Wednesday, August 15, 2012

IFTM – Idul Fitri Tanpa Mudik


Rasanya saya sudah pernah menulis topik ini tahun lalu. Tetapi, rasanya setiap tahun ada tambahan referensi , sehingga saya rasanya perlu menulis lagi :-)

Mudik, sebenarnya berasal dari tradisi di masyarakat nusantara dahulu, yang kabarnya di zaman Majapahit.  Dalam tradisi itu, setahun sekali, para perantau kembali ke kampung halaman, berjumpa dengan seluruh kerabat, dan membersihkan makam keluarga yang sudah meninggal. Ketika Islam masuk, kabarnya penyebar Islam menggunakan momentum Idul Fitri untuk tradisi pulang kampung ini.

Kalau kita melihat sejarah Rasulullah, Rasulullah sendiri adalah seorang “perantau” dari Makkah ke Madinah, dalam Idul Fitri Rasulullah tidak kembali mudik ke Makkah. Idul Fitri Rasulullah diisi dengan shalat Idul Fitri, mengenakan pakaian terbaik, dan keesokan harinya pun kembali berpuasa syawal. Pada malam Idul Fitri pun, Rasulullah masih ber-I’tikaf.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mudik di waktu Idul Fitri. Kalau memang tidak mengganggu ibadah Ramadhan-nya.

Karena sebenarnya, inti dari Ramadhan dan Idul Fitri, justru pada Ramadhan-nya. Dan inti dari Ramadhan justru pada 10 hari terakhirnya. Rasulullah mencontohkan agar kita menyendiri, merenungkan perjalanan hidup kita, menghindar dari debu-debu dosa, dalam I’tikaf.

Tentunya hal ini sulit dilakukan jika kita sedang berada dalam perjalanan mudik. Apa lagi jika mudik ini menggunakan mobil apa lagi motor. Yang tentunya hiruk pikuk dan melelahkan.

Ada yang bilang, itu sih tergantung orangnya saja. Kalau dia bisa mengemas dan menyikapi mudik sebagai ibadah, dia bisa dzikir di perjalanan, memberi sedekah di kampung halaman, membangun masjid dan memberdayakan masyarakat kampung.

Tentu ini amat sangat benar, dan amat sangat bermanfaat.

Tetapi, apa benar, kita bisa fokus berdzikir sambil berkendara sedemikian lelah? Bukankan akan lebih fokus jika kita berdiam di masjid?  Lalu, memberi sedekah, membangun masjid, memberdayakan masyarakat kampung, bukankah lebih baik jika dilakukan secara kontinyu?

Terlalu besar upaya yang dilakukan untuk mudik. Perjalanan yang panjang, bisa mencapai  puluhan jam. Biaya yang besar. Kelelahan fisik yang luar biasa. Apakah sedemikian pentingnya?

Bukan berarti berjumpa dengan sanak keluarga tidak penting. Tentu sangat penting. Menjaga silaturahim itu sangat penting. TInggal yang perlu dicari adalah waktunya yang lebih tepat. Jangan di  Idul Fitri. Sayang dengan Ramadhan-nya.

Bolehlah kalau di Idul Adha. Apa lagi di Idul Adha memang disarankan untuk memasak sebagian daging qurban, dan memang dilarang untuk berpuasa selama 3 hari tasyrik.

Atau di hari liburan anak-anak. Atau sepakati hari lain.

Buatlah Ramadhan hanya untuk Allah. Buatlah Ramadhan waktu kita menyendiri bersama Allah. Dan di Idul Fitri semoga kita benar-benar kembali suci.

Tantangannya tentu tidak mudah. Karena tradisi ini sudah turun temurun. Orang tua kita biasanya memang sudah sangat mengharapkan kedatangan kita di Idul Fitri. Belum lagi pasti banyak yang tidak sependapat, dan tetap dengan pendirian bahwa Idul Fitri identik dengan mudik, dengan berbagai penjelasannya.

Tidak apa-apa. Untuk yang masih merasa bahwa Idul Fitri identik dengan mudik, silakan tetap menjalankan, semoga tetap bisa mengoptimalkan ibadah Ramadhan selama mudik.

Untuk yang mulai berpikir bahwa “betul juga ya, kenapa mudik harus ketika Idul Fitri”, tetapi keluarga besar masih tetap mengharapkan kita untuk mudik, silakan juga untuk tetap mudik, sambil pelan-pelan mulai “menegosiasi” waktu lain untuk mudik.

Untuk yang setuju dan punya kendali untuk memutuskan kapan mudik, silakan putuskan yang terbaik :-)

Yuk, kita mulai IFTM - Idul Fitri Tanpa Mudik.

No comments: