Tuesday, October 25, 2011

Dunia vs Akhirat

Sistem pendidikan dan kehidupan saat ini sangat didominasi oleh materialisme dan kapitalisme. Hehe, bahasanya isme-isme banget ya :-) Maksudnya, secara umum, yang menjadi kerangka berpikir dalam seseorang menempuh pendidikan dan lalu melakukan pekerjaan adalah untuk tujuan ekonomi, yaitu untuk mencari uang.

Seorang anak disekolahkan sejak SD, SMP, SMA, sampai kuliah, agar dapat memiliki pekerjaan yang baik, memperoleh penghasilan, dan hidup layak. Ada memang yang memiliki tujuan untuk mencari ilmu, tetapi rasanya sangat jarang ya. Kalau pun ada, sering kali ujungnya adalah tetap untuk menjadi sumber penghasilan.

Dalam model kehidupan seperti itu, aspek akhirat biasanya menjadi nomer kesekian. Sehingga hidup menjadi benar-benar untuk mengejar materi, kekayaan, semakin banyak, dan semakin banyak, untuk dirinya sendiri dan untuk keluarganya. Ada juga memang yang baik hati, bersedia berbagi. Bagus jika demikian :-)

Tingkat berikutnya, melakukan perubahan kerangka berpikir bahwa seluruh kegiatan menempuh pendidikan, bekerja, dan memperoleh penghasilan adalah bagian dari ibadah. Toh memang muslim yang kaya lebih disukai Allah daripada muslim yang miskin. Dan bukankah dengan menjadi kaya, banyak amal soleh yang bisa dilakukan.

Yang paling baik sebetulnya, adalah sebagaimana pada Al Qur’an :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Al Qashash : 77)”

Maka kewajiban untuk mengejar akhirat, mempelajari ilmu akhirat, itulah yang paling utama. Itulah yang bersifat fardhu ain, tiap-tiap manusia berkewajiban untuk mempelajari dan memahaminya. Kehidupan dunia sekedar pada tingkat “jangan kamu melupakan”.

Tadi pagi saya sempat berdiskusi dengan anak saya tentang perlunya uang. Anak saya teringat dengan salah satu buku komik Smurf yang bercerita tentang adanya uang yang justru malah membuat desa Smurf yang sebelumnya damai dengan sistem barter menjadi penuh pertikaian.

Anak saya lalu mengusulkan, sebaiknya kita kembali ke sistem barter. Namun perlu dipastikan bahwa dalam suatu masyarakat, misalnya skala RT, masing-masing orang memiliki peran untuk kehidupan masyarakat tersebut. Ada yang bertani, ada yang beternak, ada yang membuat kain, ada yang membuat pakaian. Hehehe, menarik juga ya.. :-)

Mungkin kita tidak perlu ekstrim kembali ke sistem barter. Tetapi satu hal yang penting dalam pembahasan tersebut adalah, bahwa untuk aspek kehidupan dunia, yang terpenting adalah bahwa setiap peran dalam masyarakat, ada yang menguasainya. Agar kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan baik, tetap dalam rangka menunjang kehidupan akhirat.

Sedangkan peran utama kehidupan, proporsi terbesar waktu, kegiatan utama yang terlihat di dalam keseharian, adalah kegiatan mencari ilmu akhirat, berbagi ilmu akhirat, dan melakukan ibadah semaksimal mungkin.

Kira-kira apa bisa terwujud ya? :-)

No comments: