Ceramah hari ini disampaikan oleh Ust.
M. Fauzil Adhim, tentang Merawat Pernikahan, Bahagia di Dunia sebelum di Surga.
Dalam
surat Ar Ruum 21 disebutkan :
Dan di antara
tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu
dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Dari
ayat tersebut beberapa point yang dapat disimpulkan :
Sakinah
bukan hal yang muluk, “azwaja litaskunu”, (pasangan agar kalian). Maka sakinah
adalah konsekuensi logis dari pernikahan. Sakinah tidak perlu menjadi
cita-cita. Sakinah adalah konsekuensi, bukan tujuan. Seperti jika kita minum,
maka haus akan hilang. Maka jika kita menikah, kita akan menjadi sakinah.
Muslim atau bukan muslim bisa bahagia, perbedaannya pada keberkahannya.
Mawaddah
adalah ketertarikan yang berawal pada kekaguman atau takjub kepada kelebihan
yang dimiliki. Bisa berupa kecantikan, kekayaan, ataupun aspek non fisik.
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa urutannya adalah sakinah, mawaddah, baru rahmah.
Hal ini sebenarnya tidak ada dasarnya.
Rahmah
bisa dirasakan sejah awal menikah, tidak perlu menunggu hingga usia 40 tahun.
Ketika
ada seseorang yang berhati baik di usia senja, belum juga menikah, dan jika
tidak menikah dikhawatirkan ada fitnah, lalu dinikahi dengan niat untuk
menyelamatkan, maka itu didasari dengan sifat rahmah.
Menikah
dengan kedua alasan tersebut dapat mencapai bahagia, baik sesaat maupun
selamanya.
Kebahagiaan
suami istri ketika meninggal, hari kiamat, hari hisab, yaitu ketika disambut
malaikat, “Masuklah ke surga, kamu dan istri suami kamu untuk diberikan
kegembiraaan.”
Saat
ini ada anggapan bahwa sakinah merupakan suatu hal yang muluk, dan banyak
hal-hal syubhat yang sebenarnya tidak diatur dalam agama, yang dibuat-buat, dan
semakin mempersulit.
Dengan
kondisi populasi wanita lebih banyak, lalu kedua-duanya rewel. Semakin banyak
kategori dan persyaratan, maka semakin banyak yang tidak memenuhi.
Pertama
adalah anggapan bahwa harus ada cinta. Kata siapa?
Banyak
pernikahan yang diawali dengan tidak saling kenal, bahkan belum pernah melihat
wajah. Seperti Idris ayah Imam Syafi’i, yang menikah dengan pemilik kebun yang
belum pernah dikenalnya. Atau seperti Ibu Yoyoh Yusroh dengan Ustadz Budi.
Ketika pernikahan diawali dengan niat baik, tujuan mulia, dan itikad yang
lurus, maka Allah akan berikan barokah, mudah-mudahan hingga hari kiamat.
Ustadz
Fauzil pernah memiliki tetangga, yang sangat kurang pergaulan, namun sangat
berbakti pada ibunya, merawat ibunya. Sampai suatu ketika ibunya ingin menimang
cucu dari anaknya tersebut. Sang anak yang tidak pernah punya teman perempuan,
hanya bisa memohon pertolongan pada Allah agar memberikan istri baginya. Maka
ia pun memanjatkan doa di setiap shalatnya. Hingga ia bermimpi yang benar, yang
menunjukkan rute jalan ke rumah seorang perempuan. Beberapa kali mimpi yang
sama itu dialaminya. Akhirnya berangkatlah ia sesuai petunjuk, dan ternyata di
sana sang akhwat pun telah menunggu.
Kedua,
masalah kesetaraan pendidikan, suku, urutan anak.
Ketiga,
masalah kesiapan finansial.
Padahal
yang terpenting bukan banyaknya uang di tangan, tetapi bagaimana yakin dengan
rezeki dari Allah dan siap dengan qadha dan qadar.
Ada
cerita yang menyatakan bahwa Rasulullah menikahi Khadijah dengan mahar yang
besar. Padahal tidak ada hadits yang menyatakan hal tersebut. Hadits yang ada
malah menyatakan bahwa sebaik-baik pernikahan adalah yang mudah, baik proses maupun
mahar. Wanita yang besar berkahnya adalah wanita yang murah maharnya.
Sebaik-baik mahar adalah yang mudah, mudah mencarinya dan murah nilainya.
Keempat
kesesuaian penampilan, yang tampan dengan yang cantik. Padahal cantik pun akan hilang jika sedang marah atau judes. Dan
betapa banyak pernikahan antara yang tampan dan cantik, tapi berakhir dalam
waktu singkat.
Maka,
apa yang seharusnya diharapkan dalam pernikahan? Keberkahan.
Keberkahan
adalah kebaikan yang banyak, kebaikan yang bertambah.
Rezeki
yang tidak berkah adalah rezeki yang ketika sedikit meresahkan, ketika banyak
menambah masalah.
Rezeki
yang berkah adalah rezeki yang ketika sedikit menentramkan, ketika banyak
menambah kesolehan dan kebaikan.
Rezeki
berupa materi, anak, istri, dan suami.
Maka
dalam menjalani pernikahan, yang perlu dipersiapkan adalah :
Ilmu,
karena ilmu harus mendahului perkataan
dan perbuatan
Niat
Proses
Yang
dijalani dalam pernikahan
Qoulan
ma'rufan antara suami istri, yaitu yang membuat pasangan merasa diperhatikan
dan didengar.
Qoulan
syadida antara orang tua dan anak
Qoulan
maisura antara penceramah dan pendengar, yaitu mudah dicerna.
Kepada
orang yang keras kepala dengan perkataan yang menyentuh
Muasaro
bil ma'ruf, yaitu kewajiban bagi suami untuk istri. Jika dilakukan agar istri
senang, maka hanya itulah yang akan didapatkan. Jika dilakukan karena mengikuti
sunnah, maka bersama sunnah ada barokah.
2
hal yg penting : Menjaga kondisi ruhiyah dan berhati-hati dengan harta.
Rezeki yang haram pasti tidak barokah, rezeki yang
halal belum tentu barokah.
Rezeki
yang berkah akan menambah kebaikan rumah tangga, rezeki yang tidak barokah akan
menambah kehausan pada dunia.
Tanya
jawab :
Pertanyaan
pertama, bagaimana agar anak menjadi berkah?
Menikah
adalah untuk memenuhi sunnah. Tidak semua pernikahan Allah karuniakan anak.
Maka jangan jadikan anak sebagai tujuan dan niat dalam menikah. Namun kita
perlu tetap berusaha bersungguh-sungguh, mencari sebab agar dikaruniakan anak.
Selanjutnya,
kita mengharapkan, mengupayakan, dan memohon agar anak-anak soleh dan barokah.
Perhatikan
al quran dan hadits, menata niat, dan siapkan diri untuk menerima anak
sebanyak2nya.
Pertanyaan
kedua, saat ini banyak terjadi banyak poligami, sebetulnya apa niatnya?
Hanya
Allah yang mengetahui niatnya. Yang pasti, keberkahan sangat bergantung pada
niat.
Jika
menikah lagi karena kecantikannya, kecantikan tidak abadi, dia cantik karena
belum mencapai usia 60 tahun.
Untuk
melakukan poligami, pelajari ilmunya, siapkan keluarga, siapkan suami, siapkan
istri, siapkan pendukung.
Yang
terpenting dalam berkeluarga adalah bagaimana kita senantiasa memikirkan
kewajiban.
Masalah
sering terjadi ketika kita terlalu peka terhadap hak, sehingga ketika tidak
dipenuhi, kita merasa dilecehkan. Betapa banyak pernikahan berlangsung langgeng
karena masing-masing pasangan dapat saling ridha, saling melapangkan dada.