Pengajian dzuhur hari ini berjudul Perubahan Niat dalam Shalat, disampaikan oleh Ust. Abdul Muhit Murtadho.
Pembahasan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu perbedaan niat shalat antara makmum dan imam, perubahan niat dalam shalat, serta beberapa penjelasan lain tentang shalat.
A. Perbedaan niat shalat antara makmum dan imam
Perbedaan niat shalat antara imam dan makmum, yang disebabkan karena perbedaan jenis dan jumlah rakaat shalat dibolehkan untuk sebagian besar kasus sbb :
1. Imam dan makmum berbeda shalat antara fardhu dan sunnah. Misalnya imam shalat sunnah sedangkan makmum shalat fardhu. Ataupun imam shalat fardhu, makmum shalat sunnah (maaf untuk pembahasan ini tadi saya tidak hadir sejak awal, sehingga pembahasan yang saya dengar kurang detil).
2. Imam dan makmum sama-sama melakukan shalat fardhu, jumlah rakaat imam sama banyak dengan jumlah rakaat makmum.
Misalnya makmum yang tertinggal shalat dzuhur (karena tertidur atau lupa) padahal jamaah sudah akan melakukan shalat ashar. Maka makmum dapat mengikuti imam tersebut, dengan makmum melakukan shalat dzuhur, sedangkan imam shalat ashar.
3. Imam dan makmum sama-sama melakukan shalat fardhu, jumlah rakaat imam lebih sedikit dengan jumlah rakaat makmum.
Misalnya makmum yang tertinggal shalat ashar (karena tertidur atau lupa) padahal jamaah sudah akan melakukan shalat maghrib. Maka makmum dapat melakukan shalat ashar, mengikuti dengan imam yang melakukan shalat maghrib. Selesai rakaat ketiga, makmum tersebut melanjutkan dengan rakaat keempat.
4. Orang yang muqim (tidak dalam perjalanan) berimam kepada orang yang safar (dalam perjalanan). Imam melakukan shalat qashar, sedangkan makmum melakukan shalat normal. Di akhir, makmum menambahkan kekurangan shalatnya.
5. Orang yang safar (dalam perjalanan) berimam kepada orang yang muqim (tidak dalam perjalanan). Maka makmum mengikuti shalat imam yang normal, lalu menambahkan dengan shalat qashar jamak jika akan menjamak.
Perbedaan niat hanya tidak dibolehkan pada satu kasus, yaitu, ketika imam dan makmum sama-sama shalat fardhu, jumlah rakaat imam lebih banyak daripada jumlah rakaat makmum. Misalnya makmum yang tertinggal shalat subuh (karena tertidur atau lupa) padahal jamaah sudah akan melakukan shalat dzuhur. Maka makmum tidak dapat shalat subuh dengan imam yang shalat dzuhur. Sebabnya adalah, makmum harus berhenti terlebih dahulu, dan melakukan salam terlebih dahulu, sehingga akan menyelisihi atau melakukan sesuatu yang tidak mengikuti imam. Padahal prinsip dasar berjamaah adalah makmum harus mengikuti imam.
Maka pada kasus ini, yang dapat dilakukan adalah :
- Makmum menunggu dulu sampai imam shalat 2 rakaat, baru makmum mengikuti 2 rakaat terakhir untuk shalat subuhnya, dengan bermakmum pada imam yang shalat dzuhur di 2 rakaat terakhir.
- Makmum shalat dzuhur berjamaah terlebih dahulu, baru setelah itu melakukan shalat subuh yang tertinggal, walaupun di sisi lain lebih utama jika shalat dilakukan secara berurutan.
B. Perubahan niat dalam shalat
Perubahan niat dalam shalat dibolehkan, dan terdapat beberapa jenis perubahan niat :
1. Berubah niat dari shalat berjamaah menjadi shalat sendiri (munfarid), misalnya ada urusan penting dan imam bacaannya terlalu panjang, sakit, atau ada hal yang darurat.
2. Berubah niat dari menjadi imam menjadi shalat sendiri, dalam hal shalat berdua, yang kemudia makmumnya meninggalkan shalat (ada hal darurat).
3. Berubah niat dari shalat sendiri menjadi imam, karena ada yang mengikuti.
Hal ini dijelaskan pada hadits dari Ibnu Abbas : “Aku shalat di rumah bibiku, dan mendapati Rasulullah shalat. Akupun mengikutinya dan berdiri di sebelah kirinya. Lalu Rasulullah memegang kepalaku dan membawaku ke sebelah kanan beliau”.
Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengubah niat dari shalat sendiri menjadi imam, serta pada shalat berjamaah berdua, posisi makmum adalah di sebelah kanan imam.
4. Berubah niat dari menjadi makmum menjadi imam, yaitu pada kasus jika imam batal sehingga makmum yang di belakangnya ditunjuk untuk menggantikan. Seperti pada kasus ketika Umar bin Khattab ditusuk ketika sedang menjadi imam shalat, beliau menunjuk Abdurrahman bin Auf untuk menggantikan, jamaah shalat tetap dilanjutkan.
5. Berubah dari berimam kepada imam yang satu ke imam yang lain. Seperti pada kasus ketika Rasulullah berhalangan mengimami shalat jamaah, beliau menunjuk Abu Bakar Ash Shiddiq. Ketika shalat sedang berjalan dipimpin Abu Bakar Ash Shiddiq, Rasulullah ternyata dapat mengikuti shalat. Maka Rasulullah berdiri di samping kiri Abu Bakar Ash Shiddiq, dan semua jamaah berimam kepada Rasulullah.
C. Beberapa penjelasan lain tentang shalat
1. Shalat yang terlupa, maka shalat tersebut harus langsung dikerjakan segera ketika ingat. Dalam pelaksanaannya, tetap menggunakan prinsip tertib, yaitu sesuai urutan waktu. Jika yang terlupa adalah shalat subuh dan baru teringat di waktu dzuhur, maka kerjakan terlebih dahulu shalat subuh. Kecuali, jika ada jamaah yang akan melakukan shalat dzuhur, maka lebih utama untuk melakukan shalat dzuhur berjamaah terlebih dahulu.
2. Pada shalat yang di-qashar, niat tidak perlu dilakukan di awal. Sehingga, imam tidak perlu memberikan penjelasan kepada makmum bahwa shalat akan dilakukan secara qashar. Hal ini yang dilakukan oleh Rasulullah ketika haji wada. Waktu di Madinah, beliau shalat dzuhur 4 rakaat. Ketika sampai di Bier Ali, beliau melakukan shalat Ashar 2 rakaat, dengan jamaah sekitar 100 ribu orang yang kebanyakan tidak mengetahui akan dilakukan shalat qashar. Rasulullah langsung mengimami dengan shalat qashar tanpa penjelasan terlebih dahulu.
3. Adzan adalah tanggung jawab muadzin. Namun qamat adalah di bawah komando imam. Jika imam telah merasa siap, maka imam yang memberi tanda untuk qamat dilakukan. Kesalahan yang umum dilakukan di masyarakat kita adalah makmum “berinisiatif” melakukan qamat agar imam segera memulai shalatnya.
4. Menjamak shalat pada dasarnya dapat dilakukan kapan saja jika ada hal yang darurat. Rasulullah membolehkan menjamak shalat bagi mereka yang melakukan pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan. Dapat juga dilakukan jika terjadi hujan lebat, sakit, ataupun kemacetan yang di luar perkiraan.
5. Untuk shalat yang tidak dapat dijamak, maka harus dikerjakan walaupun kondisi kurang memungkinkan. Bahkan jika pakaian dirasa tidak suci, ada hadas besar maupun kecil, ataupun pakaian tidak menutup aurat, shalat tetap harus dilakukan semaksimal mungkin.
Demikian sharing hari ini, semoga bermanfaat :-)
No comments:
Post a Comment