Dari ceramah dzuhur Mushalla Tarbiyah yang disampaikan oleh Ustadz
Alwi Alatas, tanggal 21 Jumadil
Akhir 1438 atau 20 Mar 17.
Imam Hasan
Al Bashri hidup di masa kepemimpinan seorang gubernur yang zalim di Basrah yaitu
Hajaj bin Yusuf. Dari nasehat-nasehatnya di masa itu, kita bisa mempelajari sikap beliau menghadapi penguasa yang zalim.
Dari Madinah ke Basrah - Iraq
Beliau lahir
di Madinah dari orang tua budak yang sempat tertawan musuh, lalu menjadi budak
dari Zaid bin Tsabit yang akhirnya dimerdekakan, yang bernama Yasar.
Yasar
menikah dengan Khairah, budak dari Ummu Salamah, istri Rasulullah, yang juga
dimerdekakan.
Khairah
terkadang masih dimintai bantuan sehingga Imam Hasan Al Bashri yang saat itu
masih bayi dititipkan kepada Ummu Salamah, dan bila menangis, disusui oleh
beliau untuk menenangkannya.
Sebagian
ulama meyakini bahwa hikmah dari menyusu kepada Ummu Salamah, kata-kata Imam
Hasan Al Bashri menjadi penuh hikmah, indah dan menyentuh.
Di zamannya
kata-kata beliau dipandang indah dari segi bahasa dengan isi yang juga bagus.
Di masa itu,
ada lagi yg juga pandai berbahasa yaitu Hajaj bin Yusuf, walaupun ia zalim.
Imam Hasan
Al Bashri lahir 2 tahun sebelum Umar bin Khattab wafat. Sehingga beliau
mengalami pemerintahan Utsman bin Affan dan sering hadir pada khutbah Utsman
bin Affan. Beliau berusia 14 thn waktu Utsman wafat.
Kharisma Menonjol Imam Hasan Al Bashri
Setelah itu
Imam Hasan Al Bashri pindah ke Basrah di Iraq hingga wafatnya. Ketika beliau
wafat seluruh penduduk Iraq hadir untuk memakamkan beliau sampai-sampai masjid
kosong di waktu asar karena semua orang pindah shalat di daerah tempat Imam
Hasan Al Bashri dimakamkan.
Pada suatu
waktu ada seorang Arab Badui yang datang ke Basrah dan bertanya siapa tokoh
atau pemimpin di kota tersebut.
Orang-orang
menjawab : Hasan Al Bashri.
Orang Arab
Badui itu kembali bertanya, apa yang membuat ia menjadi tokoh?
Orang-orang
menjawab, karena ia tidak perlu kepada penduduk Basrah atas dunia yang
dimiliki, tapi penduduk Basrah membutuhkan beliau untuk agamanya.
Beliau
sangat dihormati karena sifat zuhud dan ketinggian ilmunya.
Beliau
mengajar di majelis, Kelompok kelompok orang datang belajar tafsir, hadits,
fikih, ushul fikih, kata hikmah.
Beliau
sangat sering menangis dan terlihat sedih. Seringkali beliau seperti baru
datang dari akhirat dan bercerita tentang akhirat dan orang-orang pun menangis.
Pernah ada
dua orang pendeta yang juga ikut hadir mendengarkan hikmah yang disampaikan
oleh Hasan Al Bashri dengan alasan bahwa kata-kata beliau seperti kata-kata
Almasih. Mereka berdua juga menangis dan meninggalkan majelis itu walaupun
belum selesai.
Kata-kata Imam
Hasan Al Bashri berasal dari hati beliau yang ikhlas dan bersih sehingga masuk
ke hati yang mendengarkan.
Beliau
menjalani hidup dengan berdakwah dan mengajar, sangat menonjol dan tampan.
Pernah ada
seseorang yang datang dari kota lain dan belum pernah melihat beliau, lalu ia
bertemu dengan ulama lain yaitu Imam Asy Sya'bi dan bertanya tentang Imam Hasan
Al Bashri.
Imam Asy
Sya'bi berkata, pergilah ke mesjid jami', ada orang yang tidak seperti orang
yang lain, itulah beliau. Beliau sangat kuat kharismanya
Gubernur Iraq : Hajaj bin Yusuf
Imam Hasan
Al Bashri Hidup di masa peralihan dari Khulafaur Rasyidin ke Bani Umayyah.
Di masa
Khulafaur Rasyidin, pemimpin memiliki kemampuan kepemimpinan negara sekaligus
ilmu agama. Selanjutnya, pemimpin tidak selalu menonjol dalam ilmu agama, dan
terkadang zalim, atau di bawahnya ada pemimpin zalim.
Salah
satunya di masa Bani Umayyah sebelum Umar bin Abdul Aziz, yaitu di bawah
kepemimpinan Abdul Malik dan Al Walid bin Abdul Malik, yaitu Hajaj bin Yusuf.
Seorang pemimpin yang capable, efektif tapi kejam, dengan kekerasan, menumpas
orang yang mengkritik dengan hukuman mati, termasuk ulama. Ia berkuasa selama
20 thn di Iraq.
Di masa
Hajaj inilah Imam Hasan Al Bashri hidup di Irak.
Setelah masa
Yazid bin Muawiyah, Madinah dipimpin oleh Abdullah bin Zubair, yang kemudian
dikalahkan dan dihukum mati oleh Hajaj bin Yusuf. Kemudian Hajaj menemui ibu
Abdullah bin Zubair, yaitu Asma binti Abu Bakar, dan berkata bahwa ada yang
ingin ia katakan kepada Asma, Asma menjawab, “Aku tak mau mendengar, karena
kamu bukan anak saya, anak saya sudah mati olehmu. Sesungguhnya Rasulullah
bersabda bahwa akan muncul pendusta dan orang yang zalim. Pendusta adalah
Musailamah dan yang zalim adalah kamu.”
Sikap Hasan Al Bashri kepada Hajaj bin
Yusuf
Selama
kepemimpinan Hajaj sempat terjadi pemberontakan, dan dari sikap Hasan Al Bashri
saat itu kita bisa mengambil pelajaran.
Muslim
berbeda menyikapi pemimpin muslim yang zalim. Ada yang membolehkan untuk
memberontak. Ada yang melarang memberontak tetapi membolehkan menyampaikan
kritik secara terbuka. Ada yang membolehkan menyampaikan kritik secara
tertutup. Ada yang membolehkan mendoakan.
Di masa itu
ada ulama yang terlibat dalam pemberontakan kepada Hajaj, antara lain Ibn Al
Asy'ad dan hampir berhasil sampai-sampai Hajaj sempat tergusur dari istananya.
Ibn Al Asy’ad lalu mengajak Imam Hasan Al Bashri untuk bergabung, tetapi beliau
tidak mau.
Said bin
Zubair juga sempat memimpin pemberontakan dan akhirnya ditangkap. Pada saat
penangkapan beliau berdoa agar menjadi korban terakhir dari Hajaj. Akhirnya
beliau dihukum mati, dan beberapa hari kemudian Hajaj meninggal dunia.
Imam Hasan
Al Bashri pernah didatangi orang-orang dan diajak untuk ikut dalam
pemberontakan. Beliau menolak dan berkata :
“Saya berpandangan
demikian. Saya tidak setuju dengan kezaliman. Dan saya berharap agar Hajaj
diganti bila ia tidak kunjung bertobat. Tapi dia, Hajaj, tak seharusnya dilawan
dengan pemberontakan.
Kalau ini
hukuman dari Allah kita atas dosa-dosa kita, maka kalian tidak akan mampu menghapuskannya
dengan pedang.
Kalau ini
ujian dari Allah maka bersabarlah sampai datang ketentuan Allah dan Dialah
sebaik-baik pemberi keputusan.
Hendaknya
kamu bertaqwa, menolak dengan doa dan bertaubat atas dosa-dosa, melakukan
perubahan diri dan meninggalkan dosa.”
Apa yang
disampaikan oleh Imam Hasan Al Bashri tersebut terkesan pasrah dan sangat
pasif. Apakah benar beliau sepasif itu?
Pada
kenyataannya, Imam Hasan Al Bashri pernah menyampaikan nasihat ke Hajaj, bahkan
kritik terbuka.
Suatu ketika
Hajaj membangun sebuah istana yang besar. Ketika istana itu selesai dibangun,
semua orang berkumpul termasuk para pengawal Hajaj dan Imam Hasan Al Bashri
juga hadir. Hajaj tidak hadir saat itu.
Imam Hasan
Al Bashri berkata, “Lihatlah bangunan buruk sudah dibangun ada unsur kezaliman.
Maka
ingatlah Firaun yang bangunannya lebih besar, lebih tinggi, dan lebih bagus.
Kalau saja
Hajaj tahu, bahwa dia direndahkan di langit, dia akan meninggalkan perbuatan
seperti ini.”
Semua orang
saat itu mengetahui bahwa Hajaj bila mendengar kritik, maka pelakunya akan
ditangkap lalu dihukum mati. Maka saat itu sebagian orang pucat, takut hal ini
terdengar oleh Hajaj, dan khawatir hukuman akan menimpa Imam Hasan Al Bashri.
Imam Hasan
Al Bashri saat itu menjalankan tanggung jawab ulama untuk memberikan nasehat.
Akhirnya
berita itu sampai juga kepada Hajaj. Ia pun marah, merah mukanya. Imam Hasan Al
Bashri ditangkap di rumah beliau dan dibawa ke istana Hajaj.
Ketika masuk
pintu istana, pengawal melihat bahwa
mulut Imam Hasan Al Bashri komat kamit.
Ketika Imam
Hasan Al Bashri tiba di depan Hajaj, muka merahnya berubah, lalu ia menanyakan
kabar Imam Hasan Al Bashri dan mengajak beliau duduk di sebelahnya. Mereka pun
bercakap-cakap, Imam Hasan Al Bashri memberikan nasehat, dan akhirnya beliau
pulang.
Pengawal
yang melihat hal ini pun bingung, dan berkata, "Ya Syekh, tadi waktu saya
diperintahkan menangkap engkau, muka Hajaj merah karena marah dan kami yakin
engkau akan dihukum mati. Mengapa tiba-tiba berubah menjadi baik? Kami melihat
ketika masuk gerbang engkau berkomat-kamit mengucapkan sesuatu. Apa yang kau
ucapkan?"
Ternyata
Hasan Al Bashri membaca sebuah doa sehingga dengan izin Allah Hajaj yang semula
marah berubah menjadi baik.
Hajaj
sebenarnya mengetahui bahwa Imam Hasan Al Bashri adalah ulama besar. Ketika ia
selesai menghukum mati Said bin Zubair, ia sakit dan mengalami mimpi buruk. Ia
pun menulis surat ke Imam Hasan Al Bashri, dan beliau menjawab, "Engkau
sudah pernah saya nasehatkan, tapi masih juga kau lakukan keburukan."
Pentingnya Perbaikan Diri
Imam Hasan
Al Bashri tetap berusaha mengingatkan, tapi tanpa kekerasan. Karena kekerasan
lebih sering mengakibatkan kemudharatan bagi umat.
Nasehat
penting dari Imam Hasan Al Bashri adalah bahwa pada segala kejadian, boleh jadi
sumbernya bukan di luar, tapi karena diri kita sendiri, dosa kita, karena kita
jauh dari Allah. Maka perbaikilah situasi dengan memperbaiki diri.
Seperti pada
Imam Al Ghazali, yang juga memulai perbaikan dari diri sendiri, dengan tasawuf
dan keikhlasan.
Saat itu
beliau rektor di Universitas Nizamiyah, sebuah universitas terbaik di Baghad.
Dan karena saat itu Islam memimpin peradaban dunia, maka Nizamiyah adalah
universitas terbaik di dunia. Saat itu usia beliau 37 tahun, paling cerdas
menguasai ilmu agama.
Akhirnya
beliau dengan jujur mengakui bahwa belum ikhlas, karena masih ada alasan
duniawi belajar dan mengajar. Dan beliau merasa berada di tepi jurang menuju
masuk neraka. Beliau pun gelisah dan sakit selama 6 bulan. Lalu beliau berhenti
dari jabatannya sebagai rektor dan melakukan uzlah, mengasingkan diri dan
melakukan perbaikan diri.
Kembali ke
Imam Hasan Al Bashri, bukan berarti beliau tidak memberikan nasihat.
Boleh jadi
musibah ke kita, ada kontribusi dari dalam diri kita. Kalau kita bersungguh-sungguh memperbaiki diri, Allah akan berikan perbaikan situasi.
No comments:
Post a Comment