Ceramah kali ini disampaikan oleh Ustadz Muhsinin Fauzi, tentang salah satu cabang keimanan, yaitu menjaga lisan. Mohon maaf saya tidak ikut sejak awal, semoga tetap bermanfaat :-)
Beberapa penjelasan dalam Al Qur’an dan Hadits seringkali
dirasakan bertentangan dengan fakta atau kebenaran yang disepakati masyarakat. Misalnya dalam hal pernikahan Rasulullah dan Aisyah, yang
menurut penelitian dikatakan bahwa Aisyah terlalu muda untuk menikah. Menyikapi hal seperti ini, maka yang harus dilakukan adalah
penelitian ulang.
Karena bagaimanapun, dengan perkembangan pengetahuan, hasil
penelitian dari tahun ke tahun menunjukkan kesimpulan yang berbeda-beda. Pernah
ada masa dianggap minyak kelapa sawit lebih baik daripada minyak kelapa, namun
perkembangan selanjutnya, dikatakan bahwa minyak kelapa justru lebih baik
daripada minyak kelapa sawit.
Pada dasarnya, Al Qur’an dan Hadits Shahih tidak mungkin
salah, tidak mungkin bertentangan dengan fakta. Jika hal itu terjadi, yaitu Al
Qur’an dan Hadits Shahih bertentangan dengan fakta, maka kemungkinannya adalah
faktanya yang salah, atau pemahaman kita terhadap Al Qur’an dan Hadits Shahih
tersebut yang harus diperbaiki.
Bagian dari menjaga lisan adalah menghindarkan diri dari
mengucapkan hal yang tidak berguna, walaupun tidak berdosa.
Hal ini mendorong muslim untuk menuju kapasitas yang baik. Karena
seorang pemimpin adalah orang yang ditunggu perkataannya. Jika ia berkata, maka
semua orang mendengar, dan jika ia diam, maka semua orang menunggu. Ini bisa
terjadi karena ia hanya berkata hal yang berbobot, hal yang berguna.
Berbeda dengan mereka yang sering mengucapkan hal yang tidak
berguna, maka orang tidak selalu merasa perlu untuk mendengarkan.
Kapasitas seorang pribadi ditentukan dari kapasitas
pembicaraan. Orang besar akan berbicara hal yang besar. Orang kecil akan
berbicara hal yang kecil.
Pelayan Rasulullah, Anas bin Malik mengatakan, “Aku menjadi
pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama sepuluh tahun. Demi
Allah selama itu beliau tidak pernah berkata “Uff (Husy) kepadaku, dan tidak pernah
membentakku dengan perkataan, “Hai, kenapa engkau perbuat begitu!” (HR Muslim :
4269).
Rasulullah tidak “cerewet”, hal ini menunjukkan kapasitas
leadership, yang dapat melakukan pendelegasian tugas, dan pandai memilih
anggota tim.
Dalam persiapan perang Uhud, Rasulullah hanya melakukan 1x
rapat, begitu juga dengan perang Badar. Bagaimana dengan kita? Berapa kali
rapat kita lakukan untuk mempersiapkan sebuah acara?
Berbicara hanya hal yang baik, bukan berarti tidak berbicara
sama sekali. Tetapi memastikan bahwa kita hanya berbicara hal yang berguna.
Ukuran berguna adalah : ada pahalanya. Apa lagi jika jelas-jelas mengakibatkan
dosa, maka harus ditinggalkan.
Contoh soal dari Ustadz, bagaimana dengan pembahasan gol
sepak bola? Apakah berpahala? :-)
No comments:
Post a Comment