Wednesday, July 24, 2013

Ceramah Ramadhan 1434 Hari ke-14 - Merawat Pernikahan, Bahagia di Dunia sebelum di Surga


Ceramah hari ini disampaikan oleh Ust. M. Fauzil Adhim, tentang Merawat Pernikahan, Bahagia di Dunia sebelum di Surga.  

Dalam surat Ar Ruum 21 disebutkan :
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Dari ayat tersebut beberapa point yang dapat disimpulkan :

Sakinah bukan hal yang muluk, “azwaja litaskunu”, (pasangan agar kalian). Maka sakinah adalah konsekuensi logis dari pernikahan. Sakinah tidak perlu menjadi cita-cita. Sakinah adalah konsekuensi, bukan tujuan. Seperti jika kita minum, maka haus akan hilang. Maka jika kita menikah, kita akan menjadi sakinah. Muslim atau bukan muslim bisa bahagia, perbedaannya pada keberkahannya.

Mawaddah adalah ketertarikan yang berawal pada kekaguman atau takjub kepada kelebihan yang dimiliki. Bisa berupa kecantikan, kekayaan, ataupun aspek non fisik.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa urutannya adalah sakinah, mawaddah, baru rahmah. Hal ini sebenarnya tidak ada dasarnya.

Rahmah bisa dirasakan sejah awal menikah, tidak perlu menunggu hingga usia 40 tahun.

Ketika ada seseorang yang berhati baik di usia senja, belum juga menikah, dan jika tidak menikah dikhawatirkan ada fitnah, lalu dinikahi dengan niat untuk menyelamatkan, maka itu didasari dengan sifat rahmah.

Menikah dengan kedua alasan tersebut dapat mencapai bahagia, baik sesaat maupun selamanya.

Kebahagiaan suami istri ketika meninggal, hari kiamat, hari hisab, yaitu ketika disambut malaikat, “Masuklah ke surga, kamu dan istri suami kamu untuk diberikan kegembiraaan.”

Saat ini ada anggapan bahwa sakinah merupakan suatu hal yang muluk, dan banyak hal-hal syubhat yang sebenarnya tidak diatur dalam agama, yang dibuat-buat, dan semakin mempersulit.

Dengan kondisi populasi wanita lebih banyak, lalu kedua-duanya rewel. Semakin banyak kategori dan persyaratan, maka semakin banyak yang tidak memenuhi.

Pertama adalah anggapan bahwa harus ada cinta. Kata siapa?
Banyak pernikahan yang diawali dengan tidak saling kenal, bahkan belum pernah melihat wajah. Seperti Idris ayah Imam Syafi’i, yang menikah dengan pemilik kebun yang belum pernah dikenalnya. Atau seperti Ibu Yoyoh Yusroh dengan Ustadz Budi. Ketika pernikahan diawali dengan niat baik, tujuan mulia, dan itikad yang lurus, maka Allah akan berikan barokah, mudah-mudahan hingga hari kiamat.

Ustadz Fauzil pernah memiliki tetangga, yang sangat kurang pergaulan, namun sangat berbakti pada ibunya, merawat ibunya. Sampai suatu ketika ibunya ingin menimang cucu dari anaknya tersebut. Sang anak yang tidak pernah punya teman perempuan, hanya bisa memohon pertolongan pada Allah agar memberikan istri baginya. Maka ia pun memanjatkan doa di setiap shalatnya. Hingga ia bermimpi yang benar, yang menunjukkan rute jalan ke rumah seorang perempuan. Beberapa kali mimpi yang sama itu dialaminya. Akhirnya berangkatlah ia sesuai petunjuk, dan ternyata di sana sang akhwat pun telah menunggu.

Kedua, masalah kesetaraan pendidikan, suku, urutan anak.

Ketiga, masalah kesiapan finansial.

Padahal yang terpenting bukan banyaknya uang di tangan, tetapi bagaimana yakin dengan rezeki dari Allah dan siap dengan qadha dan qadar.
Ada cerita yang menyatakan bahwa Rasulullah menikahi Khadijah dengan mahar yang besar. Padahal tidak ada hadits yang menyatakan hal tersebut. Hadits yang ada malah menyatakan bahwa sebaik-baik pernikahan adalah yang mudah, baik proses maupun mahar. Wanita yang besar berkahnya adalah wanita yang murah maharnya. Sebaik-baik mahar adalah yang mudah, mudah mencarinya dan murah nilainya.

Keempat kesesuaian penampilan, yang tampan dengan yang cantik. Padahal cantik pun  akan hilang jika sedang marah atau judes. Dan betapa banyak pernikahan antara yang tampan dan cantik, tapi berakhir dalam waktu singkat.

Maka, apa yang seharusnya diharapkan dalam pernikahan? Keberkahan.
Keberkahan adalah kebaikan yang banyak, kebaikan yang bertambah.
Rezeki yang tidak berkah adalah rezeki yang ketika sedikit meresahkan, ketika banyak menambah masalah.
Rezeki yang berkah adalah rezeki yang ketika sedikit menentramkan, ketika banyak menambah kesolehan dan kebaikan.
Rezeki berupa materi, anak, istri, dan suami.

Maka dalam menjalani pernikahan, yang perlu dipersiapkan adalah :

Ilmu, karena ilmu harus  mendahului perkataan dan perbuatan
Niat
Proses
Yang dijalani dalam pernikahan
Qoulan ma'rufan antara suami istri, yaitu yang membuat pasangan merasa diperhatikan dan didengar.
Qoulan syadida antara orang tua dan anak
Qoulan maisura antara penceramah dan pendengar, yaitu mudah dicerna.
Kepada orang yang keras kepala dengan perkataan yang menyentuh

Muasaro bil ma'ruf, yaitu kewajiban bagi suami untuk istri. Jika dilakukan agar istri senang, maka hanya itulah yang akan didapatkan. Jika dilakukan karena mengikuti sunnah, maka bersama sunnah ada barokah.

2 hal yg penting : Menjaga kondisi ruhiyah dan berhati-hati dengan harta.

Rezeki  yang haram pasti tidak barokah, rezeki yang halal belum tentu barokah.
Rezeki yang berkah akan menambah kebaikan rumah tangga, rezeki yang tidak barokah akan menambah kehausan pada dunia.
Tanya jawab :

Pertanyaan pertama, bagaimana agar anak menjadi berkah?

Menikah adalah untuk memenuhi sunnah. Tidak semua pernikahan Allah karuniakan anak. Maka jangan jadikan anak sebagai tujuan dan niat dalam menikah. Namun kita perlu tetap berusaha bersungguh-sungguh, mencari sebab agar dikaruniakan anak.

Selanjutnya, kita mengharapkan, mengupayakan, dan memohon agar anak-anak soleh dan barokah.
Perhatikan al quran dan hadits, menata niat, dan siapkan diri untuk menerima anak sebanyak2nya.


Pertanyaan kedua, saat ini banyak terjadi banyak poligami, sebetulnya apa niatnya?

Hanya Allah yang mengetahui niatnya. Yang pasti, keberkahan sangat bergantung pada niat.
Jika menikah lagi karena kecantikannya, kecantikan tidak abadi, dia cantik karena belum mencapai usia 60 tahun.
Untuk melakukan poligami, pelajari ilmunya, siapkan keluarga, siapkan suami, siapkan istri, siapkan pendukung.

Yang terpenting dalam berkeluarga adalah bagaimana kita senantiasa memikirkan kewajiban.

Masalah sering terjadi ketika kita terlalu peka terhadap hak, sehingga ketika tidak dipenuhi, kita merasa dilecehkan. Betapa banyak pernikahan berlangsung langgeng karena masing-masing pasangan dapat saling ridha, saling melapangkan dada. 

No comments: