Ceramah Ramadhan hari ke-4 di kantor saya disampaikan oleh Ust. Aam Amiruddin, semoga bermanfaat.
Kedekatan
fisik akan membantu psikis. Rasulullah ketika menyampaikan sesuatu kepada
seseorang, akan memgang pundak orang tsb. Malaikat Jibril ketika menyampaikan
wahyu kepada Rasulullah, menempelkan lututnya ke lutut Rasulullah.
Cinta tidak
dapat didefinisikan, namun cinta dapat dilihat dari indikatornya. Dan jika
sudah ada cinta, yang sulit menjadi gampang, yang jauh terasa dekat,
penderitaan menjadi kenikmatan, yang berat menjadi ringan. Ketika hati telah
dibukakan untuk Islam, Allah, dan Rasulnya, maka ibadah akan terasa ringan.
Maka, biarkan cinta menjadi energi.
Kita bisa
meneladani Umar dan Abu Bakar yang mencintai Allah, dengan menginfakkan
setengah harta dan seluruh harta mereka.
Ada tiga
macam cinta. Yang pertama adalah cinta rahmah, yang tak bertepi dari Allah
kepada makhluk. Allah membuka segala pintu kebaikan. Amal tidak bisa memasukkan
seseorang ke dalam surga. Juga amal Rasulullah.
Betapa
Rasulullah yang sangat luar biasa amal solehnya, misalnya ketika Rasulullah ke
Thaif dan dilempari batu, beliau mendoakan agar mereka diampuni dan agar Allah
menghadirkan generasi berikutnya yang beriman. Kita bisa mencontoh beliau
dengan berdoa ketika disakiti. Berdoalah yang baik-baik.
Yang bisa
memasukkan ke surga adalah rahmat Allah. Dan rahmat Allah diperoleh dengan
melakukan amal sebaik-baiknya.
Cinta yang
kedua adalah cinta mawaddah, yang tak bertepi kepada sesama manusia, seperti
orang tua ke anak. Cinta orang tua sungguh takkan pernah terbalas. Di masa
Rasulullah ada seorang anak yang sedang berhaji menggunakan ihram, yang ketika
dibuka tampak punggungnya terluka, yang ternyata karena pemuda tersebut selalu
menggendong ibunya. Pemuda itu pun bertanya kepada Rasulullah, apakah ia
termasuk anak yang berbakti. Rasulullah menjawab “Sungguh, engkau telah
berbakti, dan Allah ridha, namun cinta ibumu tidak pernah dapat engkau balas.”
Menjadi evaluasi bagi kita, sejauh mana kita telah berbakti pada orang tua
kita?
Cinta mawaddah
dengan bertambahnya waktu, akan makin meningkat. Seperti cinta seorang istri
kepada suaminya, yang mencegah suami untuk makan suatu makanan yang
dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.
Yang ketiga
adalah cinta mahabbah, yaitu cinta kepada obyek, yang mengenal bosan. Atau
cinta yang fluktuaktif.
Kepada Allah
dan Rasul, istilah yang digunakan adalah mahabbatullah dan mahabbaturrasul.
Karena cinta kita kepada Allah dan Rasul naik turun, sebagaimana iman yang juga
naik turun.
Dan tak
kenal maka tak sayang. Agar cinta kita kepada Allah, sebagaimana pada firman
Allah, “Pelajarilah bahwa tiada tuhan selain Aku.” Seringlah mengkaji, asahlah
ilmu.
Selain itu,
berkatalah yang benar, karena tingkat kecintaan kepada Allah dan Rasulullah terukur
dari lisan. Sebagaimana dalam surat An Nisa, “Jika engkau khawatir meninggalkan
generasi lemah, bertakwalah dan bicaralah yang benar.” Karena lisan adalah gambaran
hati. Berbicaralah positif, akan muncul hormon endorphin, dan akan menjadikan
badan kita sehat dengan daya tahan tubuh yang baik. Ketika memotivasi anak
untuk shalat, katakan, “Shalat Nak, agar disayang Allah.”
Mengapa kita
berpuasa? Pada dasarnya manusia memiliki hati yang bersih. Dan kesolehan
dilihat dari bersihnya hati. Namun dengan perjalanan waktu, kebersihan hati
bisa tercemar, karena manusia senantiasa melakukan duplikasi (meniru orang
lain) dan adaptasi (menyesuaikan dengan lingkungan). Ketika ada orang yang mengenakan
pakaian yang bagus, kita ikuti. Ketika di Indonesia banyak orang melanggar
peraturan, kita terpengaruh. Ketika ke Singapura yang tertib, kita ikut tertib.
Untuk itu
Allah membuka jalur-jalur untuk membersihkan jiwa, antara lain shalat, puasa.
Ketika kebersihan hati meningkat, cinta kita kepada Allah dan Rasul akan
meningkat.
Puasa
sesungguhnya mengasah tiga hal yaitu fisik, intelektual, qalbu.
Syukuri
jasad tiga cara. Pertama dengan
berolahraga. Rasulullah suka berolah raga. Kedua, Rasulullah memiliki pola
makan yang baik, yaitu berhenti makan sebelum kenyang. Makanlah dengan logika,
bukan dengan emosi. Ketiga, jagalah kebersihan. Rasulullah senantiasa tidur
dengan kaki, wajah, dan gigi yang bersih, karena beliau berwudhu sebelum tidur,
dan selalu menyikat gigi sebelum berwudhu.
Dalam Al Qur’an,
pembahasan tentang penggunaan akal diulang sampai 704 kali. Shalat 100 kali,
haji kurang dari 10 kali, waris kurang dari 5 kali. Karena memang seluruh
aktivitas membutuhkan ilmu.
Dan segala amal
soleh bermuara di qalbu.
Sebagai penutup
Ustadz menyampaikan bahwa tidak ada yang dapat menjamin bahwa kita bisa sampai
pada akhir Ramadhan tahun ini. Dan kalaupun kita sampai di akhir Ramadhan tahun
ini, tidak ada yang bida menjamin bahwa kita bisa berjumpa dengan Ramadhan
tahun depan. Karena itu jadikan setiap hari Ramadhan kita menjadi Ramadhan yang
terbaik. Dan kalau kita mencapai akhir Ramadhan tahun ini, itu adalah Ramadhan
yang terbaik.
No comments:
Post a Comment