Kajian
dzuhur disampaikan oleh Ustadz Ahmad Ridwan, Lc.
Kitab
Al Adabul Mufrad berisi Akhlak dan Adab seorang muslim, kali ini sampai pada
urutan ke 14.
Bagian
ke 14 tentang Berbakti kepada Orang Tua.
Hadits
Rasulullah kurang lebih sebagai berikut :
Pada
suatu hari seorang sahabat Rasulullah menaiki tunggangan bersama Abu Hurairah,
lalu sampai di Al Atiq (mudah-mudahan tidak salah dengar), di mana tempat itu
adalah sebuah pasar kambing. Abu Hurairah memasuki tempat tersebut dan
berteriak mengucapkan salam kepada ibunya, karena di sana adalah wilayah tempat
ia tinggal. Ibunya menjawab salam tersebut, lalu Abu Hurairah menjawab kembali
dengan “Semoga Allah merahmatimu
sebagaimana engkau merawatku ketika kecil”, dan ibunya menjawab kembali dengan,
“Semoga Allah meridhaimu karena engkau telah berbakti.”
Hal ini menggambarkan interaksi Abu Hurairah dengan ibunya.
Hal ini menggambarkan interaksi Abu Hurairah dengan ibunya.
Padahal
ibunya ini di awal adalah seorang kafir, yang berjanji tidak akan berteduh dan
tidak akan makan dan minum sampai Abu Hurairah keluar dari Islam.
Lalu Abu Hurairah meminta kepada Rasulullah agar mendoakan kepada Allah agar memberikan hidayah bagi ibu Abu Hurairah.
Lalu Abu Hurairah meminta kepada Rasulullah agar mendoakan kepada Allah agar memberikan hidayah bagi ibu Abu Hurairah.
Abu
Hurairah pernah dipanggil oleh ibunya, dan beliau menjawab “Labbaik wa
sa’daik”. Ini adalah jawaban terbaik terhadap sebuah panggilan, seperti jawaban
atas panggilan haji dari Allah.
Namun kemudian Abu Hurairah merasa bahwa ia telah bersuara lebih tinggi dari ibunya, maka ia pun ber-istighfar. Maka Abu Hurairah memenuhi panggilan ibunya, dan setelah selesai ia pergi memerdekakan 2 orang budak sebagai pengganti dosa karena mengangkat suara lebih tinggi.
Namun kemudian Abu Hurairah merasa bahwa ia telah bersuara lebih tinggi dari ibunya, maka ia pun ber-istighfar. Maka Abu Hurairah memenuhi panggilan ibunya, dan setelah selesai ia pergi memerdekakan 2 orang budak sebagai pengganti dosa karena mengangkat suara lebih tinggi.
Dalam
surat Luqman, Luqman berkata bahwa seburuk-buruk suara adalah suara keledai.
Dan suara yang lebih tinggi dari suara orang tua adalah lebih buruk dari itu.
Seorang
Ulama Hadits, Zubhi, mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah menunda haji karena
berbakti pada orang tua.
Abu Hurairah nama sebenarnya adalah Abi Abdu
Umar, yang sebelum muslim bernama Abi Syams, yang setelah muslim diubah oleh
Rasulullah menjadi Abdullah.
Abu
Hurairah artinya laki-laki yang menyukai anak kucing. Dikisahkan suatu hari Abu
Hurairah membawa seekor anak kucing di dalam tangan gamisnya ketika sedang
menggembalakan kambing.
Abu Hurairah masuk Islam di tahun 6-7H, dan 4 tahun bertemu Rasulullah.
Beliau
adalah perawi hadits terbanyak, karena senantiasa mengikuti Rasulullah, kecuali
pada waktu perang.
Abu
Hurairah adalah salah satu sahabat yang jarang ikut perang.
Abu Hurairah termasuk kategori ahlus suffah, yang tinggal di masjid.
Awalnya
masjid tidak beratap, kecuali hanya di bagian tempat imam dan beberapa shaf
depan. Ketika kiblat berpindah, maka bagian depan ini menjadi bagian belakang
masjid, dan di sinilah Abu Hurairah tinggal.
Beliau
sangat zuhud, tidak memiliki banyak uang, dan mengandalkan hidupnya melalui doa
kepada Allah. Di periode Muawiyah bin Abu Sufyan beliau ditunjuk menjadi
gubernur.
Bila
Abu Hurairah sedemikian berbaktinya kepada orang tuanya padahal orang tuanya
sebelumnya musyrik, maka kita lebih-lebih lagi, karena orang tua kitalah yang
mengajarkan Islam kepada kita.
Kisah lain adalah tentang Muhammad Ibnul Munkadir dan adiknya, Umar Ibnul Munkadir.
Muhammad Ibnul Munkadir berkata, “Aku bermalam di rumah ibuku dan semalam suntuk memijat kaki ibuku. Sedangkan Umar, sepanjang malam melakukan shalat tahajjud. Dan aku tidak mau pahalaku ditukar dengan pahala Umar, karena sesuai Al Isra 23, setelah mentauhidkan Allah, selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua.
Kisah lain adalah tentang Muhammad Ibnul Munkadir dan adiknya, Umar Ibnul Munkadir.
Muhammad Ibnul Munkadir berkata, “Aku bermalam di rumah ibuku dan semalam suntuk memijat kaki ibuku. Sedangkan Umar, sepanjang malam melakukan shalat tahajjud. Dan aku tidak mau pahalaku ditukar dengan pahala Umar, karena sesuai Al Isra 23, setelah mentauhidkan Allah, selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua.
Kisah
lain adalah Ibu Abdullah bin Mas’ud, yang di suatu malam meminta kepada
Abdullah bin Mas’ud untuk mengambilkan air. Karena cukup lama, akhirnya ibu
beliau tertidur. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Aku lalu berdiri di samping
ibuku. Jika aku lelah, aku duduk. Bila aku mengantuk ketika aku duduk, aku
kembali berdiri. Sampa tiba menjelang waktu subuh, ibuku bangun, lalu mengambil
air yang aku bawa dan meminumnya.”
Kisah lain adalah Kihmiz ibn Yazid, seorang ulama yang sering menggelar kajian di rumahnya. Sampai suatu hari ibunya berkata bahwa beliau tidak menyukai teman-teman beliau yang sering datang menghadiri kajian. Maka ketika teman-temannya datang, mengucapkan salam, Kihmiz menjawab salam dan langsung berkata “Irjiu, pergilah”. Teman-temannya bertanya, “Mengapa?” Kihmiz menjawab, “Ibuku tidak suka dengan teman-temanku.” Mereka pun pergi.
Kisah lain adalah Kihmiz ibn Yazid, seorang ulama yang sering menggelar kajian di rumahnya. Sampai suatu hari ibunya berkata bahwa beliau tidak menyukai teman-teman beliau yang sering datang menghadiri kajian. Maka ketika teman-temannya datang, mengucapkan salam, Kihmiz menjawab salam dan langsung berkata “Irjiu, pergilah”. Teman-temannya bertanya, “Mengapa?” Kihmiz menjawab, “Ibuku tidak suka dengan teman-temanku.” Mereka pun pergi.
Kisah lain adalah Abdullah bin Abbas, ketika ada seseorang yang membunuh wanita yang menolak pinangannya. Kepada orang tersebut, Abdullah bin Abbas bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Orang tersebut menjawab, “Tidak”. Sahabat yang lain bertanya, “Mengapa engkau menanyakan hal itu wahai Abdullah bin Abbas?” Abdullah bin Abbas menjawab, “Sebaba aku tak tahu perkara lain yang lebih baik daripada bakti anak kepada orang tua.”
Bagian ke 15 tentang Durhaka kepada Orang Tua
Dari Abdurrahman bin Abi Baqrah, Rasulullah bersabda :
Maukah
aku kabarkan dosa paling besar (diucapkan Rasulullah 3 kali), yaitu syirik
kepada Allah, durhaka kepada orang tua (lalu Rasulullah berdiri dari yang
sebelumnya duduk), dan ketahuilah, kesaksian dusta. Rasulullah mengulang-ulang
terus menerus sampai kami berharap agar beliau diam.
Rasulullah
mengulang-ulang karena mengingatkan atas dosa yang paling besar tersebut, yang
seringkali dianggap remeh.
Melihat
contoh-contoh kisah bakti para sahabat kepada orang tuanya, bila dibandingkan
dengan masa kini, misalnya pada contoh Kihmiz bin Yazid, mungkin bila kita
mengalami hal yang sama, kita akan bertanya, “Memangnya kenapa Bu?” Dan
kemudian ketika teman-teman kita datang, kita malah pergi dengan mereka.
Perkataan
dusta seringkali dilakukan pada humor. Ketika kita berdusta agar orang-orang
tertawa dengan humor yang kita sampaikan.
Padahal
Rasulullah bersabda : “Aku jamin surga bagi mereka yang meninggalkan perdebatan
walaupun benar, mereka yang meninggalkan canda yang berdusta.”
Salah
satu perawi hadits tentang durhaka kepada orang tua di atas (maaf namanya tidak
tertangkap) adalah seorang hafizh hadits, yang hafal minimal 100.000 hadits,
lengkap dengan sanadnya. Di masa sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi
hafizh hadits seperti ini.
Di
zaman yang maju ini, kecanggihan berbagai peralatan dan gadget menyebabkan hati
kita menjadi keras. Bila ada yang sering berkata kasar dan memiliki hati yang
keras, cobalah untuk mengevaluasi lagi bagaimana interaksi dengan gadget.
Perbaiki interaksi dengan anak dan orang tua. Perbanyak sentuhan pada anak,
sentuhan pada orang tua, di tangan, badan, dan kakinya. Di sanalah ada rahmah
antara anak dan orang tua.
Pelajaran
dari Abu Hurairah, kita jangan sampai mengangkat suara kita kepada orang tua.
Bila orang tua kita pendengarannya sudah melemah, tetap rendahkan suara kita,
gunakan bahasa isyarat untuk membantu, atau berbisik kepada orang tua.
Bagian
ke 16 – Banyak Bertanya & “Katanya”
Pada
hadits ini, Al Mughirah diminta oleh sahabat, “Tuliskan apa yang kau dengar
dari Rasulullah”, Al Mughirah lalu mendikte, “Aku mendengar Rasulullah berkata,
janganlah kalian banyak “sual” (meminta atau bertanya) dan Rasulullah melarang “qila
waqal” (konon, katanya).
Berkaitan
dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Khawarij menganggap kafir karena beliau
menentang kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Padahal bagi ahlus sunnah, beliau
adalah salah satu sahabat yang diridhai. Bahkan dalam salah satu hadits,
Rasulullah berkata, semoga Allah mengampuni orang yang menyerang
Konstantinopel, yang dimaksud adalah Muawiyah bin Abi Sufyan yang kemudian
dilanjutkan oleh anaknya, Yazid bin Muawiyah.
Al
Mughirah bin Syurbah adalah sahabat Rasulullah yang memiliki budak Abu Lu’lu’
yang kemudian menikam Umar bin Khattab.
Dalam
hadits tersebut Rasulullah melarang anak banyak meminta pada orang tua,
termasuk juga meminta kepada orang lain. Pada hadits lain dikatakan bahwa orang
yang sering meminta pada orang lain, di akhirat nanti wajahnya tidak berdaging.
Perumpamaan
lain untuk keburukan di akhirat misalnya, orang yang tidak adil kepada
istri-istrinya, di akhirat bahunya akan miring sebelah. Yang lain lagi, orang yang
mendahului imam, di akhirat kepalanya akan menjadi kepala keledai.
Hendaklah
kita tidak bertanya, yang dengan pertanyaan itu, orang akan mencibir kepada
kita.
Atau seperti Bani Israil ketika mendapat perintah untuk menyembelih sapi.
Di akhirat nanti, umurnya digunakan untuk apa, ilmunya digunakan ke mana, dan khusus untuk harta, diperoleh dari mana dan digunakan ke mana.
Atau seperti Bani Israil ketika mendapat perintah untuk menyembelih sapi.
Di akhirat nanti, umurnya digunakan untuk apa, ilmunya digunakan ke mana, dan khusus untuk harta, diperoleh dari mana dan digunakan ke mana.
Berkaitan
dengan “konon dan katanya” hendaklah kita menghindarkan mendengarkan berita
yang belum jelas kepastiannya, seperti pada infotainment.
No comments:
Post a Comment