Wednesday, May 23, 2012

Kepemimpinan Umar Bin Khaththab – Kebebasan


Umar juga memberikan kebebasan, selama berada dalam koridor yang telah ditetapkan. Umar sangat menghargai pendapat semua orang. Suatu ketika Umar memberikan peraturan yang membatasi besar mahar, agar tidak terlalu mahal. Seorang Ibu berkata padanya, “Apakah kau akan membatasi sesuatu yang Allah tidak batasi?” Umar menghargai pendapat Ibu tersebut, kemudian dilakukan pembahasan tentang hal itu, yang ternyata pendapat Ibu tersebut memang benar. Peraturan itu pun dibatalkan oleh Umar.

Kebebasan juga diberikan bagi pemeluk agama lain. Karena prinsip Islam adalah “laa iqraha fiddiin”, tidak ada paksaan dalam beragama, karena sudah jelas perbedaan antara petunjuk dan kesesatan. Ketika Islam menguasai suatu wilayah baru, diberikan kebebasan, tidak ada pemaksaan untuk masuk Islam. Dalam perang, tidak boleh menghancurkan tempat ibadah, tidak boleh membunuh anak kecil dan orang tua.  Yang diperangi hanyalah yang memerangi.

Pada perang saat ini, justru korban terbanyak adalah masyarakat sipil, dengan trauma yang berkepanjangan.

Ustadz Muqadam baru saja kembali dari Gaza, Palestina. Beliau menceritakan betapa sulitnya kondisi kehidupan masyarakat di sana. Listrik hanya ada 30%, hanya mengalir 8jam dalam sehari. Beliau mengunjungi sebuah rumah sakit bantuan dari Eropa, di dalamnya ada ratusn korban perang, dan mereka bukan tentara. Seorang pimpinan lembaga kewanitaan, Ir. Ibtisam, menceritakan tentang akibat bom fosfor, yang menghanguskan korban, tetapi juga berdampak bagi mereka yang menyelamatkan, seperti ibu tersebut yang kemudian menderita kanker dan 5 bulan sekali harus ke Turki untuk mengecek kankernya.

Di zaman Islam dahulu, peperangan hanya berlangsung singkat, dengan pihak yang berperang saja, dan rakyat sipil tetap dapat menjalani kehidupan seperti biasa. Setelah perang berakhir, keesokan harinya biasanya masyarakat menyatakan dirinya masuk Islam.

Kaum kafir dzimmi dilindungi Allah dan Rasul, berkedudukan sama bahkan dengan pemimpin Islam. Dalam suatu kisah, Ali bin Abi Thalib sedang berperang, dan baju besinya terjatuh, lalu diambil oleh seorang Yahudi. Ali bin Abi Thalib meminta baju tersebut kepadanya, dan menuduhnya mengambil baju itu. Orang Yahudi ini tidak menerima tuduhan itu, dan melaporkan Ali kepada Hakim Syuraih. Hakim  Syuraih bertanya kepada Ali, “Apakah engkau memiliki saksi bahwa ia yang mengambil?” Ali menjawab, “Tidak ada.” Maka hakim pun memutuskan bahwa Ali kalah. Selesai persidangan, orang Yahudi tersebut berkata, “Sungguh agama yang adil, saya mengakui bahwa memang saya yang mengambil, dan saya masuk Islam.”

Tulisan lain yang berkaitan : 

No comments: