Monday, May 16, 2011

Work-Life Balance dalam Islam

Dalam 10 – 15 tahun terakhir, terdapat kecenderungan orang untuk bekerja semakin berat. Jam kerja standar sebenarnya tidak jauh berubah, yaitu sekitar 8 jam, dari jam 7 atau jam 8 pagi sampai jam 4 atau 5 sore. Namun, setelah itu banyak yang dilanjutkan lagi dengan lembur. Dan bagi yang jarak antara rumah dan kantornya cukup jauh, perlu ditambah lagi dengan waktu transportasi yang bisa 2 jam sekali jalan. Ditambah lagi dengan adanya berbagai fasilitas telekomunikasi seperti smartphone, blackberry, iPad, jam kerja menjadi tidak terbatas. Kapanpun teleopon, e-mail dan SMS bisa datang dan ada kalanya harus segera ditindaklanjuti.

Dengan aktivitas kerja yang seperti itu, maka waktu untuk keluarga bisa dibilang sudah tidak ada lagi. Orang tua berangkat ketika anak masih tidur, dan pulang ketika anak sudah tidur. Berjumpa dengan anak hanya di akhir pekan, itu pun ada kalanya harus dikorbankan juga jika ada kegiatan kantor untuk melobi klien baru, misalnya.
Maka akhir-akhir ini mulai muncul gagasan work-life balance. Orang diajak untuk memikirkan ulang tujuan hidupnya, dan menyeimbangkan kerja dengan kehidupan di luar kerja.

Bagaimana sebenarnya Islam memandang work-life balance?

Islam mewajibkan manusia untuk bekerja mencari nafkah, dan memberikan kedudukan mulia bagi mereka yang berusaha mencari nafkah, dibandingkan dengan yang berdiam berpangku tangan, sebagaimana pada beberapa hadits berikut :

“Dalam sebuah hadits Rasul saw bersabda: Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah” (Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir )

“Rasulullah saw pernah ditanya, Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab, Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik,” (HR Ahmad dan Baihaqi).


Dan hasil dari bekerja tersebut, yang terutama adalah dinafkahkan untuk menghidupi keluarga, sebagaimana pada ayat dan hadits berikut :

“Dari Mas'ud al-Badri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: Jikalau seorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan niat mengharapkan keridhaan Allah, maka apa yang dinafkahkan itu adalah sebagai sedekah baginya -yakni mendapatkan pahala seperti orang yang bersedekah-." (Muttafaq 'alaih)

Namun, di sisi lain, orang tua juga bertanggung jawab untuk mengasuh anak-anaknya, memberikan contoh dan teladan, yang artinya membutuhkan kehadiran orang tua di antara keluarganya, seperti pada ayat dan hadits berikut :

Allah Ta'ala berfirman : "Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka yang bahan bakarnya adalah para manusia dan batu." (at-Tahrim: 6)

Dari Abu Hafsh yaitu Umar r.a. bin Abu Salamah, yakni Abdullah bin Abdul-asad. Ia adalah anak tiri Rasulullah s.a.w. katanya: "Saya pernah berada di pangkuan Rasulullah s.a.w. dan tanganku -ketika makan- berputar di seluruh penjuru piring, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda padaku: "Hai anak, bacalah Bismillahi Ta'ala -sebelum makan- dan makanlah dengan tangan kananmu, juga makanlah dari makanan yang ada di dekatmu saja." Maka senantiasa sedemikian itulah cara makanku sesudah itu." (Muttafaq 'alaih)

Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perintahlah anak-anakmu untuk menjalankan shalat di waktu mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka, jikalau melalaikan shalat di waktu mereka berumur sepuluh tahun. Juga pisahkanlah antara mereka itu dalam masing-masing tempat tidurnya." Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad yang hasan.

Dan bagaimana sesungguhnya Islam memandang harta? Mari kita lihat pada beberapa hadits berikut :

Anak Adam berkata: "Hartaku... hartaku..." Nabi Saw bersabda: "Adakah hartamu, hai anak Adam kecuali yang telah kamu belanjakan untuk makan atau membeli sandang lalu kumal, atau sedekahkan lalu kamu tinggalkan." (HR. Muslim)

Cinta yang sangat terhadap harta dan kedudukan dapat mengikis agama seseorang. (HR. Aththusi)


Dari beberapa ayat dan hadist tersebut, maka insya Allah dapat disimpulkan bahwa Islam sangat mendukung work-life balance. Di satu sisi muslim diperintahkan untuk mencari nafkah dan Allah memuliakan orang yang mencari nafkah. Kemudian, nafkah tersebut lebih utama jika digunakan untuk menghidupi keluarga. Islam pun mengajarkan kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam mencintai harta. Di sisi lain, muslim juga berkewajiban menjaga keluarganya dari api neraka, yang dilakukan melalui contoh dan teladan yang membutuhkan kehadiran muslim di tengah keluarganya.

No comments: