Wednesday, July 25, 2012

Meningkatkan Kecintaan kepada Allah dan Rasul


Ceramah Ramadhan hari ke-4 di kantor saya disampaikan oleh Ust. Aam Amiruddin, semoga bermanfaat.

Kedekatan fisik akan membantu psikis. Rasulullah ketika menyampaikan sesuatu kepada seseorang, akan memgang pundak orang tsb. Malaikat Jibril ketika menyampaikan wahyu kepada Rasulullah, menempelkan lututnya ke lutut Rasulullah.

Cinta tidak dapat didefinisikan, namun cinta dapat dilihat dari indikatornya. Dan jika sudah ada cinta, yang sulit menjadi gampang, yang jauh terasa dekat, penderitaan menjadi kenikmatan, yang berat menjadi ringan. Ketika hati telah dibukakan untuk Islam, Allah, dan Rasulnya, maka ibadah akan terasa ringan. Maka, biarkan cinta menjadi energi.

Kita bisa meneladani Umar dan Abu Bakar yang mencintai Allah, dengan menginfakkan setengah harta dan seluruh harta mereka.

Ada tiga macam cinta. Yang pertama adalah cinta rahmah, yang tak bertepi dari Allah kepada makhluk. Allah membuka segala pintu kebaikan. Amal tidak bisa memasukkan seseorang ke dalam surga. Juga amal Rasulullah.

Betapa Rasulullah yang sangat luar biasa amal solehnya, misalnya ketika Rasulullah ke Thaif dan dilempari batu, beliau mendoakan agar mereka diampuni dan agar Allah menghadirkan generasi berikutnya yang beriman. Kita bisa mencontoh beliau dengan berdoa ketika disakiti. Berdoalah yang baik-baik.

Yang bisa memasukkan ke surga adalah rahmat Allah. Dan rahmat Allah diperoleh dengan melakukan amal sebaik-baiknya.

Cinta yang kedua adalah cinta mawaddah, yang tak bertepi kepada sesama manusia, seperti orang tua ke anak. Cinta orang tua sungguh takkan pernah terbalas. Di masa Rasulullah ada seorang anak yang sedang berhaji menggunakan ihram, yang ketika dibuka tampak punggungnya terluka, yang ternyata karena pemuda tersebut selalu menggendong ibunya. Pemuda itu pun bertanya kepada Rasulullah, apakah ia termasuk anak yang berbakti. Rasulullah menjawab “Sungguh, engkau telah berbakti, dan Allah ridha, namun cinta ibumu tidak pernah dapat engkau balas.” Menjadi evaluasi bagi kita, sejauh mana kita telah berbakti pada orang tua kita?

Cinta mawaddah dengan bertambahnya waktu, akan makin meningkat. Seperti cinta seorang istri kepada suaminya, yang mencegah suami untuk makan suatu makanan yang dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.

Yang ketiga adalah cinta mahabbah, yaitu cinta kepada obyek, yang mengenal bosan. Atau cinta yang fluktuaktif.

Kepada Allah dan Rasul, istilah yang digunakan adalah mahabbatullah dan mahabbaturrasul. Karena cinta kita kepada Allah dan Rasul naik turun, sebagaimana iman yang juga naik turun.

Dan tak kenal maka tak sayang. Agar cinta kita kepada Allah, sebagaimana pada firman Allah, “Pelajarilah bahwa tiada tuhan selain Aku.” Seringlah mengkaji, asahlah ilmu.

Selain itu, berkatalah yang benar, karena tingkat kecintaan kepada Allah dan Rasulullah terukur dari lisan. Sebagaimana dalam surat An Nisa, “Jika engkau khawatir meninggalkan generasi lemah, bertakwalah dan bicaralah yang benar.” Karena lisan adalah gambaran hati. Berbicaralah positif, akan muncul hormon endorphin, dan akan menjadikan badan kita sehat dengan daya tahan tubuh yang baik. Ketika memotivasi anak untuk shalat, katakan, “Shalat Nak, agar disayang Allah.”

Mengapa kita berpuasa? Pada dasarnya manusia memiliki hati yang bersih. Dan kesolehan dilihat dari bersihnya hati. Namun dengan perjalanan waktu, kebersihan hati bisa tercemar, karena manusia senantiasa melakukan duplikasi (meniru orang lain) dan adaptasi (menyesuaikan dengan lingkungan). Ketika ada orang yang mengenakan pakaian yang bagus, kita ikuti. Ketika di Indonesia banyak orang melanggar peraturan, kita terpengaruh. Ketika ke Singapura yang tertib, kita ikut tertib.

Untuk itu Allah membuka jalur-jalur untuk membersihkan jiwa, antara lain shalat, puasa. Ketika kebersihan hati meningkat, cinta kita kepada Allah dan Rasul akan meningkat.

Puasa sesungguhnya mengasah tiga hal yaitu fisik, intelektual, qalbu.

Syukuri jasad tiga cara.  Pertama dengan berolahraga. Rasulullah suka berolah raga. Kedua, Rasulullah memiliki pola makan yang baik, yaitu berhenti makan sebelum kenyang. Makanlah dengan logika, bukan dengan emosi. Ketiga, jagalah kebersihan. Rasulullah senantiasa tidur dengan kaki, wajah, dan gigi yang bersih, karena beliau berwudhu sebelum tidur, dan selalu menyikat gigi sebelum berwudhu.

Dalam Al Qur’an, pembahasan tentang penggunaan akal diulang sampai 704 kali. Shalat 100 kali, haji kurang dari 10 kali, waris kurang dari 5 kali. Karena memang seluruh aktivitas membutuhkan ilmu.

Dan segala amal soleh bermuara di qalbu.

Sebagai penutup Ustadz menyampaikan bahwa tidak ada yang dapat menjamin bahwa kita bisa sampai pada akhir Ramadhan tahun ini. Dan kalaupun kita sampai di akhir Ramadhan tahun ini, tidak ada yang bida menjamin bahwa kita bisa berjumpa dengan Ramadhan tahun depan. Karena itu jadikan setiap hari Ramadhan kita menjadi Ramadhan yang terbaik. Dan kalau kita mencapai akhir Ramadhan tahun ini, itu adalah Ramadhan yang terbaik.

No comments: