Ceramah hari ini disampaikan oleh Ust. DR. Muqodam Cholil,
MA, tentang kepemimpinan Umar Bin Khaththab, yang akan saya bagi menjadi empat tulisan
berikut :
Pertama, tentang Musyawarah dan Keadilan, pada tulisan ini.
Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa
Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin
al-Khaththab orangnya.”
Umar senantiasa mengikuti Al Qur’an dan sunnah, dan banyak
perkembangan baru dalam Islam yang dimulai di masa kepemimpinannya.
Musyawarah sebelumnya tidak dikenal. Seluruh wilayah
kekuasaan Islam menggunakan sistem diktator dengan prinsip raja adalah hukum.
Umar memulai “wasyawirhum bil amri” dalam berbagai urusan. Salah satunya adalah
ketika beliau akan wafat, beliau mengangkat tim untuk memilih khalifah
selanjutnya. Berbeda dengan Rasulullah yang tidak menunjuk siapa pun, dan Abu
Bakar yang menunjuk Umar. Tim tersebut terdiri atas 6 orang, antara lain Ustman
Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, Zubair, Sa’ad Bin Abi Waqash, Ubaidillah.
Prinsip Umar adalah bahwa pendapat 3 orang ibarat simpul dari 3 tali yang tidak
bisa lagi dibuka simpulnya.
Prinsip keadilan dan persamaan sangat dipegang teguh di masa
pemerintahan Umar. Suatu ketika Umar sedang memberikan pidato di Madinah, salah
seorang rakyatnya menyatakan bahwa Umar tidak adil, dan dia tidak akan taat
sebelum memperoleh penjelasan akan hal tersebut. Sehari sebelumnya Umar
membagikan harta untuk umat Islam berupa sepotong kain. Orang itu berkata “Kain
itu sangat terbatas sehingga tidak akan cukup untuk dijahit menjadi baju, pasti
engkau mengambil lebih dari 1 potong kain.” Umar pun meminta anaknya, Abdullah
bin Umar untuk menjelaskan, dan anaknya pun berkata, “Bagianku aku berikan
padanya.” Maka kain tersebut dapat dijahit menjadi baju untuk Umar.
Postur tubuh Umar bin Khaththab sangat besar. Hal tersebut
merupakan salah satu ciri pemimpin yang baik, yaitu Allah berikan “ilm wal
jism”, ilmu dan fisik.
Dalam kisah yang lain, dalam sebuah pertandingan pacuan kuda
di Mesir, putera Gubernur Amr bin Ash mengalami kekalahan, dan ia pun memukul
orang yang mengalahkannya dan melarangnya untuk ikut pacuan kuda lagi. Orang
tersebut melapor kepada Umar. Umar memberikan surat kepada Amr bin Ash,
mengundang untuk datang, dan dalam surat itu disampaikan juga tulang dengan
garis lurus. Ketika mereka bertemu, Umar berkata kepadanya, “Mengapa engkau
memperbudak manusia?” Dan mempersilakan orang pelapor untuk memukul Gubernur
yang lalu digantikan dengan anaknya yang memang bersalah. Adapun makna tulang
dan garis lurus adalah bahwa semua manusia akan mati menjadi tulang belulang, maka
bersikap adillah seperti garis lurus.
Di masa kempimpinan Umar, tidak ada rakyat yang didzalimi,
orang tua dan janda disantuni. Ketika Umar sedang berkeliling di malam hari di
sekitar pemukiman rakyatnya, ia mendengar syair syahdu seorang perempuan yang
terlalu lama ditinggalkan oleh suaminya yang sedang berjihad. Sepulang dari
perjalanannya, Umar pun bertanya pada puterinya, Hafshah, tentang berapa lama
seorang perempuan sanggup bertahan tanpa suami. Hafshah menjawab 6 bulan. Maka
sejak saat itu waktu pengiriman mujahidin dibatasi tidak boleh melebihi dari 6
bulan.
Dalam perjalanan berkeliling malam hari lainnya, Umar
mendengarkan percakapan seorang ibu penjual susu dengan anaknya. Sang Ibu
berkata, “Campurlah susu itu dengan air, agar jumlahnya menjadi lebih banyak.”
Sang anak menolak dan berkata, “Tidak Ibu, nanti Umar akan marah jika
mengetahui.” Sang Ibu berkata lagi, “Umar tidak mengetahui kita melakukannya.”
Sang anak berkata lagi, “Umar memang tidak mengetahui, tetapi Tuhannya Umar
mengetahui.” Umar pun memberi tanda pada pintu rumah itu, dan kemudian
memerintahkan puteranya, Asim agar menikah dengan anak itu. Dan di kemudian
hari mereka memiliki anak, Umar bin Abdul Aziz, yang menjadi salah satu
khalifah terbaik.
No comments:
Post a Comment