2 hari yang lalu, hari Senin saya demam, radang tenggorokan, tertular dari anak saya yang nomor dua, yang Senin itu sudah mulai sehat.
Senin malam, anak saya yang bungsu mulai demam. Selasa saya masih dalam penyembuhan, sekaligus menjadi perawat anak saya yang bungsu, lengkap dengan begadangnya.
Rabu, karena tidak enak sudah dua hari tidak masuk kantor, sayapun berangkat. Alhamdulillah si bungsu ternyata sudah mulai membaik, sehingga sudah bisa ditangani oleh Mbak Susternya.
Berhubung baru begadang plus masih belum sembuh benar, pulang kantor saya rasanya benar-benar lelah.
Alhamdulillah masih sempat mandi. Dan jam 5 sudah sampai di rumah.
Mulailah bermunculan berbagai masalah sehingga akhirnya kesabaran saya hilang (lagi). Hiks.
Anak kedua mogok mengerjakan PR. Setelah dipaksa, dia mengerjakan PR sambil menangis. Anak bungsu rewel, minta naik ke atas, turun ke bawah. Ayah saya datang, saya tak sempat bicara lama. Anak pertama saya cek, belum belajar. Mbak Suster mengeluh meriang. Lampu dan AC kamar menyala padahal tidak ada orang.
Padahal saya masih punya target pribadi, saya belum makan, belum shalat Isya, belum packing orderan, plus hidung masih mampet karena flu.
Rasanya saya sungguh manusia superburuk. Tidak bisa menjaga kesehatan diri dan keluarga. Tidak bisa memotivasi anak untuk belajar. Tidak bisa me-manage para Mbak dan penggunaan peralatan di rumah. Tidak bisa menjadi anak yang baik buat Ayah saya.
Perasaan ini membuat saya semakin down, semakin bete. Dan dengan betenya saya, semakin buruk reaksi saya terhadap berbagai persoalan yang di waktu lain bisa saya selesaikan dengan gemilang.
Sampai akhirnya semua anak sudah tidur. Setelah saya selesai makan. Setelah saya selesai shalat Isya dan packing orderan.
Tiba-tiba rasanya 80% persoalan jadi selesai.
Namun saya jadi menyesal, betapa sesungguhnya tadi banyak hal yang bisa saya sikapi dengan baik.
Mungkin kuncinya :
Pertama, lupakan target pribadi.
Makan masih bisa ditunda. Waktu Isya masih panjang. Packing orderan apa lagi, tertunda sehari pun tak masalah.
Kedua, berlaku kuat dan sabar.
Walaupun sudah lelah dan mau meledak. Berpura-puralah untuk tetap kuat dan sabar. Kalau perlu niatkan dalam rangka jaim dan gengsi. It might work.
Ketiga, hilangkan harapan akan kesempurnaan.
Harapan akan kesempurnaan membuat kita terbeban akan target. Mungkin anak kita boleh-boleh saja PR-nya tidak terlalu bagus. Mungkin anak kita boleh-boleh saja sekali-sekali tidak belajar. Mungkin tidak apa-apa sekali-sekali tidak menyambut kedatangan Ayah.
Point terakhir ini yang sepertinya paling penting. Dengan melihat prestasi walaupu kecil, kita menjadi lebih tenang.
Dan tadi performansi saya sebenarnya tidak terlalu buruk.
Saya sempat mendengar si sulung berlatih piano dan tepuk tangan. Saya sempat shalat maghrib dengan tenang karena si bungsu dengan suka rela beralih ke suami. Anak nomor dua akhirnya bisa menikmati mengerjakan PR-nya. Si Mbak Suster ternyata sudah tidak meriang. Saya sempat juga bercanda dengan si bungsu, dan dia tertawa geli.
Hidung mampet, sebaiknya cobalah untuk tabah. Bagaimana jika nanti kena penyakit yang lebih parah? Apa akan merasa layak untuk terus berkeluh kesah dan marah-marah? Baru hidung saja yang bermasalah.
Ternyata, malam ini tidak terlalu buruk. Cobalah untuk memaafkan diri sendiri. Walaupun tetap berusaha untuk memperbaiki diri.
Tetap semangaaaat :-)
No comments:
Post a Comment