Dalam ceramah Jum'at ada dua hal yang sempat dibahas di sesi tanya jawab yaitu tentang menghadapi ujian dan tantangan dalam berdakwah.
Pertanyaan pertama adalah, jika kita merasa tidak mampu menghadapi suatu ujian hidup, yang memang belum terjadi pada kita. Dapatkah kita meminta kepada Allah, agar tidak memberikan ujian itu pada kita?
Jawaban Ustadzah adalah sebaiknya tidak demikian. Sebaiknya kita justru minta agar diberikan jalan keluar, diberikan kekuatan, diberikan kesabaran dalam menghadapi ujian itu nanti. Dan yang harus diyakini adalah bahwa Allah pasti memberikan ujian sesuai "jatah" kita. Hanya, kadang kala kita merasa bahwa kita tidak mampu menjalaninya, bahwa itu bukan "jatah" kita.
Pertanyaan kedua, tentang cara berdakwah kepada orang yang kita hormati, misalnya orang tua kita, atau untuk para ibu, suami kita. Posisi sebagai anak yang harus mentaati orang tua dan istri yang harus mentaati suami, membuat kita agak sulit untuk menyampaikan kebenaran kepada mereka. Bagaimana sebaiknya?
Jawaban Ustadzah, memang sebaiknya dicari cara yang santun. Bagaimana pun suami dan orang tua harus kita hormati dan taati.
Ustadzah memberikan contoh, bahwa pada suatu masa, Hasan dan Husain, cucu Rasulullah, yang masih kecil, melihat seorang tua yang melakukan wudhu dengan cara yang salah. Hasan dan Husain tidak langsung menyalahkan orang tua tersebut, tetapi melakukan cara yang sangat santun, yaitu, mereka menyampaikan kepada orang tua tersebut, untuk memeriksa cara mereka berwudhu, dan agar memberitahukan jika ada yang salah. Mereka pun berwudhu disaksikan oleh orang tua tersebut. Setelah mengamati, akhirnya ia menyadari, bahwa cara wudhu yang dilakukannya salah.
Maka kembali ke pertanyaan, kita harus mencari cara agar apa yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik oleh suami atau orang tua kita. Atau, jika memang mereka kemungkinan tidak akan menerima jika kita yang menyampaikan, kita sampaikan lewat orang lain, atau lewat media ceramah di televisi, misalnya.
Demikian sedikit dari ceramah Jum'at kali ini, semoga bermanfaat :-)
Friday, February 10, 2012
Berharap Comro, Ternyata Misro – Perumpamaan Hidup
Siang tadi ada penjual makanan di kantor saya. Dia jual misro dan comro, dengan bentuk yang sama persis, sehingga dia sendiri kesulitan membedakan, yang mana misro, dan yang mana comro.
Oya, barangkali ada yang belum tahu, misro dan comro sama-sama makanan khas Jawa Barat yang terbuat singkong yang diparut lalu digoreng, bedanya pada isinya. Yang satu diisi gula merah, sehingga namanya misro, atau singkatan dari amis di jero, artinya manis di dalam. Satu lagi diisi oncom (sejenis tempe tetapi pedas), sehingga namanya comro, atau singkatan dari oncom di jero, artinya oncom di dalam :-)
Kembali ke siang tadi, saya memesan 4 comro dan 4 misro ke sang penjual, dan sang penjual berterus terang tentang kebingungannya membedakan. Saya bilang tidak apa-apa, yang penting jumlahnya 8. Maka digabungkanlah ke-8 miscomro itu di dalam 1 kantong plastik bening.
Comro dan misro kedua-duanya sama-sama saya suka. Namun hari ini, saya sedang ingin makan comro, dan misronya rencananya akan saya berikan ke anak saya sebagai oleh-oleh sore nanti.
Mulailah saya pilih-pilih di antara 8 miscomro itu. Ada 2 yang gulanya terlihat meleleh ke luar, maka tidak saya pilih, karena pasti misro. Saya ambil 1 yang tidak ada lelehan gula, eh, ternyata misro. Saya ambil pilihan kedua, ternyata masih misro. Sampai saya makan 4, misro semua :-) Dan saya makan 4 misro itu dengan terburu-buru, karena membayangkan nikmatnya comro. Penasaran, sisa 4 akhirnya saya sobek sedikit, sehingga akhirnya ketahuan bahwa semua yang tadi saya beli adalah misro :-D
Bayangan rasa oncom pedas gurih yang sudah di ujung lidah masih menggelayut, yang berakhir dengan sedikit kekecewaan karena tidak terwujud :-)
Tiba-tiba saya jadi berpikir ulang, hei, bukankah saya juga suka misro, misro juga enak, kenapa harus kecewa?
Dan lebih jauh lagi saya berpikir, mungkin begitu juga yang terjadi dengan kita dalam hidup *halah jauh banget ya mikirnya :-D
Kita memimpikan sesuatu yang menurut kita baik, sehingga kita jadi kurang mensyukuri dan menikmati apa yang sudah kita miliki, apa yang sudah Allah berikan kepada kita sebagai rezeki-Nya. Kita sibuk membayangkan yang kita inginkan, sehingga apa yang ada di depan mata terasa tidak enak.
Padahal jika kita coba renungi lagi, pasti ada sisi positif dari apa yang sudah kita punya. Dan pasti Allah tidak berikan yang kita inginkan, karena tidak baik buat kita.
Seperti juga misro itu enak sebagai makanan manis legit, dan mungkin Allah tidak berikan comro buat saya, karena akan membuat sakit perut :-)
Lalu apakah kita tidak boleh berharap akan sesuatu yang lebih baik? Tidak boleh punya target? Oooo tentu boleh :-) Tetapi harus diarahkan untuk hal-hal yang memang bisa kita usahakan. Jadi kita berusaha untuk mencapai sasaran tersebut.
Untuk hal-hal yang sifatnya “datang begitu saja”, maka itulah saatnya kita berhenti memikirkan comro, dan coba menikmati misro yang kita punya :-)
Oya, barangkali ada yang belum tahu, misro dan comro sama-sama makanan khas Jawa Barat yang terbuat singkong yang diparut lalu digoreng, bedanya pada isinya. Yang satu diisi gula merah, sehingga namanya misro, atau singkatan dari amis di jero, artinya manis di dalam. Satu lagi diisi oncom (sejenis tempe tetapi pedas), sehingga namanya comro, atau singkatan dari oncom di jero, artinya oncom di dalam :-)
Kembali ke siang tadi, saya memesan 4 comro dan 4 misro ke sang penjual, dan sang penjual berterus terang tentang kebingungannya membedakan. Saya bilang tidak apa-apa, yang penting jumlahnya 8. Maka digabungkanlah ke-8 miscomro itu di dalam 1 kantong plastik bening.
Comro dan misro kedua-duanya sama-sama saya suka. Namun hari ini, saya sedang ingin makan comro, dan misronya rencananya akan saya berikan ke anak saya sebagai oleh-oleh sore nanti.
Mulailah saya pilih-pilih di antara 8 miscomro itu. Ada 2 yang gulanya terlihat meleleh ke luar, maka tidak saya pilih, karena pasti misro. Saya ambil 1 yang tidak ada lelehan gula, eh, ternyata misro. Saya ambil pilihan kedua, ternyata masih misro. Sampai saya makan 4, misro semua :-) Dan saya makan 4 misro itu dengan terburu-buru, karena membayangkan nikmatnya comro. Penasaran, sisa 4 akhirnya saya sobek sedikit, sehingga akhirnya ketahuan bahwa semua yang tadi saya beli adalah misro :-D
Bayangan rasa oncom pedas gurih yang sudah di ujung lidah masih menggelayut, yang berakhir dengan sedikit kekecewaan karena tidak terwujud :-)
Tiba-tiba saya jadi berpikir ulang, hei, bukankah saya juga suka misro, misro juga enak, kenapa harus kecewa?
Dan lebih jauh lagi saya berpikir, mungkin begitu juga yang terjadi dengan kita dalam hidup *halah jauh banget ya mikirnya :-D
Kita memimpikan sesuatu yang menurut kita baik, sehingga kita jadi kurang mensyukuri dan menikmati apa yang sudah kita miliki, apa yang sudah Allah berikan kepada kita sebagai rezeki-Nya. Kita sibuk membayangkan yang kita inginkan, sehingga apa yang ada di depan mata terasa tidak enak.
Padahal jika kita coba renungi lagi, pasti ada sisi positif dari apa yang sudah kita punya. Dan pasti Allah tidak berikan yang kita inginkan, karena tidak baik buat kita.
Seperti juga misro itu enak sebagai makanan manis legit, dan mungkin Allah tidak berikan comro buat saya, karena akan membuat sakit perut :-)
Lalu apakah kita tidak boleh berharap akan sesuatu yang lebih baik? Tidak boleh punya target? Oooo tentu boleh :-) Tetapi harus diarahkan untuk hal-hal yang memang bisa kita usahakan. Jadi kita berusaha untuk mencapai sasaran tersebut.
Untuk hal-hal yang sifatnya “datang begitu saja”, maka itulah saatnya kita berhenti memikirkan comro, dan coba menikmati misro yang kita punya :-)
Wednesday, February 1, 2012
Menghadapi Skenario Hidup
Dalam hidup, kita menghadapi berbagai skenario
Dan ketika skenario itu terasa berat
Kita sering mempertanyakan
Mengapa ini yang terjadi?
Sebaiknya, "mengapa" tidak perlu diajukan
Karena Allah pasti, sekali lagi pasti, sudah punya rencana
Dan kejadian itu sudah pasti, sekali lagi pasti, yang terbaik
Pertanyaan yang perlu diajukan
Kalaupun perlu bertanya
Adalah, "apa"
Apa reaksi terbaik yang sebenarnya bisa kita lakukan?
Apa reaksi terbaik yang sebenarnya Allah skenariokan?
Sehingga bukan lagi mempertanyakan
Tetapi mencari titik terang
Mencari solusi, mencari hikmah
Dan di sini, waktunya kita kembali memohon petunjuk-Nya
Memohon kekuatan dari-Nya
Memohon kemudahan dari-Nya
Kadang, kita sampai di persimpangan
Yang membuat kita bimbang
Mana yang akan kita pilih
Di sini, waktunya kita kembali memohon petunjuk-Nya
Agar kita memilih jalan yang di-ridhai-Nya
Agar jalan yang akhirnya nanti kita pilih adalah jalan yang di-ridhai-Nya
Sepertinya, dalam menghadapi skenario hidup
Tugas kita hanyalah bereaksi terbaik
Dengan senantiasa memohon pertolongan-Nya
Dan ketika skenario itu terasa berat
Kita sering mempertanyakan
Mengapa ini yang terjadi?
Sebaiknya, "mengapa" tidak perlu diajukan
Karena Allah pasti, sekali lagi pasti, sudah punya rencana
Dan kejadian itu sudah pasti, sekali lagi pasti, yang terbaik
Pertanyaan yang perlu diajukan
Kalaupun perlu bertanya
Adalah, "apa"
Apa reaksi terbaik yang sebenarnya bisa kita lakukan?
Apa reaksi terbaik yang sebenarnya Allah skenariokan?
Sehingga bukan lagi mempertanyakan
Tetapi mencari titik terang
Mencari solusi, mencari hikmah
Dan di sini, waktunya kita kembali memohon petunjuk-Nya
Memohon kekuatan dari-Nya
Memohon kemudahan dari-Nya
Kadang, kita sampai di persimpangan
Yang membuat kita bimbang
Mana yang akan kita pilih
Di sini, waktunya kita kembali memohon petunjuk-Nya
Agar kita memilih jalan yang di-ridhai-Nya
Agar jalan yang akhirnya nanti kita pilih adalah jalan yang di-ridhai-Nya
Sepertinya, dalam menghadapi skenario hidup
Tugas kita hanyalah bereaksi terbaik
Dengan senantiasa memohon pertolongan-Nya
Subscribe to:
Posts (Atom)