Ceramah dzuhur disampaikan oleh Ustadz Ade Purnama, Lc.
Rasulullah berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Di bulan lain, Rasulullah paling banyak berpuasa adalah di bulan Sya’ban. Disebut sebagai berpuasa di bulan Sya’ban, tetapi tidak disebut sebagai Puasa Sya’ban.
Amaliyah di bulan Sya’ban ada 4 yaitu :
Pertama, menyebarkan salam.
Pengertian harfiah adalah membudayakan untuk mengucapkan salam. Yaitu dari yang muda kepada yang lebih tua, yang naik kendaraan kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak. Bagi yang berpapasan, yang mengucapkan salam lebih dahulu lebih baik.
Salam tidak diperbolehkan diucapkan kepada orang kafir.
Dalam pengertian yang lebih luas, yaitu menyebarkan Islam yang damai, ramah bukan marah. Agar masyarakat tertarik dengan tampilan keislaman kita. Jangan sampai kita dikenal sebagai orang yang rajin ke masjid, taat beribadah, aktivis Islam, tetapi orang takut pada kita. Jenggot adalah sunnah, tetapi keramahan wajib. Celana cingkrang sunnah, tetapi berbuat baik kepada tetangga wajib.
Salah satu sahabat yang sebelumnya beragama Yahudi, Abdullah bin Salam, masuk Islam karena melihat tampilan Rasulullah. Diawali dengan rasa penasaran, mengapa seluruh masyarakat Yatsrib suatu hari berbaris menyambut Rasulullah. Ia pun mengintip dari balik sebuah pohon kurma. Tibalah Rasulullah di batas kota, disambut dengan thala’al badru alayna.
Ustadz berpindah sebentar ke topik di Indonesia. Islam adalah sebuah sistem lengkap yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk politik. Maka seharusnya ustadz diperbolehkan bicara tentang politik di masjid.
Kembali ke kisah tadi. Ia lalu melihat Rasulullah tersenyum, ia pun jatuh hati. Kemudian setelah itu Rasulullah menyampaikan sebuah kalimat yang paling indah yang pernah ia dengar, “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah kedamaian, kepedulian, sambungkanlah tali silaturahim, bangunlah di malam hari, niscaya kalian akan masuk surga dengan sejahtera.” Maka orang Yahudi itu masuk Islam dan menggunakan nama Abdullah bin Salam.
Kedua, kepedulian sosial.
Ada hadits yang menyatakan bahwa tidak beriman seseorang bila ia tidur kenyang sementara tetangganya kelaparan. Dalam surat Al Ma’un Allah berfirman bahwa mereka yang tidak peduli dengan anak yatim dan orang miskin, termasuk sebagai orang yang mendustakan agama. Bila ditelusuri lebih lanjut, peringatan tersebut adalah untuk uang kita sendiri, yang kita peroleh dengan cara yang halal, itu pun termasuk sebagai mendustakan agama bila tidak digunakan untuk kepedulian kepada anak yatim dan fakir miskin. Bagaimana lagi situasinya bila uang tersebut hasil korupsi, apa lagi bila hasil korupsi dari hak fakir miskin.
Kita harus memiliki kepedulian, karena tangan yang memberi lebih baik daripada tangan yang menerima. Kita sering merasa bahagia bila memperoleh sesuatu. Seharusnya kita merasa bahagia ketika memberi. Bila ada One Day One Juz, seharusnya ada One Day One Shadaqah. Awali hari dengan shadaqah. Karena ada hadits yang mengatakan, tidaklah berlalu suatu pagi kecuali ada 2 malaikat yang berdoa. Yang pertama berdoa untuk orang yang berinfaq hari ini, berikan ganti. Yang lain berdoa untuk orang yang tidak berinfaq hari ini, berikan kehancuran. Besarnya terserah. Besar ikhlas lebih baik daripada kecil ngedumel. Dapat diberikan ke tetangga. Bila tidak ada tetangga yang kurang mampu, dapat diberikan ke kotak infaq pertama di masjid.
Kebaikan kepada binatang pun Allah perhitungkan. Apa lagi kebaikan pada manusia. Apa lagi sebagai pemimpin. Di masa Umar bin Khattab, beliau pernah berkata bahwa bila ada keledai terjatuh di San’a karena jalanan yang rusak, maka Umar akan ditanya mengapa jalan tidak diperbaiki.
Saat ini di Indonesia bukan hanya manusia yang terjatuh, tetapi tanah rakyat digusur. Daerah Luarbatang yang dahulu dibeli oleh para habib digusur, dan rakyat hidup di atas perahu. Hal ini sangat tidak sesuai dengan kemanusiaan.
Jangan pernah menganggap enteng kebajikan, bahkan dengan sebutir kurma. Bila memasak, perbanyak kuahnya agar bisa dibagikan kepada tetangga.
Ketiga, menyambung silaturahmi.
Prioritasnya adalah kepada keluarga dan saudara yang memiliki hubungan darah. Berbuat baik kepada saudara memiliki dua nilai yaitu kebajikan dan silaturahim. Seseorang tidak akan sampai kepada kebaikan sejati, sebelum dapat menginfakkan apa yang dicintai.
Pernah seorang sahabat memiliki sebuah kebun kurma yang luar biasa di dekat Masjid Nabawi. 1 pohon kurma dapat menghasilkan 5 kuintal kurma, yang harganya bisa sampai 80 ribu real per kg. Di kebunnya itu terdapat sekitar 100 pohon. Kemudian sahabat ini mewakafkan kebun kurma itu, dan menyampaikan hal ini kepada Rasulullah. Rasulullah menjawab, “Aduh, mengapa tak kau berikan kepada si fulan dan si fulan?”, yang keduanya adalah keponakannya yang miskin. Karena bila diberikan kepada saudara, akan memperoleh dua nilai yaitu nilai infaq yang tetap, dan kedua nilai silaturahim.
Ada dua yang diutamakan yaitu orang tua dan kerabat. Bila ada keponakan yang yatim, maka harus diurus, karena infaq sekaligus silaturahim.
Istri bekerja mendapatkan 2 pahala, yaitu shadaqah dan silaturahim, dengan syarat ada izin dari suami, dan hasilnya mutlak milik istri. Suami bekerja hanya mendapatkan 1 pahala, karena suami wajib mencari nafkah.
Baik dengan teman, baik dengan saudara. Ada saudara yang menjadi kurang suka kepada kita karena kita kurang peduli, walaupun kita tidak mengganggu. Tradisi membawa uang kecil ketika Idul Fitri juga bagian dari menjaga silaturahim. Barangkali ada saudara yang tadinya berbeda visi politik, menjadi tertarik dengan kita.
Seringkali ada sesama tetangga, sesama jamaah masjid, yang tidak saling bertegur sapa dan membentuk kelompok-kelompok yang terpisah. Padahal kita membutuhkan persatuan dari seluruh komponen Islam, karena kelompok komunis dan kafir sudah makin berani.
Keempat, bangun di malam hari ketika semua orang sedang tidur.
Yaitu untuk shalat tahajud, karena bila seseorang melaksanakan shalat tahajud, tentunya shalat fardhu-nya sudah baik. Shalat tahajud minimal witir, jumlah rakaat tidak penting, yang penting panjang rakaatnya. Bila belum terlalu banyak hafalan, dapat melakukan shalat sambil membawa mushaf. Ada mushaf khusus untuk qiyam dan tahajud yang bisa digunakan.
No comments:
Post a Comment