Wednesday, March 22, 2017

Kisah Imam Hasan Al Bashri

Dari ceramah dzuhur Mushalla Tarbiyah yang disampaikan oleh Ustadz Alwi Alatas, tanggal 21 Jumadil Akhir 1438 atau 20 Mar 17.


Imam Hasan Al Bashri hidup di masa kepemimpinan seorang gubernur yang zalim di Basrah yaitu Hajaj bin Yusuf. Dari nasehat-nasehatnya di masa itu, kita bisa mempelajari sikap beliau menghadapi penguasa yang zalim.


Dari Madinah ke Basrah - Iraq

Beliau lahir di Madinah dari orang tua budak yang sempat tertawan musuh, lalu menjadi budak dari Zaid bin Tsabit yang akhirnya dimerdekakan, yang bernama Yasar.

Yasar menikah dengan Khairah, budak dari Ummu Salamah, istri Rasulullah, yang juga dimerdekakan.

Khairah terkadang masih dimintai bantuan sehingga Imam Hasan Al Bashri yang saat itu masih bayi dititipkan kepada Ummu Salamah, dan bila menangis, disusui oleh beliau untuk menenangkannya.

Sebagian ulama meyakini bahwa hikmah dari menyusu kepada Ummu Salamah, kata-kata Imam Hasan Al Bashri menjadi penuh hikmah, indah dan menyentuh.

Di zamannya kata-kata beliau dipandang indah dari segi bahasa dengan isi yang juga bagus.

Di masa itu, ada lagi yg juga pandai berbahasa yaitu Hajaj bin Yusuf, walaupun ia zalim.

Imam Hasan Al Bashri lahir 2 tahun sebelum Umar bin Khattab wafat. Sehingga beliau mengalami pemerintahan Utsman bin Affan dan sering hadir pada khutbah Utsman bin Affan. Beliau berusia 14 thn waktu Utsman wafat.


Kharisma Menonjol Imam Hasan Al Bashri

Setelah itu Imam Hasan Al Bashri pindah ke Basrah di Iraq hingga wafatnya. Ketika beliau wafat seluruh penduduk Iraq hadir untuk memakamkan beliau sampai-sampai masjid kosong di waktu asar karena semua orang pindah shalat di daerah tempat Imam Hasan Al Bashri dimakamkan.

Pada suatu waktu ada seorang Arab Badui yang datang ke Basrah dan bertanya siapa tokoh atau pemimpin di kota tersebut.

Orang-orang menjawab : Hasan Al Bashri.

Orang Arab Badui itu kembali bertanya, apa yang membuat ia menjadi tokoh?

Orang-orang menjawab, karena ia tidak perlu kepada penduduk Basrah atas dunia yang dimiliki, tapi penduduk Basrah membutuhkan beliau untuk agamanya.

Beliau sangat dihormati karena sifat zuhud dan ketinggian ilmunya.

Beliau mengajar di majelis, Kelompok kelompok orang datang belajar tafsir, hadits, fikih, ushul fikih, kata hikmah.

Beliau sangat sering menangis dan terlihat sedih. Seringkali beliau seperti baru datang dari akhirat dan bercerita tentang akhirat dan orang-orang pun menangis.

Pernah ada dua orang pendeta yang juga ikut hadir mendengarkan hikmah yang disampaikan oleh Hasan Al Bashri dengan alasan bahwa kata-kata beliau seperti kata-kata Almasih. Mereka berdua juga menangis dan meninggalkan majelis itu walaupun belum selesai.

Kata-kata Imam Hasan Al Bashri berasal dari hati beliau yang ikhlas dan bersih sehingga masuk ke hati yang mendengarkan.

Beliau menjalani hidup dengan berdakwah dan mengajar, sangat menonjol dan tampan.

Pernah ada seseorang yang datang dari kota lain dan belum pernah melihat beliau, lalu ia bertemu dengan ulama lain yaitu Imam Asy Sya'bi dan bertanya tentang Imam Hasan Al Bashri.

Imam Asy Sya'bi berkata, pergilah ke mesjid jami', ada orang yang tidak seperti orang yang lain, itulah beliau. Beliau sangat kuat kharismanya


Gubernur Iraq : Hajaj bin Yusuf

Imam Hasan Al Bashri Hidup di masa peralihan dari Khulafaur Rasyidin ke Bani Umayyah.

Di masa Khulafaur Rasyidin, pemimpin memiliki kemampuan kepemimpinan negara sekaligus ilmu agama. Selanjutnya, pemimpin tidak selalu menonjol dalam ilmu agama, dan terkadang zalim, atau di bawahnya ada pemimpin zalim.

Salah satunya di masa Bani Umayyah sebelum Umar bin Abdul Aziz, yaitu di bawah kepemimpinan Abdul Malik dan Al Walid bin Abdul Malik, yaitu Hajaj bin Yusuf. Seorang pemimpin yang capable, efektif tapi kejam, dengan kekerasan, menumpas orang yang mengkritik dengan hukuman mati, termasuk ulama. Ia berkuasa selama 20 thn di Iraq.

Di masa Hajaj inilah Imam Hasan Al Bashri hidup di Irak.

Setelah masa Yazid bin Muawiyah, Madinah dipimpin oleh Abdullah bin Zubair, yang kemudian dikalahkan dan dihukum mati oleh Hajaj bin Yusuf. Kemudian Hajaj menemui ibu Abdullah bin Zubair, yaitu Asma binti Abu Bakar, dan berkata bahwa ada yang ingin ia katakan kepada Asma, Asma menjawab, “Aku tak mau mendengar, karena kamu bukan anak saya, anak saya sudah mati olehmu. Sesungguhnya Rasulullah bersabda bahwa akan muncul pendusta dan orang yang zalim. Pendusta adalah Musailamah dan yang zalim adalah kamu.”


Sikap Hasan Al Bashri kepada Hajaj bin Yusuf

Selama kepemimpinan Hajaj sempat terjadi pemberontakan, dan dari sikap Hasan Al Bashri saat itu kita bisa mengambil pelajaran.

Muslim berbeda menyikapi pemimpin muslim yang zalim. Ada yang membolehkan untuk memberontak. Ada yang melarang memberontak tetapi membolehkan menyampaikan kritik secara terbuka. Ada yang membolehkan menyampaikan kritik secara tertutup. Ada yang membolehkan mendoakan. 

Di masa itu ada ulama yang terlibat dalam pemberontakan kepada Hajaj, antara lain Ibn Al Asy'ad dan hampir berhasil sampai-sampai Hajaj sempat tergusur dari istananya. Ibn Al Asy’ad lalu mengajak Imam Hasan Al Bashri untuk bergabung, tetapi beliau tidak mau.

Said bin Zubair juga sempat memimpin pemberontakan dan akhirnya ditangkap. Pada saat penangkapan beliau berdoa agar menjadi korban terakhir dari Hajaj. Akhirnya beliau dihukum mati, dan beberapa hari kemudian Hajaj meninggal dunia.

Imam Hasan Al Bashri pernah didatangi orang-orang dan diajak untuk ikut dalam pemberontakan. Beliau menolak dan berkata :

“Saya berpandangan demikian. Saya tidak setuju dengan kezaliman. Dan saya berharap agar Hajaj diganti bila ia tidak kunjung bertobat. Tapi dia, Hajaj, tak seharusnya dilawan dengan pemberontakan.
Kalau ini hukuman dari Allah kita atas dosa-dosa kita, maka kalian tidak akan mampu menghapuskannya dengan pedang.
Kalau ini ujian dari Allah maka bersabarlah sampai datang ketentuan Allah dan Dialah sebaik-baik pemberi keputusan.
Hendaknya kamu bertaqwa, menolak dengan doa dan bertaubat atas dosa-dosa, melakukan perubahan diri dan meninggalkan dosa.”

Apa yang disampaikan oleh Imam Hasan Al Bashri tersebut terkesan pasrah dan sangat pasif. Apakah benar beliau sepasif itu?

Pada kenyataannya, Imam Hasan Al Bashri pernah menyampaikan nasihat ke Hajaj, bahkan kritik terbuka.

Suatu ketika Hajaj membangun sebuah istana yang besar. Ketika istana itu selesai dibangun, semua orang berkumpul termasuk para pengawal Hajaj dan Imam Hasan Al Bashri juga hadir. Hajaj tidak hadir saat itu.

Imam Hasan Al Bashri berkata, “Lihatlah bangunan buruk sudah dibangun ada unsur kezaliman.
Maka ingatlah Firaun yang bangunannya lebih besar, lebih tinggi, dan lebih bagus.
Kalau saja Hajaj tahu, bahwa dia direndahkan di langit, dia akan meninggalkan perbuatan seperti ini.”

Semua orang saat itu mengetahui bahwa Hajaj bila mendengar kritik, maka pelakunya akan ditangkap lalu dihukum mati. Maka saat itu sebagian orang pucat, takut hal ini terdengar oleh Hajaj, dan khawatir hukuman akan menimpa Imam Hasan Al Bashri.

Imam Hasan Al Bashri saat itu menjalankan tanggung jawab ulama untuk memberikan nasehat.

Akhirnya berita itu sampai juga kepada Hajaj. Ia pun marah, merah mukanya. Imam Hasan Al Bashri ditangkap di rumah beliau dan dibawa ke istana Hajaj.

Ketika masuk pintu istana, pengawal melihat bahwa  mulut Imam Hasan Al Bashri komat kamit.

Ketika Imam Hasan Al Bashri tiba di depan Hajaj, muka merahnya berubah, lalu ia menanyakan kabar Imam Hasan Al Bashri dan mengajak beliau duduk di sebelahnya. Mereka pun bercakap-cakap, Imam Hasan Al Bashri memberikan nasehat, dan akhirnya beliau pulang.

Pengawal yang melihat hal ini pun bingung, dan berkata, "Ya Syekh, tadi waktu saya diperintahkan menangkap engkau, muka Hajaj merah karena marah dan kami yakin engkau akan dihukum mati. Mengapa tiba-tiba berubah menjadi baik? Kami melihat ketika masuk gerbang engkau berkomat-kamit mengucapkan sesuatu. Apa yang kau ucapkan?"

Ternyata Hasan Al Bashri membaca sebuah doa sehingga dengan izin Allah Hajaj yang semula marah berubah menjadi baik.

Hajaj sebenarnya mengetahui bahwa Imam Hasan Al Bashri adalah ulama besar. Ketika ia selesai menghukum mati Said bin Zubair, ia sakit dan mengalami mimpi buruk. Ia pun menulis surat ke Imam Hasan Al Bashri, dan beliau menjawab, "Engkau sudah pernah saya nasehatkan, tapi masih juga kau lakukan keburukan."


Pentingnya Perbaikan Diri

Imam Hasan Al Bashri tetap berusaha mengingatkan, tapi tanpa kekerasan. Karena kekerasan lebih sering mengakibatkan kemudharatan bagi umat.

Nasehat penting dari Imam Hasan Al Bashri adalah bahwa pada segala kejadian, boleh jadi sumbernya bukan di luar, tapi karena diri kita sendiri, dosa kita, karena kita jauh dari Allah. Maka perbaikilah situasi dengan memperbaiki diri.

Seperti pada Imam Al Ghazali, yang juga memulai perbaikan dari diri sendiri, dengan tasawuf dan keikhlasan.

Saat itu beliau rektor di Universitas Nizamiyah, sebuah universitas terbaik di Baghad. Dan karena saat itu Islam memimpin peradaban dunia, maka Nizamiyah adalah universitas terbaik di dunia. Saat itu usia beliau 37 tahun, paling cerdas menguasai ilmu agama.

Akhirnya beliau dengan jujur mengakui bahwa belum ikhlas, karena masih ada alasan duniawi belajar dan mengajar. Dan beliau merasa berada di tepi jurang menuju masuk neraka. Beliau pun gelisah dan sakit selama 6 bulan. Lalu beliau berhenti dari jabatannya sebagai rektor dan melakukan uzlah, mengasingkan diri dan melakukan perbaikan diri.

Kembali ke Imam Hasan Al Bashri, bukan berarti beliau tidak memberikan nasihat.


Boleh jadi musibah ke kita, ada kontribusi dari dalam diri kita. Kalau kita bersungguh-sungguh memperbaiki diri, Allah akan berikan perbaikan situasi.

No comments: