Ceramah disampaikan oleh Ustadz Ir. Furqan Al Faruqi di Mushalla Tarbiyah, hari Senin 13 Rajab 1438 / 10 April 2017.
Hadits
Rasulullah yang disampaikan kepada Ibnu Umar :
Jadilah kamu
seperti orang asing, musafir yang dalam perjalanan.
Orang asing
biasanya berhati-hati, tidak berlaku aneh-aneh.
Orang berada
dalam perjalanan tidak membawa banyak barang, membawa secukupnya.
Hadir di
kajian bermanfaat untuk mengingatkan bila lupa
Hidup
sebetulnya sangat singkat. Secara ilmiah usia alam semesta 13.7 miliar tahun,
maka usia kita yang 60, 70, bahkan 900 sangat tidak sebanding. Bila waktu
dianalogikan sebagai 1 garis, dan kejadian kehidupan setiap orang menjadi
cahaya yang menyala, maka 1 orang hanya sepersekian detik menyala dan kemudian
lenyap lagi.
Dan dalam
waktu yang singkat itu menentukan apakah kita ke neraka atau surga, sebuah
resiko yang panjang.
Ada yang
berpendapat bahwa hal itu tidak adil. Sesuatu yang terjadi dalam waktu singkat,
berdampak pada sesuatu yang berjangka panjang. Tapi dalam
kehidupan banyak peristiwa yang seperti itu. Kelalaian hanya beberapa detik,
dapat berakibat pada kecelakaan yang fatal dengan akibat yang harus ditanggung
seumur hidup. Bila untuk
kehidupan sehari-hari kita bisa menerima, maka seharusnya kita tidak perlu
berdalih untuk kehidupan akhirat.
Untuk memnfaatkan
waktu yang sangat singkat tersebut kita memerlukan manajemen agar bisa efisien
dan efektif, sebagaimana sering kita gunakan untuk situasi waktu terbatas
dengan tujuan yang banyak.
Hidup selalu
ada perubahan. Di masa sekarang perubahan makin eksponensial. Banyak orang
menjadi galau karena banyak hal belum pernah terjadi, dan terjadi dengan cepat.
Ustadz biasa
bekerja cepat, punya 1000 bank tema karena terbiasa menulis termasuk menulis
rangkuman. Dahulu bila mengajar selalu membagikan makalah tetapi karena
ternyata tidak dibaca akhirnya tidak dilanjutkan.
Sebagai
musafir, ketika akan melakukan perjalanan jauh, maka ada persiapaan yang dilakukan.
Di masa lalu
sekitar tahun 70-an, ketika orang pergi naik haji menggunakan kapal, maka sangat
banyak bekal yang dibawa, dengan peti yang begitu besar.
Pertama, dalam
surat At Takwir, yaitu penentuan tujuan, kita mau ke mana.
Islam Alhamdulillah
dibimbing oleh Allah. Non muslim kebanyakan gelisah karena dalam
ketidakpastian, dan ketidakpastian membuat tidak nyaman.
Dalam Al
Qashash dijelaskan bahwa tujuan kita adalah mempersiapkan kehidupan sesudah
kematian.
Dalam
menentukan tujuan atau cita-cita ada kriteria yang sebaiknya dipenuhi :
1 Boleh
memiliki cita-cita individual, yaitu cita-cita yang baik dan tidak menyalahi
syariat.
2 Jangan
lepas dari visi kelompok agar tidak terjadi konflik, contohnya di perusahaan.
3 Tidak boleh
bertentangan dengan kemanusiaan, dan bermanfaat bagi manusia.
4 Tidak boleh
lepas dari dakwah.
Muslim saat
ini kurang semangat “misionaris”. Padahal kita seharusnya selamat bersama-sama.
Sebagaimana dalam surat Al Fatihah disebutkan iyyakana’budu, hanya kepada-Mu “kami”
memohon pertolongan, maka itu menunjukkan muslim harus bersama.
Muslim harus
berdakwah. Tidak bisa kita baik sendiri dan akan selamat. Sebagaimana para
nabi, yang diutus untuk menyebarkan. Contoh yang lalai adalah Nabi Yunus,
menyerah dan merasa bahwa umatnya tidak bisa diajak lagi, maka beliau dihukum,
dan dalam Al Qur’an dikatakan bahwa bila beliau tidak minta ampun, maka akan
diabadikan dalam perut ikan.
Berdakwah
harus dilakukan, dengan porsi, peran, cara yang sesuai dengan keadaan.
5 Dalam
rangka ibadah kepada Allah, hidup adalah totalitas ibadah
6 Agar
minimal selamat dari neraka
Ada yang masuk
surga tetapi masuk dulu ke neraka. Bila doa dihindarkan dari neraka, maka pasti
langsung ke surga. Dalam manajemen maka ini adalah risk management.
Dalam hadits
Rasulullah digambarkan ada orang yang terakhir masuk surga dan sudah sangat
lama di neraka, yang akhirnya masuk surga karena ada secercah keimanan.
7 Meraih
level surga tertentu
Hidup adalah
ladang amal dan ujian kehidupan. Bila hidup terasa berat, sesungguhnya kita
beruntung karena masih hidup. Jangan cengeng apa lagi sampai ingin bunuh diri.
Tapi mereka yang sering mengaji biasanya terhindar dari kegalauan. Kita harus
bisa memaknai secara positif, dan bila terpeleset segera istighfar.
Kedua, fokus
pada tujuan
Hasil seringkali
tidak sinkron dengan tujuan. Misalnya
pedagang tapi sebetulnya tidak ingin mencari untung. Atau anggota
legislatif yang mencari kekayaan, padahal seharusnya perannya adalah
menyampaikan aspirasi dan mem-balance pemerintah. Atau ingin
kaya dengan menjadi ustada.
Ada kisah lebai
(pembaca doa) yang malang di desa di Sumatera. Suatu hari ia menerima 2
undangan di hulu dan hilir sungai. Bingung memilih yang mana, akhirnya pergi ke
hulu dengan sampan, dan ketika tiba ternyata doa sudah dibacakan dan nasi
berkat sudah dibagikan. Pergi lagi mengejar ke hilir, dan ternyata juga doa
sudah dibacakan dan nasi berkat sudah dibagikan.
Santri yang
mau lulus tingkat SMA mengambil terlalu banyak pilihan, sampai 10 alternatif.
Harus fokus, 1 atau 2 saja, dan yang terpenting adalah doa orang tua.
Seringkali
tidak ada alasan seseorang menjadi sukses, tetapi alasan untuk menjadi tidak
sukses adalah karena terlalu banyak alasan.
Ketiga, petunjuk
Petunjuk ada dalam Al Qur’an,
yang benar-benar sinkron.
Ada jamaah
yang mengeluh karena sering ikut kajian, sering bertanya, malah makin stress
karena makin bingung. Islam seharunsya mudah. Bacalah Al Qur’an karena terjamin
100%.
Keempat, bekal
Dulu pengajar
harus memiliki persiapan fisik. Saat ini cukup dengan flash disk, bahkan bisa
akses di google drive. Yang penting adalah bekal yang valid. Bekal yang bisa
digunakan di tempat lain dan berlaku, misalnya uang rupiah maka harus ditukar dengan
mata uang setempat. Harus bersifat cair dan mudah digunakan dan mudah
dipertukarkan.
Maka bekal
terbaik adalah taqwa, yaitu segala bentuk kebaikan.
Ketika naik
haji, diperintahkan untuk berbekal, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa, yang
kemudian akan diikuti oleh visa dan berbagai kemudahan.
Ustadz
mengisahkan pernah membimbing umrah teman-teman dari ITB untuk umrah Ramadhan.
Ketika berangkat bandara kebakaran, hampir perjalanan ditunda tetapi diminta
untuk bertahan di depan counter. Jamaah puasa 18 jam baru berbuka ketika tiba
di Jeddah.
Tiba di
hotel, ternyata kamar sudah diambil orang lain. Kita harus ingat bahwa bila
Allah mengambil sesuatu adalah karena akan menggantikan dengan yang lebih baik.
Manajemen hotel menawarkan pengganti, tetapi karena jamaah marah, pemberian tersebut
ditolak, dan akhirnya diberikanlah kamar yang diminta. Ternyata ketika dalam
perjalanan ke masjid melewati hotel pengganti yang sebenarnya hotel yang sangat
bagus.
Di tanah
suci, yang penting adalah bekal taqwa, bekal lain menjadi kurang relevan.
Tiba di Masjidil
Haram, salah satu jamaah kehilangan dompetnya. Maka ustadz mengingatkan, bahwa
sudah banyak cobaan terjadi sejak berangkat, harus belajar sesuatu, bahwa
reaksi menentukan.
Tetap tenang
dan berdoa kepada Sang Penguasa Ka’bah. Dicoba kembali mencari di Masjidil
Haram mengikuti ke mana kaki melangkah. Tiba-tiba terlihat 3 orang askar di
kejauhan yang kemudian memanggil, padahal itu bukan lokasi yang tadi dilewati. Ternyata
ada orang Maroko yang menemukan dompet tersebut dan melihat fotonya dan melihat
kesamaan wajah. Jamaah itu pun tertunduk lemas, tidak bisa lagi bicara.
Penemu
dompet tadi adalah atlet nasional Maroko, barangkali itu cara Allah untuk
mengenalkan dengan orang Maroko.
Hidup berbekal
taqwa.
No comments:
Post a Comment