Keempat, prinsip cinta dalam hidup.
Seharusnya kita punya urutan prioritas cinta dalam hidup, agar kita dapat hidup secara terarah, dan semua tujuan hidup tercapai sesuai peruntukannya.
Yang ideal, urutan cinta itu adalah pertama Allah, kedua Rasulullah, ketiga baru suami. Baru selanjutnya anak dan orang tua. Baru setelah itu hal-hal lain, seperti hobi saya berkebun misalnya :-)
Jika kita sudah letakkan Allah di urutan pertama, maka apa pun ketetapan Allah atas orang-orang yang kita cintai di level berikutnya akan kita terima dengan lapang dada.
Kelima, keyakinan bahwa Allah Maha Adil.
Beberapa yang kurang setuju dengan poligami biasanya mengungkapkan kasus-kasus di mana ada suami yang benar-benar berlaku tidak adil, dan menyengsarakan istri pertama dan anak-anaknya.
Saya tidak memungkiri bahwa hal ini memang kerap terjadi. Dan saya sangat tidak setuju jika poligami terjadi dengan kondisi seperti ini. Dan saya sangat sedih membayangkan istri pertama yang diperlakukan demikian.
Namun, saya yakin Allah pasti berlaku adil. Andaikata nanti Allah mentakdirkan suami saya menikah lagi, saya yakin dia akan berlaku adil dan tidak menelantarkan kami. Kalaulah ternyata nanti suami saya khilaf, lalu berlaku buruk, maka saya yakin Allah akan membantu saya menjalani itu semua dengan baik.
Keenam, mari kita melihat ke sisi positifnya :-)
Haah? Dimadu ada sisi positifnya? Seharusnya ada. Kalau tidak, tentunya tidak ada kisah poligami yang berjalan mulus, yang pada kenyataannya ada.
Dengan adanya istri kedua, kita jadi punya ”partner” dalam berinteraksi dengan suami kita. Sebagian mungkin akan segera menyergah ”Please deh, saya nggak perlu partner untuk hal itu, saya bisa kerjakan sendiri semua dengan baik!”
Hehe, silakan jika berpikir demikian. Namun sebenarnya, jika ada partner, kita bisa mendiskusikan berbagai hal, sehingga ditemukan berbagai solusi terbaik untuk berinteraksi dengan suami. Kita bisa berbagi tugas, berbagi pengalaman dalam mengurus rumah tangga, mengurus anak. Sepertinya cukup menyenangkan ya?
Dalam hal ini mungkin ada juga kasus-kasus buruk, ketika istri kedua memang memiliki maksud buruk, seperti misalnya menguasai seluruh harta suami.
Sekali lagi, saya tidak memungkiri bahwa hal ini memang kerap terjadi. Dan saya sangat tidak setuju jika poligami terjadi dengan kondisi seperti ini. Dan saya sangat sedih membayangkan ada istri kedua yang tega berlaku demikian.
Namun, saya berharap Allah berlaku adil. Andaikata nanti Allah mentakdirkan suami saya menikah lagi, semoga dia mendapatkan istri kedua yang baik. Kalaulah ternyata istri kedua itu buruk, maka saya yakin Allah akan membantu kami semua menjalani itu semua dengan baik.
Sementara sampai di sini dulu, bersambung ke tulisan berikutnya.
No comments:
Post a Comment