Ceramah Dzuhur hari ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad
Sarwat, tentang Binatang yang Diharamkan.
Mohon maaf kali ini tidak ikut sampai selesai. Mudah-mudahan
tetap bermanfaat :-)
Pada dasarnya Allah mengharamkan sesuatu dalam tiga
kategori :
1. Jika
benda tersebut najis
2. Jika
benda tersebut memabukkan
3. Jika
benda tersebut merusak atau mematikan
Dalam hal binatang yang diharamkan, terdapat pembahasan lebih
lanjut.
Pertama, binatang yang Allah haramkan, dengan disebutkan
secara eksplisit nama binatang tersebut, baik dalam Al Qur’an maupun dalam
Hadits.
Yang termasuk dalam kategori ini ada dua binatang yaitu
babi dan keledai.
Babi, disebutkan Allah 4 kali dalam Al Qur’an yaitu surat
Al Baqarah, Al Maidah, Al An’am, dan An Nahl.
Pengharaman babi pada dasarnya tidak memiliki alasan
tertentu (illat). Kalaupun kemudian ditemukan bahwa babi ternyata mengandung
cacing pita, menyebabkan banyak penyakit, atau memiliki cara hidup yang kotor,
hal-hal tersebut merupakan hikmah, bukan penyebab pengharaman. Allah hanya
ingin kita tidak makan babi. Titik.
Hal ini mirip dengan ketika Allah melarang Nabi Adam AS
untuk mendekati satu pohon (disebut Al Qur’an pohon ini, hadzihi syajarah),
juga tidak ada alasan. Satu catatan tentang nama pohon ini, penamaan khuldi
adalah nama dari syaitan, yang artinya pohon keabadian, yang disampaikan
syaitan kepada Nabi Adam dalam upaya membujuk Nabi Adam untuk mau memakan buah
tersebut.
Haramnya babi, sama dengan anjing, yaitu juga merupakan
binatang najis, dengan status najis mughaladhah, yang harus dibersihkan dengan
air 7 kali ditambah dengan tanah 1 kali.
Yang perlu diperhatikan tentang najis, kondisinya dapat
berubah jika terjadi perubahan wujud menjadi benda lain. Sebagai contoh,
bangkai yang terjadi sejak ribuan tahun, lalu berubah menjadi fosil dan
akhirnya menjadi minyak bumi. Maka bangkai yang semula najis, ketika menjadi
minyak bumi tidak lagi najis.
Contoh lain, lele yang makan benda najis, namun makanan
tersebut berubah menjadi daging lele, dan dalam ususnya tidak ada lagi benda
najis dalam bentuk aslinya, maka lele tersebut halal. Untuk memastikan dalam
perutnya tidak ada lagi benda najis, maka sebelum dikonsumsi, lele tersebut
dikarantina selama 2-3 hari di tempat yang bersih dengan makanan yang bersih.
Khamr berasal dari anggur/kurma (halal), yang dalam
proses fermentasi awalnya menjadi semacam yogurt (halal), lalu jika dilanjutkan
berubah lagi menjadi khamr (haram), lalu jika dilanjutkan lagi menjadi cuka
(halal).
(Catatan tambahan saya, dari milis halal baik enak, cuka
yang halal adalah jika proses fermentasi berasal dari anggur/kurma yang
diteruskan sampai menjadi cuka. Jika
fermentasi dilakukan dari khamr, maka termasuk kategori haram).
Vaksin meningitis, menurut Ustadz Ahmad Sarwat,
andaikatapun mengandung babi, dapat dikategorikan sudah berubah bentuknya,
sehingga bisa dikatakan tidak lagi haram.
(Catatan tambahan dari saya, perlu diklarifikasi kembali,
karena dalam pembahasan di milis halal baik enak, seluruh produk turunan dari
babi adalah haram).
Analogi yang juga bisa diterapkan untuk vaksin yang
dicurigai mengandung najis adalah transfusi darah. Darah adalah termasuk benda
najis. Sebagai contoh ekstrim, kita tidak boleh membawa labu darah PMI dalam
shalat. Namun, darah dapat ditransfusikan, dan tidak diharamkan. Maka status
najis dan haram adalah ketika dimakan. Sebagai contoh ekstrim, darah akan haram
jika diminum dari gelas misalnya.
Prinsip ini merujuk pada pemahaman madzhab Hanafi bahwa
perubahan wujud mengubah hukumnya.
Seluruh bangkai termasuk najis. Namun jika dikuliti, lalu
kulitnya disamak, berubah menjadi suci. Dalam madzhab Syafi’i, kondisi ini
dikecualikan pada dua binatang, yaitu anjing dan babi, yang walaupun disamak,
kulitnya tetap tidak berubah menjadi suci.
Binatang yang juga disebutkan sebagai haram secara
spesifik adalah keledai. Yaitu keledai peliharaan, yang digunakan untuk
dipekerjakan. Dagingnya disebut sebagai kotor.
Kategori kedua adalah bangkai, yang terdiri atas 8 jenis
(maaf hanya tercatat 7 :-)
)
1. Hewan
halal, yang disembelih bukan atas nama Allah (untuk berhala, untuk sesajen, dan
sejenisnya)
2. Hewan
mati tercekik
3. Hewan
mati terpukul
4. Hewan
jatuh
5. Hewan
ditanduk
6. Hewan
diterkam binatang buas
7. Potongan
hewan yang terlepas, sedangkan hewannya masih hidup
Khusus untuk kasus hewan diterkam binatang buas,
dikecualikan untuk hewan yang diterkam oleh binatang pemburu yang sudah dilatih
untuk berburu. Namun ada syarat khusus yaitu, binatang pemburu tersebut
dilepaskan oleh sang pemilik, dan ketika dilepas diucapkan bismillah, serta
binatang pemburu ini hanya menggigit / mencakar saja untuk mematikan, tidak
memakan sebagian dari binatang buruannya. Jika binatang pemburu menerkam binatang
buruan atas keinginannya sendiri, maka binatang buruannya termasuk kategori
bangkai.
Dihalalkan dua bangkai yaitu ikan dan belalang.
Yang dimaksud dengan ikan adalah semua binatang yang
hidup di dalam air, laut, danau, sungai, akuarium. Maka termasuk dengan udang,
ubur, anjing laut, babi laut, dll.
Dalam madzhab Syafi’i, terdapat catatan khusus untuk
hewan yang dapat hidup di air maupun di darat, yang disebut sebagai dua wujud
dalam satu tubuh. Disebutkan bahwa status sebagai hewan air “dikalahkan” oleh
status sebagai hewan darat. Maka bangkainya menjadi haram. Yang termasuk dalam
kategori ini misalnya kepiting, buaya.
Namun, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut oleh
LPPOM MUI dengan peneliti IPB, maka dari seluruh jenis kepiting (sekitar 50 spesies),
seluruhnya adalah hewan air, karena bernafas dengan insang, yang tidak bisa
bertahan lama jika berada di darat.
Tambahan catatan dari Nunik, teman saya yang ikutan sampai selesai :
Untuk hewan buruan, harus menggunakan peluru yang tajam / runcing seperti tombak, panah, dan tidak boleh menggunakan alat yang tumpul seperti gundu, dll. (terima kasih Nunik :-) )
Tambahan catatan dari Nunik, teman saya yang ikutan sampai selesai :
Untuk hewan buruan, harus menggunakan peluru yang tajam / runcing seperti tombak, panah, dan tidak boleh menggunakan alat yang tumpul seperti gundu, dll. (terima kasih Nunik :-) )
No comments:
Post a Comment