Tuesday, April 18, 2017

Ketentuan Bacaan Shalat (2)

Ceramah disampaikan oleh Ustadz M. Aqil Haidar, Lc di Mushalla Tarbiyah pada hari Selasa, 14 Rajab 1438 / 11 Apr 17.


1 Takbiratul ihram

Lafazh Allahu Akbar atau Allahul Akbar.

Walaupun ada kata lain dengan arti yang sama, kata "akbar" tidak boleh diganti. Lafazh "bar" pada "Akbar" tidak boleh dipanjangkan.

Lafazh "lah" pada Allah walaupun secara tajwid adalah mad thabi'i dengan 2 harakat, boleh dipanjangkan. Karena hukum tajwid hanya berlaku pada bacaan Al Qur'an, tidak berlaku pada percakapan, doa, dan bacaan shalat.

Mazhab Syafi’i Maliki, merujuk pada hadits Bukhari Muslim, tangan diangkat sampai bahu.
Mazhab Hambali, merujuk pada hadits Muslim, tangan diangkat sampai 2 telinga untuk laki-laki.

Perbedaan ini bukan masalah benar atau salah, hanya mana yang lebih utama. Walaupun tidak mengangkat tangan, shalat tetap sah, karena hukumnya sunnah.

Bila kita sedang berada di antara kelompok tertentu, sebaiknya kita lakukan yang sering digunakan di kelompok tersebut, agar tidak menimbulkan pertanyaan dan mengganggu kekhusyu'an.

Ada juga mazhab yang bahkan mengharuskan jempol sampai ke telinga.
Mazhab Hambali membolehkan kedua-duanya.

Tangan terbuka tidak terkepal, telapak tangan menghadap ke kiblat.

Hukumnya sunnah, ditinggalkan tidak membatalkan shalat, bila dilaksanakan akan menambah kesempurnaan shalat.


2 Iftitah

Bersifat sunnah.

Hadits Riwayat Muslim : Allahu Akbar kabira.. sampai dengan wa ashila.
Hadits Riwayat Muslim : Wajahtu wajhiya..
Hadits Riwayat Ath Thabrani : Inni wajahtu wajhiya..

Ketiga doa Iftitah di atas di Indonesia sering digunakan oleh kalangan NU.

Bila kita memahami arti dari doa Iftitah ini, maka di awal shalat adalah pengkondisian untuk hanya ingat kepada Allah saja. Dan seharusnya semua persoalan lain sudah kita lupakan.

Hadits Bukhari Muslim : Allahumma baid baini.. Di Indonesia sering digunakan oleh kalangan Muhammadiyah.

Hadits lain yang juga shahih : Subhanallahu wa bihamdik..


3 Bersedekap

Jumhur ulama menyatakan hukumnya sunnah, tidak wajib.

Mazhab Maliki menyatakan  makruh, dan disunnahkan untuk dilepas.
Syiah juga tidak bersedekap.

Tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri. Boleh di telapak, pergelangan, atau lengan.

Tempat meletakkan tangan :

Mazhab Hanafi Hambali : di bawah pusar, merujuk pada hadits Imam Ahmad dan Abu Dawud

Mazhab Syafi'i di antara pusar dan dada.
Merujuk kepada hadits yang secara tekstual menyebutkan "'ala shadr, di dada", namun diartikan di bawah dada, karena diajarkan  bukan dengan teks, melainkan dengan praktek langsung dari guru ke guru.

Ulama abad ke 20an merujuk pada hadits yang sama, tetapi memaknai secara tekstual, yaitu di dada.

Bersedekap hukumnya sunnah, ditinggalkan tidak apa-apa. Kita tinggal memilih dari beberapa alternatif tersebut, yang penting ada ulamanya ada dalilnya.


4 Taawudz

Bacaan : A'udzubillahi minasy syaithanirrajiim.

Dalil ada di Al Qur'an, yaitu bahwa bila membaca Al Qur'an, dianjurkan membaca taawudz. Al Fatihah termasuk bacaan Al Qur'an, sehingga dianjurkan diawali dengan ta'awudz.

Mazhab Syafi’i dan Hambali : membaca pelan sebelum setiap rakaat.
Mazhab Hanafi : sunnah di rakaat pertama saja.
Mazhab Maliki : makruh membaca taawudz, sehingga memaca langsung alhamdulillahirabbil aalamiin. Mazhab ini banyak digunakan di Afrika termasuk Turki.


5 Bismillah

Jumhur ulama menyatakan hukumnya wajib.

Mazhab Syafi’i : disunnahkan keras.

Hadits Riwayat Nasa'i, dari Abu Hurairah, shalat membaca bismillah lalu Al Fatihah, lalu ia berkata bahwa shalatnya paling mirip dengan  Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.

Mazhab Hambali : membaca dengan pelan, sirr.
Hadits Ibnu Syahin bahwa Rasulullah, Abu Bakar, Umar, membaca bismillah dengan sirr.

Mazhab Maliki : makruh membaca bismillah menggunakan dalil yang sama dengan taawudz, yaitu bahwa Rasulullah langsung membaca alhamdulillahirabbil 'aalamiin.

Dalam hal ini bukan benar salah, hanya mana yang lebih utama menurut masing-masing hadits.

Arab biasanya tanpa bismillahirrahmanirrahiim, tapi ketika Imam Sudais ke Istiqlal, beliau membaca bismillah dengan keras.


5 Al Fatihah bacaannya harus benar.

Al Fatihah termasuk rukun shalat. Bila Al Fatihah salah, maka shalat menjadi tidak sah.

Kriteria Al Fatihah yang benar :

1. Tasydid harus benar, contoh Alhamdulilahi rabbil (bukan rabil).

2. Mad panjang pendek, yaitu panjang dibaca panjang, pendek dibaca pendek, tidak boleh tertukar.
Untuk jumlah harakat yang seharusnya 6 harakat tapi kurang, tidak mengapa, karena arti tidak berubah.

3. Huruf harus benar (ا dan ع, ح dan ه, dll)

4. Harakat harus benar (a, i, u)

Orang Indonesia malah membaca Al Qur'an lebih bagus dari orang asli Arab Saudi, karena mereka terpengaruh bahasa slank Arab.

Jika belum bisa Al Fatihah yang benar, shalat tetap sah. Tapi ada kewajiban untuk terus belajar.

Bila ada imam yang bacaannya tidak benar, dan ia rutin ada di suatu masjid, dan bacaan kita lebih baik, maka shalat kita yang berimam kepadanya menjadi tidak sah. Sebaiknya kita keluar dari jamaah tersebut.

Kalau bacaan di antara jamaah sama-sama masih kurang baik, tidak apa-apa saling mengimami, tetapi penting untuk bersama-sama mulai belajar.


6 Aamiin

Hukumnya sunnah, bukan bagian dari surat Al Fatihah.

Dilakukan dengan cara ketika imam membaca aamiin, ma’mum juga membaca aamiin. Dalam hadits disebutkan bila seseorang membaca aamiin bersamaan dengan malaikat maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.

Dari hadits tersebut dapat dipahami juga bahwa ketika kita shalat, malaikat ikut shalat bersama kita.

Beberapa ibadah sunnah dijanjikan balasan yang luar biasa, seperti shalat sunnah sebelum subuh dijanjikan lebih dari bumi dan segala isinya. Ibadah wajib walaupun tidak disebutkan seperti demikian, sebenarnya pahalanya pasti lebih besar lagi.

Jadi jangan sampai kita lebih mengutamakan ibadah sunnah daripada ibadah wajib. Mengutamakan tahajjud, dhuha, shalat sunnah sebelum subuh, tapi shalat zhuhur malah tertinggal, misalnya.
Jangan sampai shalat wajib hanya dianggap sebagai menggugurkan kewajiban


Kembali ke Aamiin, mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan dibaca dengan sirr, antara lain di Turki, Bangladesh, India. Sedangkan mazhab Syafi’I menyatakan dibaca keras. 

No comments: