Thursday, April 14, 2011

Tawakkal – Ciri Seorang Mukmin

Hari ini ceramah dzuhur tentang sikap tawakkal, disampaikan oleh Ust. Muhsinin Fauzi. Berikut yang bisa saya catat, semoga bermanfaat :-)

Di awal pembahasan tentang sikap tawakkal, digambarkan bahwa bagi mereka yang melakukan dosa pun, ketika bertaubat, sebaiknya tidak hanya berfokus kepada kesalahan, melainkan berfokus pada ampunan Allah. Jika ia lebih berfokus pada kesalahannya, maka ia dapat dianggap sebagai seseorang yang kurang ketergantungannya pada Allah.

Hal ini juga sejalan dengan pemahaman bahwa kita hidup di masa kini, maka fokuslah ke masa kini, bukan ke masa lalu. Sehingga jika kita telah melakukan dosa, kita sebaiknya lebih berfokus kepada ampunan Allah daripada ke dosa yang telah kita perbuat.

Tawakkal kepada Allah adalah rasa bersandar dan ketergantungan pada Allah, yang merupakan simbol kehambaan. Setelah keislaman, keimanan, maka yang berikutnya adalah tawakkal pada Allah, sebagaimana dalam doa ruku’ dan sujud kita.

Jika beriman maka kita akan bertawakkal. Tawakkal adalah implementasi iman rububiyah. Ekstrimnya, jika kita bertawakkal seperti tawakkal seekor burung, maka jika di pagi hari ia lapar, di sore hari ia akan kenyang, karena Allah akan berikan kecukupan.

Definisi Tawakkal pada Allah : menyerahkan urusan pada Allah disertai usaha semaksimal mungkin.

Definisi Menyerahkan, sepenuhnya menyerahkan, tidak ditarik kembali. Benar-benar pasrah, tidak ada keraguan bahwa Allah yang memiliki kekuasaan. Tidak ada pernyataan “Lalu nanti bagaimana?”

Contoh sikap pasrah adalah ketika Rasulullah diancam dengan pedang di leher, Rasulullah tidak melakukan gerakan apa pun, usaha apa pun, kecuali pasrah bahwa Allah yang akan menolong.

Sikap pasrah berlaku untuk urusan dunia maupun urusan akhirat. Contohnya ketika kita harus tetap yakin untuk dapat berhaji dengan pertolongan Allah walaupun gaji tidak memadai, atau ketika kita bergantung pada Allah untuk kesalehan anak, walaupun kita telah mengusahakan berbagai upaya pendidikan.

Jika kita telah pasrah, dan hasil yang diperoleh tidak sesuai, kita akan siap. Rasulullah ketika ada benda yang terjatuh akan berkata, “Sudah takdirnya.” Menghadapi berbagai masalah di perang Uhud dan perang Hunain, beliau tetap tenang. Karena dengan pasrah, hati akan senantiasa damai.

Dalam menyerahkan, maka ada dua faktor yang berperan :

Pertama, pengakuan mendalam Allah Mahakuasa, ma'rifatullah. Secara formal, kita pasti menyatakan bahwa Allah berkuasa. Namun secara “informal” kita sering tidak mengakui kekuasaan Allah. Contohnya ketika kita berkata, “Mana bisa tidak kerja mau makan. Mana bisa tidak sekolah lalu kaya.” Karena pada dasarnya Allah Mahakuasa, Allah dapat “menembus” sebab akibat. Serahkan pada Allah, maka tidak ada yang mustahil.

Yang kedua adalah kerendahan hati bahwa kita tak memiliki kuasa, bahwa kita adalah seorang hamba.

Seringkali kita baru dapat tawakkal pada saat benar-benar terdesak. Padahal dari awal, dalam kondisi apa pun, kita sebenarnya selalu tidak berdaya.

Seseorang hebat, sebenarnya karena Allah topang, sehingga terlihat hebat. Seseorang dapat menjadi direktur, karena Allah buat loyalitas pada karyawan dan seluruh bawahannya. Seorang wanita terlihat hebat dan berkuasa atas suaminya, karena Allah berikan rasa cinta pada suaminya, sehingga suaminya tunduk padanya. Seseorang memiliki uang banyak di bank, karena Allah jaga agar dia ingat dengan semua kekayaannya itu. Jika Allah cabut semua topangan, maka semua hilang begitu saja, dalam sekejap. Selesai.

Menjadi pedagang banyak kebaikan, karena dengan berdagang, seseorang berada dalam kondisi riskan, bisa untung bisa rugi, sehingga senantiasa memohon bantuan Allah. Karyawan yang rutin mendapatkan gaji, sering meremehkan peran Allah sebagai pemberi rezeki. Padahal perusahaan tempatnya bekerja pun bergantung dari kegiatan perdagangan. :-)

Ketika Allah berikan kondisi sehingga kita sempat tawakkal, bersyukur, sebenarnya itu adalah kabar baik. Segala naik turun dalam kehidupan, sebenarnya adalah kabar baik.

Dan yang penting diperhatikan adalah bahwa perlu ada keseimbangan antara pasrah dan usaha maksimal. Ada pemahaman bahwa pasrah dilakukan setelah usaha. Padahal pasrah dilakukan sejak awal, sejak pada proses azam. Maka pasrah dilakukan bersamaan dengan usaha.

Pasrah itu benar-benar menyerahkan diri, bahwa penyangga satu-satunya adalah Allah, sehingga ketika penyangga lepas, maka jatuhlah kita. Dalam doanya, Rasulullah senantiasa bersabda, “Jika Engkau tidak menangkan pasukan ini,.. Jika Engkau tidak berikan..” dst. Bahwa segala sesuatu benar-benar karena pemberian Allah.

Untuk usaha maksimal, maka kita mencontoh pada Rasulullah dalam menyebarkan hidayah. Rasulullah benar-benar tidak menyerah, tidak berhenti, dan tetap bertahan walaupun menghadapi berbagai rintangan yang begitu hebatnya.

Maka Definisi Usaha Maksimal :

Pertama, memberikan semua waktu sampai akhir hayat. Selama masih ada waktu, maka masih ada yang bisa dilakukan. Bahkan dalam hadits disampaikan, “Jika engkau mengetahui bahwa besok kiamat, dan di tanganmu masih ada sebuah biji, maka tanamlah.” Tak ada kata berhenti berbuat. Tak ada waktu untuk duduk manis.

Kedua, menggunakan semua potensi, yang biasanya dilandasi oleh panggilan jiwa dan keikhlasan. Dengan demikian, keberhasilan akan diterima dengan kedamaian dalam hati, kegagalan akan diterima dengan lapang dada. Sebagaimana pasukan muslim yang tidak nelangsa dalam perang Uhud dan Hunain, karena meyakini itu adalah keputusan Allah. Kita tidak perlu merasa besar karena keberhasilan, dan juga tidak merasa kecil karena kegagalan.

Ketiga, menggunakan semua kemungkinan, karena selalu masih ada kemungkinan. Tidak ada kata menyerah, terutama dalam dakwah. Keberhasilan bukan ketika menggapai sesuatu, tetapi ketika mampu melewati kegagalan dan masalah. Insya Allah nanti Allah akan berikan keberhasilan.

Kesempurnaan pasrah dan usaha adalah ketika kita pasrah seakan-akan tidak melihat usaha, dan kita berusaha seakan-akan tidak melihat pasrah. Jika ada ketidakseimbangan, maka belum sempurna.

Jika telah tawakkal, maka kita akan ridha kepada Allah. Hasil apa pun kita puas. Kita akan menikmati kemenangan-kemenangan kecil, dan tetap dapat mempertahankan motivasi. Kegagalan tidak dianggap sebagai kegagalan, karena kegagalan sebenarnya adalah bagian dari proses.

Kita menyerahkan urusan bukan hanya pada hasil, tapi juga pada sebab dan proses. Jika hasilnya baik, biasanya karena prosesnya baik. Jika hasilnya tidak baik, tetap jalani prosesnya, mudah-mudahan akan menjadi baik.

Proses disikapi dengan ridha. Seperti ketika Rasulullah yang selama 13 tahun berdakwah seperti tidak ada hasilnya. Tahapannya adalah syukur, sabar, tawakkal, baru kemudian ridha. Ridha dapat didefinisikan sebagai rasa sangat puas, menerima dgn suka cita. Termasuk juga dalam kaitan dakwah.

Sikap tawakkal adalah termasuk salah satu amalan hati yang wajib.

Manfaat dari sikap tawakkal :
1. Menambah poin kesempurnaan iman (di antara 10 faktor kesempurnaan iman).
2. Memberikan suasana bahagia dan nyaman, karena kita senantiasa ridha pada proses dan hasil.
3. Memberikan kualitas ibadah. Jika kepasrahan baik, penerimaan baik, maka ibadah baik.
4. Allah akan mencukupi

Tawakkal adalah cara luar biasa yang Alalh berikan pada mukmin untuk mencapai tujuan. Ketika kita menyerah dan pasrah, Allah justru akan berikan. Berbeda dengan ketika kita bergantung pada manusia, biasanya manusia justru kesal. Tapi Allah justru senang ketika kita hanya bergantung pada-Nya.

Beriman kepada Allah itu lezat, ada rasanya. Salah satu kue keimanan adalah pada sikap tawakkal.

Dzikir untuk meningkatkan tawakkal : Hasbiyallah wa ni'mal wakil.

No comments: