Wednesday, May 9, 2012

Binatang yang Diharamkan


Ceramah Dzuhur hari ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Sarwat, tentang Binatang yang Diharamkan.

Mohon maaf kali ini tidak ikut sampai selesai. Mudah-mudahan tetap bermanfaat :-)

Pada dasarnya Allah mengharamkan sesuatu dalam tiga kategori :
1.  Jika benda tersebut najis
2.  Jika benda tersebut memabukkan
3.  Jika benda tersebut merusak atau mematikan

Dalam hal binatang yang diharamkan, terdapat pembahasan lebih lanjut.

Pertama, binatang yang Allah haramkan, dengan disebutkan secara eksplisit nama binatang tersebut, baik dalam Al Qur’an maupun dalam Hadits.

Yang termasuk dalam kategori ini ada dua binatang yaitu babi dan keledai.

Babi, disebutkan Allah 4 kali dalam Al Qur’an yaitu surat Al Baqarah, Al Maidah, Al An’am, dan An Nahl.

Pengharaman babi pada dasarnya tidak memiliki alasan tertentu (illat). Kalaupun kemudian ditemukan bahwa babi ternyata mengandung cacing pita, menyebabkan banyak penyakit, atau memiliki cara hidup yang kotor, hal-hal tersebut merupakan hikmah, bukan penyebab pengharaman. Allah hanya ingin kita tidak makan babi. Titik.

Hal ini mirip dengan ketika Allah melarang Nabi Adam AS untuk mendekati satu pohon (disebut Al Qur’an pohon ini, hadzihi syajarah), juga tidak ada alasan. Satu catatan tentang nama pohon ini, penamaan khuldi adalah nama dari syaitan, yang artinya pohon keabadian, yang disampaikan syaitan kepada Nabi Adam dalam upaya membujuk Nabi Adam untuk mau memakan buah tersebut.

Haramnya babi, sama dengan anjing, yaitu juga merupakan binatang najis, dengan status najis mughaladhah, yang harus dibersihkan dengan air 7 kali ditambah dengan tanah 1 kali.

Yang perlu diperhatikan tentang najis, kondisinya dapat berubah jika terjadi perubahan wujud menjadi benda lain. Sebagai contoh, bangkai yang terjadi sejak ribuan tahun, lalu berubah menjadi fosil dan akhirnya menjadi minyak bumi. Maka bangkai yang semula najis, ketika menjadi minyak bumi tidak lagi najis.

Contoh lain, lele yang makan benda najis, namun makanan tersebut berubah menjadi daging lele, dan dalam ususnya tidak ada lagi benda najis dalam bentuk aslinya, maka lele tersebut halal. Untuk memastikan dalam perutnya tidak ada lagi benda najis, maka sebelum dikonsumsi, lele tersebut dikarantina selama 2-3 hari di tempat yang bersih dengan makanan yang bersih.

Khamr berasal dari anggur/kurma (halal), yang dalam proses fermentasi awalnya menjadi semacam yogurt (halal), lalu jika dilanjutkan berubah lagi menjadi khamr (haram), lalu jika dilanjutkan lagi menjadi cuka (halal).
(Catatan tambahan saya, dari milis halal baik enak, cuka yang halal adalah jika proses fermentasi berasal dari anggur/kurma yang diteruskan sampai menjadi cuka.  Jika fermentasi dilakukan dari khamr, maka termasuk kategori haram).

Vaksin meningitis, menurut Ustadz Ahmad Sarwat, andaikatapun mengandung babi, dapat dikategorikan sudah berubah bentuknya, sehingga bisa dikatakan tidak lagi haram.
(Catatan tambahan dari saya, perlu diklarifikasi kembali, karena dalam pembahasan di milis halal baik enak, seluruh produk turunan dari babi adalah haram).

Analogi yang juga bisa diterapkan untuk vaksin yang dicurigai mengandung najis adalah transfusi darah. Darah adalah termasuk benda najis. Sebagai contoh ekstrim, kita tidak boleh membawa labu darah PMI dalam shalat. Namun, darah dapat ditransfusikan, dan tidak diharamkan. Maka status najis dan haram adalah ketika dimakan. Sebagai contoh ekstrim, darah akan haram jika diminum dari gelas misalnya.

Prinsip ini merujuk pada pemahaman madzhab Hanafi bahwa perubahan wujud mengubah hukumnya.

Seluruh bangkai termasuk najis. Namun jika dikuliti, lalu kulitnya disamak, berubah menjadi suci. Dalam madzhab Syafi’i, kondisi ini dikecualikan pada dua binatang, yaitu anjing dan babi, yang walaupun disamak, kulitnya tetap tidak berubah menjadi suci.

Binatang yang juga disebutkan sebagai haram secara spesifik adalah keledai. Yaitu keledai peliharaan, yang digunakan untuk dipekerjakan. Dagingnya disebut sebagai kotor.

Kategori kedua adalah bangkai, yang terdiri atas 8 jenis (maaf hanya tercatat 7 :-) )

1.  Hewan halal, yang disembelih bukan atas nama Allah (untuk berhala, untuk sesajen, dan sejenisnya)
2.  Hewan mati tercekik
3.  Hewan mati terpukul
4.  Hewan jatuh
5.  Hewan ditanduk
6.  Hewan diterkam binatang buas
7.  Potongan hewan yang terlepas, sedangkan hewannya masih hidup

Khusus untuk kasus hewan diterkam binatang buas, dikecualikan untuk hewan yang diterkam oleh binatang pemburu yang sudah dilatih untuk berburu. Namun ada syarat khusus yaitu, binatang pemburu tersebut dilepaskan oleh sang pemilik, dan ketika dilepas diucapkan bismillah, serta binatang pemburu ini hanya menggigit / mencakar saja untuk mematikan, tidak memakan sebagian dari binatang buruannya. Jika binatang pemburu menerkam binatang buruan atas keinginannya sendiri, maka binatang buruannya termasuk kategori bangkai.

Dihalalkan dua bangkai yaitu ikan dan belalang.
Yang dimaksud dengan ikan adalah semua binatang yang hidup di dalam air, laut, danau, sungai, akuarium. Maka termasuk dengan udang, ubur, anjing laut, babi laut, dll.

Dalam madzhab Syafi’i, terdapat catatan khusus untuk hewan yang dapat hidup di air maupun di darat, yang disebut sebagai dua wujud dalam satu tubuh. Disebutkan bahwa status sebagai hewan air “dikalahkan” oleh status sebagai hewan darat. Maka bangkainya menjadi haram. Yang termasuk dalam kategori ini misalnya kepiting, buaya.

Namun, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut oleh LPPOM MUI dengan peneliti IPB, maka dari seluruh jenis kepiting (sekitar 50 spesies), seluruhnya adalah hewan air, karena bernafas dengan insang, yang tidak bisa bertahan lama jika berada di darat.

Tambahan catatan dari Nunik, teman saya yang ikutan sampai selesai : 

Untuk hewan buruan, harus menggunakan peluru yang tajam / runcing seperti tombak, panah, dan tidak boleh menggunakan alat yang tumpul seperti gundu, dll. (terima kasih Nunik :-) )

No comments: