya tentang hidup berumah tangga. Ustadzah menekankan, bahwa tak perlu saling menuntut, tak perlu saling menghitung, tak perlu ada pamrih. Berikan yang bisa diberikan, semakin banyak memberi, semakin banyak catatan amal. Syukuri jika ada balasan. Tetap tenang jika tiada. Tetap tenang dan introspeksi jika yang ada justru caci maki.
Tidak perlu menjadi perselisihan, semoga tetap tercipta kedamaian.
Jika terasa berat, minta tolonglah pada Allah. Allah-lah sebaik-baik penolong. Sang Mahakuasa, sang Maha Pemilik dan Pembolak-balik Hati, sang Maha Penyayang.
Tetap semangaaaaat :-)
No comments:
Post a Comment