Pagi tadi ada pertemuan dengan direksi baru di kantor saya. Ada beberapa point yang sangat baik dan bisa diterapkan secara umum di perusahaan manapun, juga bagi pribadi.
Ada tiga nilai yang penting untuk keberhasilan dalam bekerja :
Pertama, jangan menunda pekerjaan. Lakukan hari ini jika dapat dilakukan hari ini. Hari esok kita situasinya bisa jadi jauh berubah.
Kedua, bangun kepedulian terhadap lingkungan sekitar, berkontribusilah. Jangan melepas tangan dan beranggapan “itu bukan tugas saya”. Pedulilah dengan hal-hal yang walaupun sepele, tetapi kita bisa membantu, pedulilah dengan kualitas yang buruk, pedulilah dengan atasan ataupun bawahan yang kurang baik. Semua masalah bersama, jadilah bagian dari solusi.
Ketiga, biasakan dan merasa nyamanlah bekerja dengan orang yang lebih pintar. Dengan menghargai orang yang lebih pintar, kita seperti “menaiki gelombang”, kita akan terdorong ke atas. Jika kita tidak mau “menggandeng” orang pintar, semua akan terkotak-kotak, dan kita pun tak bisa menyelesaikan segala sesuatunya sendirian. Hargai orang yang lebih pintar, merasa nyamanlah, dan carilah kontribusi yang kita bisa lakukan sesuai kemampuan kita.
Dalam lingkungan industri yang berubah cepat, yang terpenting bukan benar atau tidaknya strategi, namun kecepatan dalam mengambil keputusan. Maka perbedaan antara pemimpin yang kuat dan lemah adalah pada keberanian mengambil posisi.
Sering kali orang tidak berani mengambil posisi, karena takut dengan resikonya. Padahal “biaya” yang timbul karena tidak mengambil posisi, sebenarnya bisa jauh lebih besar. Kecepatan eksekusi diawali dengan keberanian mengambil posisi, dan ini harus dimulai dari pimpinan tertinggi, dan terus berjenjang sampai tingkat karyawan terbawah.
Kebanyakan karyawan Indonesia, terutama di fungsi-fungsi teknis, menganggap tidak penting untuk “menjual diri”, ada keengganan untuk bertemu dengan orang lain. Kita sering beranggapan bahwa tidak perlu “menjual diri”, nanti lama kelamaan orang akan tahu juga kemampuan kita. Sayangnya, dengan perkembangan bisnis dan industri yang cepat, orang tidak punya cukup waktu untuk berinteraksi, sehingga tidak sampai pada kesempatan untuk mengetahui kemampuan kita. Maka di era seperti itu, kita perlu untuk memiliki kemampuan “menjual diri sendiri”. Kemampuan untuk berargumentasi, mempertahankan pendapat dalam pertemuan menjadi sangat penting.
Hard skill perlu dilengkapi dengan soft skill, antara lain dalam
hal menyampaikan pendapat dan menyampaikan sesuatu secara terstruktur.
Kompetensi ini dapat ditularkan dari atas sampai bawah. Kita harus mampu
menunjukkan jati diri kita.
Direksi tentunya tidak memahami masalah detil di lapangan. Di sisi
lain, karyawan di lapangan cenderung segera "gulung lengan" dan
bekerja. Perlu ada pihak yang dapat menyampaikan informasi kondisi lapangan dan
usulan posisi yang perlu diambil agar dapat dibuat keputusan yang tepat.
Bila tidak ada usulan posisi dari bawah, keputusan akan diambil
secara "top down" dari atas, yang seringkali mengakibatkan
ketidakpuasan bagi karyawan.
Untuk itu, ketika karyawan dimintai masukan, berikanlah masukan.
Karena permintaan masukan bukan sekedar basa-basi. Manajemen sangat memerlukan
masukan.
Dalam situasi bisnis yang berubah cepat dan dinamis, diperlukan
cara kerja yang sesuai. Kerja harus dilakukan dengan "fun",
senangilah pekerjaan kita, bersemangatlah menghadapi perubahan dan dinamika.
Berkaitan dengan budaya perusahaan, yang terpenting bukan sekedar
nama dan jargon. Budaya itu harus memiliki makna, dan harus bisa dirasakan oleh
seluruh karyawan. Harus mewarnai pola interaksi dan mewarnai proses pengambilan
keputusan.
Percayalah, jika perusahaan memperoleh keuntungan, karyawan juga
akan mendapatkan bagiannya.
Yang menjadi masalah adalah, jika perusahaan merugi, maka
bagaimana perusahaan dapat membagi kepada karyawan?
Maka lakukanlah kinerja yang sebaik mungkin, karena karyawan juga
yang akan menikmati hasilnya.
Interaksi antara manajemen dan karyawan harus dibangun secara dua
arah. Karyawan harus merasa aman dalam menyampaikan kritik. Manajemen dan
karyawan harus membangun interaksi perkawanan yang timbal balik.
Pemimpin memiliki spesialisasi masing-masing. Jika dianalogikan
dengan supir, ada supir yang ahli di jalan yang sulit, berliku, penuh
lubang-lubang. Dan ada juga supir yang ahli untuk berkendara dalam kecepatan
tinggi. Situasi perusahaan yang berubah membutuhkan pemimpin yang berbeda.
Dalam setiap perubahan dibutuhkan proses, segala sesuatu tidak
dapat terjadi secara instan. Berikan waktu dan kesempatan yang wajar.
No comments:
Post a Comment