Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, namun karena ada kebiasaan dan mindset yang keliru, kita menjadi sulit meraih keberkahan.Salah satunya adalah anggapan bahwa di bulan Ramadhan, yang penting adalah puasa, sehingga puasa dianggap sebagai hal yang paling utama.
Padahal puasa dapat dikatakan “tidak penting”, karena pada ayat puasa dijelaskan tentang kemudahan puasa. Dibandingkan dengan jihad, yang dijelaskan bahwa sulit, dengan ayat yang menyatakan bahwa boleh jadi ada hal yang kamu benci tetapi baik untukmu. Sedangkan pada ayat puasa dijelaskan bahwa Allah menginginkan hal yang mudah dan bukan yang sulit, dan setelah itu dipermudah lagi dengan boleh berbuka bila sakit dan safar.
Padahal pahala suatu ibadah bergantung kepada tingkat kesulitan dari ibadah tersebut. Misalnya yang sering disebutkan bahwa amal terbaik adalah walaupun tidak besar tetapi konsisten. Amalan ini diberikan pahala besar karena sulit.
Untuk puasa, hampir tidak ada hadits yang menyatakan tentang pahala puasa. Ada yang menyebutkan puasa sebagai perisai. Balasan yang dijelaskan adalah lapar dan dahaga. Hadits lain menyatakan bahwa semua amalan, pahalanya bagi manusia, khusus untuk puasa, Allah yang memberikan pahala, namun tidak dijelaskan bentuk pahalanya. Maka puasa untuk Allah.
Namun fokus pada puasa tamat 30 hari justru tidak menjamin diperolehnya rahmat, maghfirah, pembebasan dari api neraka, terbelenggunya syaitan, dan terbukanya pintu surga.
Yang penting dalam bulan Ramadhan justru 10 hal berikut :
1. Mengakhirkan sahur
2. Menyegerakan berbuka
3. Shalat malam
4. Tilawah quran
5. Memperbanyak dzikir doa
6. Melaksanakan zakat, infaq, shadaqah
7. Memperbanyak amal soleh ibadah lain (selain no. 1-6)
8. Meninggalkan hal yang mubah yang tidak bermanfaat
9. Hadir di masjid untuk I’tikaf
10. Mencari lailatul qadr
Berkaitan dengan meninggalkan hal yang mubah namun tidak bermanfaat, maka terlebih lagi hal yang makruh dan yang haram. Maka bila di malam Ramadhan seseorang merokok, puasa ramadahan siang harinya menjadi batal. Dan 1 Syawal pun, bila merokok, maka seluruh puasa yang lalu menjadi batal. Maka puasa nanti saja di akhirat, cari tempat yang banyak api, karena dalam kisah tentang surga tidak pernah dijelaskan tentang api.
10 hal inilah yang akan mendatangkan keberkahan, rahmat, maghfirah, pembebasan dari api neraka, terbelenggunya syaitan, dan terbukanya pintu surga.Dapat dikatakan, lupakan puasa karena tidak penting. Puasa memang wajib dan 10 hal tersebut sunnah, namun lebih penting.
Yang pertama adalah mengakhirkan sahur.
Sahur artinya adalah bangun di 1/3 akhir malam. Sahur bukan berarti makan. Dan dalam sahur ada keberkahan, yaitu kebaikan berkelanjutan. Makan sebetulnya tidak perlu. Untuk anak kos yang tidak ada makanan pun, bangunlah untuk keberkahan itu. Bila tidak ada makanan, minumlah sekedar seteguk. Seteguk minuman sebenarnya sangat tidak sebanding bila dibandingkan dengan sepiring nasi lengkap. Namun sama-sama memperoleh keberkahan.
Bila bangun sahur, walaupun hanya dengan seteguk air, siangnya terasa tidak begitu lapar, baru asar terasa lapar. Berbeda dengan mereka yang tidak sahur karena malamnya makan terlalu kenyang, biasanya jam 10 sudah merasa lapar, apa lagi bila makanannya kurang tepat, malah bisa sakit perut dan akhirnya tidak sampai maghrib.
Jangan pernah ragu dengan kekuasaan Allah, bangunlah dulu di waktu sahur sesuai perintah Allah, insya Allah nanti akan datang solusi dari Allah. Bisa saja untuk anak kos yang tidak punya makanan di rumahnya, lalu berjalan ke masjid menjelang subuh, ternyata diajak sahur oleh tetangga yang sedang sahur. Atau bisa minum air putih saja, bila perlu minum air dari kamar mandi, insya Allah aman dan berkah.
Kedua, ta’jilul ifthar, yaitu mempercepat berbuka.
Di Indonesia ada kebiasaan bahwa ketika adzan maghrib dilakukan ta’jil dulu, kemudian berbuka setelah maghrib. Mempercepat berbuka bukan berarti berbuka sebelum maghrib, atau untuk orang di Jakarta berbuka di waktu maghrib Jayapura. Dan tidak dibolehkan berbuka diakhirkan hingga menjelang isya. Syiah berbuka di waktu Isya.
Bagaimana yang dicontohkan Rasulullah?
Rasulullah berbuka dengan 3 butir kurma dilanjutkan dengan air bening. Lalu Rasulullah shalat Maghrib, kemudian menunggu waktu Isya, lalu shalat Isya. Setelah itu qiyamullail, dan baru makan lagi di waktu sahur.
Berbeda sekali dengan kebiasaan kita, yang setelah maghrib makan kenyang, sehingga tarawih menjadi kurang fokus. Setelah tarawih pun masih makan lagi. Jadi puasa pada akhirnya hanya memindahkan waktu makan dari siang ke malam. Dan secara ekonomi di bulan Ramadhan , demand akan makanan justru meningkat, dan pasar menjadi sangat ramai.
Padahal yang disunnahkan adalah di malam hari seharusnya tetap lapar seperti siang, walaupun dihalalkan untuk makan dan minum. Cukup seperlunya saja.
Ketiga, Qiyamullail, atau shalat malam.
Secara definisi, qiyamullail adalah rangkaian shalat sunnah 2 rakaat 2 rakaat antara bada isya dan sebelum subuh yang disempurnakan dengan 1 kali witir.
Tarawih adalah salah 1 cara qiyamullail, dan secara definisi, tidak ada batas rakaat dari qiyamullail.
Namun bagaimana dengan hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan shalat tidak lebih dari 11 rakaat, dengan 4, 4, 3. Hadits ini tidak berhenti di situ, namun masih ada lanjutannya, yaitu, jangan ditanyakan panjang dan indah bacaannya.
Sehingga Aisyah bertanya (kurang lebih), “Wahai Rasulullah, bukankah Allah sudah mengampuni dosamu yang lampau dan yang akan datang? Mengapa engkau harus begitu lelah melakukan qiyamullail?” Rasulullah menjawab (kurang lebih), “Tidakkah boleh menjadi hamba yang bersyukur?”
Maka nilai qiyamullail bergantung pada kelelahan mengerjakannya, karena panjangnya bacaan.
Ibnu Abbas pernah menggambarkan qiyamullail Rasulullah, yaitu ruku sepanjang berdiri, sujud pertama sepanjang ruku, sujud kedua sepanjang sujud pertama. Bila masing-masing 5 menit, maka 1 rakaat 20 menit, untuk 11 rakaat menjadi 220 menit, atau lebih dari 2 jam. Mau
Maka di masa Umar bin Khattab, tarawih dipimpin oleh Ubay bin Kaab, untuk mengupayakan panjangnya shalat seperti Rasulullah, 8 rakaat dibagi menjadi 20 rakaat dengan 10 kali istirahat, ditambah dengan witir. 10 kali istirahat dalam bahasa Arab disebut “rahatan ba’da raha” yang disingkat menjadi tarawih. Di masa selanjutnya, dipecah lagi menjadi 40 rakaat dengan 3 witir.
Untuk ruku yang panjang, dapat membaca tasbih dan doa. Untuk berdiri membaca Al Qur’an, bisa dengan membawa mushaf. Bila mushaf dirasa terlalu jauh, dapat didekatkan dengan maju mendekati mushaf ketika berdiri, kemudian mundur ketika ruku dan sujud. Lebih baik lagi bila menambah hafalan Al Qur’an.
Shalat maju mundur diperbolehkan karena Rasulullah pernah shalat di atas batang pohon ketika berdiri agar terlihat oleh jamaah, dan kemudian mundur untuk turun ke lantai ketika ruku dan sujud, dan kembali naik ke batang pohon ketika berdiri.