Friday, May 15, 2015

Kitab Al Adabul Mufrad 14-16

Kajian dzuhur disampaikan oleh Ustadz Ahmad Ridwan, Lc.

Kitab Al Adabul Mufrad berisi Akhlak dan Adab seorang muslim, kali ini sampai pada urutan ke 14.


Bagian ke 14 tentang Berbakti kepada Orang Tua.

Hadits Rasulullah kurang lebih sebagai berikut :
Pada suatu hari seorang sahabat Rasulullah menaiki tunggangan bersama Abu Hurairah, lalu sampai di Al Atiq (mudah-mudahan tidak salah dengar), di mana tempat itu adalah sebuah pasar kambing. Abu Hurairah memasuki tempat tersebut dan berteriak mengucapkan salam kepada ibunya, karena di sana adalah wilayah tempat ia tinggal. Ibunya menjawab salam tersebut, lalu Abu Hurairah menjawab kembali dengan  “Semoga Allah merahmatimu sebagaimana engkau merawatku ketika kecil”, dan ibunya menjawab kembali dengan, “Semoga Allah meridhaimu karena engkau telah berbakti.”

Hal ini menggambarkan interaksi Abu Hurairah dengan ibunya.
Padahal ibunya ini di awal adalah seorang kafir, yang berjanji tidak akan berteduh dan tidak akan makan dan minum sampai Abu Hurairah keluar dari Islam.

Lalu Abu Hurairah meminta kepada Rasulullah agar mendoakan kepada Allah agar memberikan hidayah bagi ibu Abu Hurairah.

Abu Hurairah pernah dipanggil oleh ibunya, dan beliau menjawab “Labbaik wa sa’daik”. Ini adalah jawaban terbaik terhadap sebuah panggilan, seperti jawaban atas panggilan haji dari Allah.
Namun kemudian Abu Hurairah merasa bahwa ia telah bersuara lebih tinggi dari ibunya, maka ia pun ber-istighfar. Maka Abu Hurairah memenuhi panggilan ibunya, dan setelah selesai ia pergi memerdekakan 2 orang budak sebagai pengganti dosa karena mengangkat suara lebih tinggi.

Dalam surat Luqman, Luqman berkata bahwa seburuk-buruk suara adalah suara keledai. Dan suara yang lebih tinggi dari suara orang tua adalah lebih buruk dari itu.

Seorang Ulama Hadits, Zubhi, mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah menunda haji karena berbakti  pada orang tua.

Abu  Hurairah nama sebenarnya adalah Abi Abdu Umar, yang sebelum muslim bernama Abi Syams, yang setelah muslim diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah.
Abu Hurairah artinya laki-laki yang menyukai anak kucing. Dikisahkan suatu hari Abu Hurairah membawa seekor anak kucing di dalam tangan gamisnya ketika sedang menggembalakan kambing.

Abu Hurairah masuk Islam di tahun 6-7H, dan 4 tahun bertemu Rasulullah.
Beliau adalah perawi hadits terbanyak, karena senantiasa mengikuti Rasulullah, kecuali pada waktu perang.
Abu Hurairah adalah salah satu sahabat yang jarang ikut perang.

Abu Hurairah termasuk kategori ahlus suffah, yang tinggal di masjid.
Awalnya masjid tidak beratap, kecuali hanya di bagian tempat imam dan beberapa shaf depan. Ketika kiblat berpindah, maka bagian depan ini menjadi bagian belakang masjid, dan di sinilah Abu Hurairah tinggal.

Beliau sangat zuhud, tidak memiliki banyak uang, dan mengandalkan hidupnya melalui doa kepada Allah. Di periode Muawiyah bin Abu Sufyan beliau ditunjuk menjadi gubernur.

Bila Abu Hurairah sedemikian berbaktinya kepada orang tuanya padahal orang tuanya sebelumnya musyrik, maka kita lebih-lebih lagi, karena orang tua kitalah yang mengajarkan Islam kepada kita.

Kisah lain adalah tentang Muhammad Ibnul Munkadir dan adiknya, Umar Ibnul Munkadir.
Muhammad Ibnul Munkadir berkata, “Aku bermalam di rumah ibuku dan semalam suntuk memijat kaki ibuku. Sedangkan Umar, sepanjang malam melakukan shalat tahajjud. Dan aku tidak mau pahalaku ditukar dengan pahala Umar, karena sesuai Al Isra 23, setelah mentauhidkan Allah, selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua.

Kisah lain adalah Ibu Abdullah bin Mas’ud, yang di suatu malam meminta kepada Abdullah bin Mas’ud untuk mengambilkan air. Karena cukup lama, akhirnya ibu beliau tertidur. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Aku lalu berdiri di samping ibuku. Jika aku lelah, aku duduk. Bila aku mengantuk ketika aku duduk, aku kembali berdiri. Sampa tiba menjelang waktu subuh, ibuku bangun, lalu mengambil air yang aku bawa dan meminumnya.”

Kisah lain adalah Kihmiz ibn Yazid, seorang ulama yang sering menggelar kajian di rumahnya. Sampai suatu hari ibunya berkata bahwa beliau tidak menyukai teman-teman beliau yang sering datang menghadiri kajian. Maka ketika teman-temannya datang, mengucapkan salam, Kihmiz menjawab salam dan langsung berkata “Irjiu, pergilah”. Teman-temannya bertanya, “Mengapa?” Kihmiz menjawab, “Ibuku tidak suka dengan teman-temanku.” Mereka pun pergi.

Kisah lain adalah Abdullah bin Abbas, ketika ada seseorang yang membunuh wanita yang menolak pinangannya. Kepada orang tersebut, Abdullah bin Abbas bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Orang tersebut menjawab, “Tidak”. Sahabat yang lain bertanya, “Mengapa engkau menanyakan hal itu wahai Abdullah bin Abbas?” Abdullah bin Abbas menjawab, “Sebaba aku tak tahu perkara lain yang lebih baik daripada bakti anak kepada orang tua.”


Bagian ke 15 tentang Durhaka kepada Orang Tua

Dari Abdurrahman bin Abi Baqrah, Rasulullah bersabda :
Maukah aku kabarkan dosa paling besar (diucapkan Rasulullah 3 kali), yaitu syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua (lalu Rasulullah berdiri dari yang sebelumnya duduk), dan ketahuilah, kesaksian dusta. Rasulullah mengulang-ulang terus menerus sampai kami berharap agar beliau diam.

Rasulullah mengulang-ulang karena mengingatkan atas dosa yang paling besar tersebut, yang seringkali dianggap remeh. 

Melihat contoh-contoh kisah bakti para sahabat kepada orang tuanya, bila dibandingkan dengan masa kini, misalnya pada contoh Kihmiz bin Yazid, mungkin bila kita mengalami hal yang sama, kita akan bertanya, “Memangnya kenapa Bu?” Dan kemudian ketika teman-teman kita datang, kita malah pergi dengan mereka.

Perkataan dusta seringkali dilakukan pada humor. Ketika kita berdusta agar orang-orang tertawa dengan humor yang kita sampaikan.

Padahal Rasulullah bersabda : “Aku jamin surga bagi mereka yang meninggalkan perdebatan walaupun benar, mereka yang meninggalkan canda yang berdusta.”

Salah satu perawi hadits tentang durhaka kepada orang tua di atas (maaf namanya tidak tertangkap) adalah seorang hafizh hadits, yang hafal minimal 100.000 hadits, lengkap dengan sanadnya. Di masa sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi hafizh hadits seperti ini.

Di zaman yang maju ini, kecanggihan berbagai peralatan dan gadget menyebabkan hati kita menjadi keras. Bila ada yang sering berkata kasar dan memiliki hati yang keras, cobalah untuk mengevaluasi lagi bagaimana interaksi dengan gadget. Perbaiki interaksi dengan anak dan orang tua. Perbanyak sentuhan pada anak, sentuhan pada orang tua, di tangan, badan, dan kakinya. Di sanalah ada rahmah antara anak dan orang tua.

Pelajaran dari Abu Hurairah, kita jangan sampai mengangkat suara kita kepada orang tua. Bila orang tua kita pendengarannya sudah melemah, tetap rendahkan suara kita, gunakan bahasa isyarat untuk membantu, atau berbisik kepada orang tua.


Bagian ke 16 – Banyak Bertanya & “Katanya”

Pada hadits ini, Al Mughirah diminta oleh sahabat, “Tuliskan apa yang kau dengar dari Rasulullah”, Al Mughirah lalu mendikte, “Aku mendengar Rasulullah berkata, janganlah kalian banyak “sual” (meminta atau bertanya) dan Rasulullah melarang “qila waqal” (konon, katanya).

Berkaitan dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Khawarij menganggap kafir karena beliau menentang kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Padahal bagi ahlus sunnah, beliau adalah salah satu sahabat yang diridhai. Bahkan dalam salah satu hadits, Rasulullah berkata, semoga Allah mengampuni orang yang menyerang Konstantinopel, yang dimaksud adalah Muawiyah bin Abi Sufyan yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Yazid bin Muawiyah.

Al Mughirah bin Syurbah adalah sahabat Rasulullah yang memiliki budak Abu Lu’lu’ yang kemudian menikam Umar bin Khattab.

Dalam hadits tersebut Rasulullah melarang anak banyak meminta pada orang tua, termasuk juga meminta kepada orang lain. Pada hadits lain dikatakan bahwa orang yang sering meminta pada orang lain, di akhirat nanti wajahnya tidak berdaging.

Perumpamaan lain untuk keburukan di akhirat misalnya, orang yang tidak adil kepada istri-istrinya, di akhirat bahunya akan miring sebelah. Yang lain lagi, orang yang mendahului imam, di akhirat kepalanya akan menjadi kepala keledai.

Hendaklah kita tidak bertanya, yang dengan pertanyaan itu, orang akan mencibir kepada kita.
Atau seperti Bani Israil ketika mendapat perintah untuk menyembelih sapi.

Di akhirat nanti, umurnya digunakan untuk apa, ilmunya digunakan ke mana, dan khusus untuk harta, diperoleh dari mana dan digunakan ke mana.

Berkaitan dengan “konon dan katanya” hendaklah kita menghindarkan mendengarkan berita yang belum jelas kepastiannya, seperti pada infotainment.


No comments: