Tuesday, August 28, 2012

Mengubah “Saya Harus” menjadi “Saya Ingin”


Pernah merasakan bedanya? Ketika sesuatu kita lakukan karena merupakan keharusan, maka akan terasa berat, terasa sebagai beban, walaupun itu adalah sebuah hal yang remeh dan mudah. Misalnya, ketika kita baru saja merebahkan diri, anak kita minta diambilkan minum. Wah, rasanya beraaaat :-)
 
Tetapi, ketka kita lakukan sesuatu karena kita memang menginginkannya, maka beban seberat apapun tidak akan terasa. Misalnya, kondisi yang mirip dengan tadi, kita baru saja merebahkan diri, tiba-tiba terdengar adzan maghrib tanda buka puasa, di puasa kita hari pertama Ramadhan, pasti kita langsung bangkit kembali dan malah bisa berlari ke arah meja makan :-)

Sesuatu akan menjadi terasa sebagai suatu keharusan ketika “perintahnya” datang dari orang lain. Bisa dari anak kita, pasangan kita, bos kita, orang tua kita, dan siapa saja di luar kita.

Sedangkan keinginan datang dari kita sendiri, karena kebutuhan kita sendiri, karena sesuatu yang kita sukai.
Masalahnya, tidak semua yang kita lakukan memang merupakan keinginan kita. Semakin banyak kita berinteraksi dengan orang lain, semakin banyak “stakeholder” kita, maka semakin banyak “permintaan” yang datang kepada kita.

Bila kita memandang semua permintaan itu sebagai keharusan, waaaah, bisa-bisa hidup jadi seperti robot, yang terbeban, lama-lama mati kelelahan :-)

Karena itu, kita mesti coba ubah pandangan kita, supaya permintaan yang sebenarnya datang dari orang lain itu, menjadi kebutuhan kita, keinginan kita, kesukaan kita, bahkan hal yang kita tunggu-tunggu seperti adzan maghrib di bulan puasa :-) (lebay dikit.. )

Gimana caranya? Nah ini yang perlu dirumuskan.. :-)

Ambil kembali contoh yang tadi yaa.. Ketika anak kita minta tolong diambilkan minum. Pandang itu sebagai sebuah kesempatan emas berinteraksi dengan anak kita. Bahwa sebentar lagi, waktu mereka sudah besar, mereka tidak akan lagi meminta tolong pada kita. Bisa jadi nanti kita akan kehilangan saat-saat seperti itu. Bahwa dengan kita mengambilkan minum untuk mereka ketika mereka memang belum bisa mengambil sendiri, nanti ketika kita tua dan kesulitan, mereka akan dengan ikhlas membantu kita. Bahwa “perintah” yang datang dari anak kita itu, sebenarnya adalah “perintah” dari Allah, yang kita perlu “point”-nya untuk di akhirat nanti..

Hehehe panjang juga ya proses perumusannya.. Mudah-mudahan sempat dilakukan ketika aneka “permintaan” dan “perintah” datang, dan kita bisa lakukan dengan penuh semangat :-)

Kalau khawatir tidak sempat berpikir panjang, sepertinya point terakhir bisa digunakan di seluruh kasus, bahwa segala “perintah”, “tugas”, “permintaan”, walaupun datang dari siapa pun, pada hakikatnya adalah “perintah” dari Allah, yang kita perlukan “point”-nya untuk di akhirat nanti. Lakukan segala sesuatu hanya untuk Allah, dan mohonlah kekuatan kepada Allah. 

Semoga bermanfaat :-)

No comments: