Monday, November 26, 2012

Two Wrongs Don't Make A Right

Maaf kalau judulnya Bahasa Inggris, tapi tulisannya Bahasa Indonesia :-)

Barangkali ada yang sudah pernah mendengar pepatah di atas. Bisa di-google, kurang lebih artinya adalah, kalau satu pihak sudah melakukan kesalahan, kemudian pihak lain melakukan kesalahan lagi, bukan berarti situasi keseluruhan menjadi baik.

Seringkali justru itulah yang kita lakukan. Karena pasangan berbuat salah, kita "balas" dengan kesalahan yang kita "anggap setimpal", supaya "adil", "kedudukan sama".

Kemarin baru saja ada kejadian yang mirip. Salah satu saudara jauh kami menikahkan anaknya, sebutlah keluarga A. Salah satu saudara kami yang lain, sebutlah keluarga B, menyatakan bahwa dia tidak akan hadir di pernikahan itu, karena ketika ada anggota keluarga B  yang meninggal, tidak ada satupun anggota keluarga A yang hadir.

Lalu sampai kapan "berbalasan" ini akan berlangsung?

Nanti setelah ini, jika keluarga B ada acara, keluarga A memutuskan untuk tidak hadir, karena keluarga B tidak hadir di pernikahan lalu. Dan seterusnya, sampai akhirnya silaturahim terputus. Mudah-mudahan tidak.

Yang kedua, diskusi dengan teman di kantor.

Teman kantor saya ini, yang notabene adalah pejabat 2 tingkat di bawah Direksi, dengan rumah yang luas, suami istri bekerja, jelas-jelas berpenghasilan amat sangat lebih dari cukup. Dia memutuskan untuk menggunakan BBM subsidi untuk mobilnya. Saya tidak tahu apakah saya yang terlalu naif, atau memang semua orang melakukan hal itu. Tetapi saya sangat kaget mendengarnya. Alasannya, toh pemerintah juga masih kurang tepat dalam mengalokasikan dana rakyat. Selama hal itu masih terjadi, maka BBM subsidi adalah hak rakyat.

Lalu sampai kapan "berbalasan" ini akan berlangsung?

Tentunya akan masih banyak hal pada pemerintah yang perlu perbaikan. Bagaimana pun pemerintah melakukan perbaikan, pasti masih ada hal yang kurang sempurna. Apakah selama itu kita akan terus melakukan "pelanggaran"?

Lalu bagaimana sebaiknya?

Sebaiknya, salahnya perlakuan orang terhadap kita, adalah tanggung jawab orang tersebut. Bahwa kita merasa "dirugikan", itu adalah waktunya kita untuk bersabar, sambil berusaha meluruskan orang tersebut, jika kita bisa. Sementara itu, perilaku kita, tetap menjadi tanggung jawab kita. Melakukan yang benar, tetap menjadi keharusan. Sehingga terlepas dari sebesar apapun salahnya perilaku orang terhadap kita, kita seharusnya tetap melakukan yang terbaik yang kita bisa terhadap orang itu.

Kemungkinan besar, akan terasa berat :-) Karena biasanya kita kesal, marah, atau sedih atas perilaku orang tersebut kepada kita. Tapi, jika kita berpikir lebih jauh, untuk kebaikan bersama, apa lagi untuk catatan di akhirat, maka kesal, marah, dan sedih itu akan terasa kecil dan dapat kita kalahkan. Mudah-mudahan :-)

No comments: