Thursday, April 9, 2015

Cahaya Kematian

Dicopy paste dari materi yang disampaikan oleh Ustadzah Sinta Santi.

Jika berbicara mengenai kematian, maka pastilah semua orang yang berakal kurang menyukainya. Jika bisa, manusia ingin hidup selamanya. Oleh karena itulah, manusia membenci hal-hal yang dapat menjadi pembinasa bagi kehidupannya, termasuk kematian.

 “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” QS 2:96.

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (ar-Rahman: 26-27).

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."(al-Jumu’ah: 8).

Kematian pasti akan terjadi dan akan menimpa semua makhluk yang bernyawa. Akan tetapi kapan kematian atau ajal itu akan terjadi, semua makhluk tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Karena ia merupakan misteri dan rahasia Ilahi. Oleh karenanya, manusia yang cerdas akan selalu mengevaluasi diri dan melakukan persiapan untuk hari keberangkatannya.

“Yang mengikuti si mayyit ada tiga perkara; keluarga, harta dan amalnya. Yang dua kembali dan yang masih tetap (bersamanya) hanya satu. Keluarga dan hartanya kemabali dan sementara amalnya kekal bersamanya.” Muttafaqun ‘Alaih.

“Orang yang cerdas/kuat (mensikapi hidup) adalah yang selalu menghisab dirinya dan beramal untuk bekal setelah mati. Orang yang lemah adalah yang mengekor hawa nafsunya dan berandai-andai terhadap Allah.” HR At-Tirmidzi.

Ada Empat Perenungan Seputar Kematian :

Pertama, Waktu kedatangannya yang tidak diketahui.

Kekhawatiran akan datangnya sang tamu yang tak diundang ini  hendaknya terus dihayati dan dirasakan setiap saat. Hal ini disebabkan waktu kedatangannya yang ghaib, sehingga diperlukan kewaspadaan yang terus menerus. Hal yang berbeda tentu akan terjadi apabila sebelumnya seseorang itu tahu kapan waktu kedatangannya, dan atau diberitahu kapan ia  akan datang.  Hal ini tentu akan menyebabkan seseorang itu mempersiapkan kedatangannya.

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat;  dan  Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.  Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan  pasti) apa  yang  akan  diusahakannya  besok  Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan  mati.  Sesungguhnya  Allah  Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”  (Luqman: 34).

Kedua, Kematian merupakan sudden death status seseorang, apakah ia meninggal sebagai seorang mukmin atau sebaliknya.

Kehadiran setan pada saat menjelang kematian seorang manusia sangatlah berbahaya. Sebab, hal inilah yang menjadi tolok ukur amal seseorang. Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw. pernah bersabda, “Amal itu ditentukan di saat penutupannya.” Maksud dari hadist ini adalah keseluruhan amalan seseorang akan dinilai pada saat kematiannya atau bagaimana ia mengakhiri hidupnya. Disinilah setan bermain. Ia ingin setiap muslim atau mukmin yang sedang menghadapi kematiannya, akhirnya mati dalam keadaan kufur.

Ketiga, Mewaspadai Su’ul Khatimah.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba beramal dengan amalan ahli surga, hingga jarak antara ia dengan surga hanyalah sejengkal. Kemudian, berlakulah ketentuan Allah atas dirinya, dan  ia pun beramal dengan amalan ahli neraka, yang menyebabkannya terjerumus ke dalamnya.”

Setiap muslim hendaknya senantiasa mewaspadai hal ini, hingga lahirlah dalam dirinya rasa kekhawatiran jika hal tersebut menimpanya. Hal ini akan mendorongnya untuk lebih mengontrol perilakunya, dan menimbulkan rasa harap-harap dan cemas terhadap Allah SWT. Rasulullah  saw. mengajarkan satu doa kepada kita agar terhindar dari akhir yang buruk itu, “Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada akhirnya, sebaik-baik amalku pada penghabisannya, dan sebaik-baik hariku pada saat aku berjumpa dengan-Mu.”

Keempat; Beratnya Menghadapi Sakratul Maut

Al-Qur`an menggambarkan keadaan sakratul maut ini dalam surat al-Qiyamah, ayat 29 dengan ungkapan, “Wal taffatis saaqu bissaaqi”, yang artinya adalah ‘syiddatul baalighah ‘indalmauti’ atau kedahsyatan, tekanan, ketakutan, kesakitan, himpitan, dan berbagai keadaaan dan perasaan yang tidak enak, semua  ini bercampur aduk menjadi satu di saat menjelang kematian. Bahkan, menjelang wafatnya, Rasulullah saw. pun merasakan beratnya menghadapi sakratul maut. Aisyah ra. berkata, “Rasulullah saw. sampai membasuh wajahnya dengan air sambil berkata, “Tiada tuhan melainkan Allah, sesungguhnya pada kematian itu ada sakaratnya.”

Cahaya Kematian ada Empat :

  • Amal Saleh, Segala ucapan dan perbuatan seseorang yang diridhai dan dicintai Allah SWT, baik yang berkaitan dengan dimensi Aqidah, Ibadah, mu’amalah, sulukiah dan amal-amal kebaikan lainnya.
  • Sedekah Jariah, Sedekah yang bersifat permanen dan terus menerus pemanfaatannya atau yang disebut dengan waqaf abadi seperti tanah, bangunan, pekarangan, usaha (hotel, mini market, warnet dll), uang tunai dll.
  • Ilmu Yang Bermanfaat, Ilmu yang kita ajarkan kepada orang lain dan selanjutnya ia melaksanakannya, mengembangkannya dan mengajarkannya kepada yang lain. Baik ilmu tersebut ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
  • Anak Saleh Yang Berdo’a Untuknya, Anak-anak kita yang terdidik dan terbina yang senantiasa taat terhadap nilai-nilai kebenaran Islam, selalu berbuat kebaikan dan mendo’akan kita setelah wafat kita.

 Semoga cahaya-cahaya kematian itu milik kita.

No comments: