Catatan ini
dari Kajian yang disampaikan oleh Ust. Ahmad Bisyri, MA, tentang beberapa
pertanyaan seputar qurban, yang saya bagi-bagi menjadi beberapa topik.
Dari iklan
dan sosialisasi yang disampaikan oleh penyelenggara qurban, sebagian masyarakat
berpandangan bahwa hakikat qurban adalah berbagi.
Bila merujuk
ke Al Hajj 36, Allah berfirman :
Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu
bagian dari syi'ar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan
padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya)
dalam keadaan berdiri. Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang
merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu
bersyukur.
Maka dalam
ayat tersebut dijelaskan bahwa hewan-hewan yang Allah ciptakan adalah media
ibadah. Hakikat ibadahnya sebagaimana yang disampaikan selanjutnya dalam ayat
tersebut, yaitu dengan menyebutkan keagungan Allah pada saat penyembelihan.
Setelah itu
dijelaskan bahwa pequrban dapat memakan hewan qurbannya.
Dan baru
setelah itu penjelasan tentang pembagian kepada orang lain. Dalam ayat tersebut
dikatakan “orang lain”, bukan “orang miskin”.
Selanjutnya dalam
ayat tersebut disampaikan bahwa pembagian kepada yang tidak meminta ataupun
tidak meminta, artinya baik kepada orang yang mampu (kaya) ataupun yang miskin.
Syariat
qurban dalam pembagian tidak sama dengan syariat zakat.
Bila hakikat
qurban adalah membagi daging, maka kita tidak perlu membeli hewan hidup. Cukup
membeli daging, atau bahkan kornet, sosis, ataupun bakso, dan kemudian
membagikannya.
Dalam hadits
disebutkan bahwa “Tidak ada pekerjaan yang paling dicintai Allah dari hamba-Nya
pada hari Nahar (Idul Adha dan tasyrik) selain menumpahkan darah (menyembelih
hewan qurban)”.
Maka tidak
perlu transfer untuk ke pelosok, tidak perlu ada alasan bahwa bahwa di kota
besar sudah banyak daging dan yang lebih afdhal adalah mengirimkan ke pelosok.
Hakikat berqurban
adalah melakukan penyembelihan, dan yang menyembelih adalah pequrban-nya.
Rasulullah
di Madinah selama 13 tahun, dan syariat qurban diturunkan pada tahun ke-3 di
Madinah. Maka selama 10 tahun Rasulullah berqurban dan melakukan sendiri penyembelihan
hewan qurban beliau.
Ada orang
yang mengatakan bahwa tidak tega atau takut untuk melakukan penyembelihan.
Bila tidak
tega, mari kita kembali kepada syariat awal qurban yaitu diturunkan kepada Nabi
Ibrahim, yang diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri, yaitu Ismail. Pada
saat itu beliau tetap melaksanakan perintah Allah itu. Bila dibandingkan dengan
kondisi Nabi Ibrahim tersebut, maka menyembelih hewan qurban seharusnya jauh
lebih mudah.
Maka rasa
tidak tega itu sebenarnya gangguan syaitan. Karena qurban adalah ibadah, maka
memang syaitan ikut mengganggu.
Perlu
dipelajari lebih lanjut, apa yang menyebabkan tidak tega? Apakah dipandang
bahwa pequrban melakukan penyiksaan, pembantaian, atau perbuatan keji pada
hewan qurban?
Allah
mewajibkan manusia untuk berbuat ihsan. Ihsan bukan berarti tidak menyembelih
hewan qurban ataupun tidak membunuh musuh yang menyerang Islam. Tetapi
menyembelih dan membunuh dengan ihsan.
Ihsan dalam
menyembelih antara lain menajamkan mata pisau.
Dalam sebuah
penelitian yang membandingkan rasa sakit yang dialami oleh hewan yang sedang
disembelih, satu hewan diberikan obat bius sebelum disembelih, yang satu lagi
disembelih tanpa dibius, ternyata yang dibius terlebih dahulu malah yang lebih
merasa sakit.
Ajaran dari
Rasulullah kita harus ikuti dan yakini kebenarannya, namun bila ada hasil
penelitian akan lebih menambah keyakinan.
Peran
panitia qurban adalah memfasilitasi, dengan memanggil satu per satu pequrban
sesuai dengan kambing yang sudah dipesan, dan mempersilakan pequrban
menyembelih sendiri qurbannya.
Ustadz juga
seharusnya tidak mewakili menyembelihkan, tetapi jelaskan bahwa seharusnya
pequrban menyembelih sendiri hewan qurbannya.
Dan yang
diperintahkan untuk menyembelih qurban adalah laki-laki (kepala keluarga), bukan perempuan. Maka seharusnya secara psikologis laki-laki tidak takut.
Berbagi daging
qurban pada hakikatnya adalah sedekah biasa.
Menyembelih
qurban lah yang berbeda pahalanya jika dilaksanakan pada Idul Adha, dengan
hitungan sebanyak bulu pada hewan qurban.
No comments:
Post a Comment