Ceramah kali ini disampaikan oleh Ust. Muhsinin Fauzi, semoga bermanfaat.
Apa pun yang kita hadapi di dunia ini,
dan di mana pun kita menghadapinya, itu adalah “soal” dari Allah. Tinggal kita
bisa mengerjakan atau tidak.
Pentingnya kebersihan hati, berkaitan
dengan 3 hal berikut :
1. Kebahagiaan seseorang ditentukan kondisi
hatinya
2. Kesuksesan lahir dari akhlaq, akhalq
lahir dari kondisi batin
3. Keselamatan di akhirat dicapai dengan
hati yg bersih
Dosa tertinggi adalah syirik, selain itu
sombong, iri, dan mencintai dunia.
Terkait dengan dunia, muslim wajib
menguasai, tetapi tidak boleh mencintai. Jika seseorang ingin meraih akhirat,
maka dunia akan ia peroleh, dunia akan datang padanya. Allah memerintahkan
muslim untuk banyak berzakat, maka muslim “harus” kaya.
Dunia dan akhirat tidak bisa berada
dalam satu hati. Hati tidak bisa diganggu. Jika kita fokus kepada dunia, maka
pasti akhirat akan terlupakan. Untuk bisa fokus kepada akhirat, maka kita harus
meninggalkan dunia dari hati kita.
Terkadang merasa merasa tidak rela, jika
ia telah bersusah payah bekerja, penghasilannya harus digunakan untuk menafkahi
banyak orang, keluarga besar. Padahal sebenarnya ia beruntung, karena rezeki
saudaranya dilewatkan kepadanya. Bagaimana jika sebaliknya? Apakah ia mau?
Muslim tidak perlu mengejar jabatan.
Namun muslim diperintahkan untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Untuk
melaksanakannya, diperlukan kekuasaan. Karena jika tanpa kekuasaan, yang bisa
dilakukukan bukan “amar ma’ruf” tetapi “permohonan ma’ruf” atau “himbauan ma’ruf”.
Di Indramayu, bupati memerintahkan
seluruh warganya agar membaca Al Qur’an
selama 15 menit setiap hari sebelum bekerja. Al Qur’an dibagi. Hal ini bisa
dilakukan karena bupati memiliki kekuasaan. Jika ustadz yang menyampaikan,
hanya akan berlaku sebagai himbauan, yang terus akan ditawar-tawar oleh jamaah.
Walaupun kita memiliki dunia, kita harus
zuhud. Jika kita tidak punya apa-apa, lalu kita zuhud, maka itu sebenarnya
bukan zuhud.
3 cara agar hati bersih :
Pertama, at takholly takhliyyah, yaitu
ke perilakunya, membersihkan hati dari penyakit hati dengan bertaubat.
Bertaubat dari dosa, karena jika kita
telah bertaubat, kita menjadi seperti tidak punya dosa, dan kemudia kita berhak
untuk memiliki kedekatan pada Allah, maka kita bukan lagi manusia biasa, melainkan
wali Allah.
Perilaku yang buruk dijinakkan. Misalnya
seseorang yang sombong dengan mobilnya, maka jangan menggunakan mobil.
Jika kita masih sombong dengan suatu
karunia, maka sesungguhnya mental kita belum siap dengan karunia itu. Tanda
bahwa kita sudah stabil adalah, sebesar apa pun karunia, kita siap menerima,
hati tidak oleng.
Tanda oleng adalah kita merasa tidak nyaman
di hati, ada sesuatu yang berbeda dalam hati. Misalnya ketika kita menyatakan “rumah
saya di kompleks, rumahnya di gang”, jika kita masih ada sesuatu rasa berbeda
dalam hati, maka itu perlu diwaspadai.
Sombong adalah sedikit merasa lebih dari
orang lain.
Diawali dengan ujub, yaitu merasa bangga
dengan sesuatu. Lebih jauh lagi, sifat ujub ini semakin didorong dengan kapitalisme,
yang memang mendorong orang membeli sesuatu untuk dapat dibanggakan. Contohnya,
ketika kita bangga, “anak saya pintar”.
Setelah itu, ingin kebanggan tersebut
didengar oleh orang lain : sifat sum’ah. Contohnya, kita ceritakan ke teman
kita, “anak saya pintar, dia dapat nilai sekian sekian.”
Selanjutnya, kebanggaan tersebut kita
perlihatkan : sifat riya’. Contohnya, kita tunjukkan anak kita, dan sampaikan
prestasinya.
Selanjutnya, kita menjelekkan milik
orang lain : sifat sombong. Contohnya, setelah kita menceritakan prestasi anak kita,
kita menjelekkan anak orang lain.
Dengan fenomena social media, ketika
orang “narsis” menampilkan dirinya, maka harus hati-hati, apakah kita telah
ujub, sum’ah, riya’, bahkan sombong.
Yang lebih buruk lagi adalah maghrur,
yaitu sombong, padahal tidak punya apa-apa.
Yang kedua, at tahally tahliyah, yaitu
memasukkan sifat baik ke hati dengan berbagai cara salah satu memperkuat ibadah.
Dengan memasukkan sifat-sifat baik, semoga lambat laun akan membersihkan hati.
Sebenarnya dunia dan segala isinya yang
kita rasa menjadi milik kita ini, dapat diibaratkan seperti mobil yang
dititipkan ke kita sebagai tukang parkir. Kita tidak perlu bangga dengan barang
yang dititipkan. Harta, istri, anak, semua hanya “Allah parkirkan” untuk kita.
Sangat mudah bagi Allah untuk “mengambil kembali yang telah Ia parkirkan”. Pada
istri, tinggal Allah berikan rasa benci, maka ia akan meninggalkan suaminya,
tidak perlu cara yang panjang dengan sakit lalu meninggal. Harta tinggal Allah buat
kita lupa dengan nomor rekening, maka bisa dibilang hilang sudah harta kita.
Pelajaran tentang ilmu hati, dapat
diibaratkan seperti dokter spesialis, sedangkan ilmu secara syariat dan hukum
adalah dokter umum.
Secara umum, kita mungkin sudah
melakukan shalat, puasa, zakat, sesuai hukum, dan sah. Namun jika ditelusuri
lebih lanjut, apakah kita khusyuk dalam shalat? Apakah kita telah bersyukur
ketika makan? Karena ikhlas, sabar, syukur, mencintai Allah, mencintai Rasulullah,
takut pada Allah, juga merupakan perintah Allah.
Ketiga, at tahaqquq wat takholluq, yaitu
mempelajari asmaul husna, dan berusaha mengikuti sifat Allah.
Allah bersifat Rahman dan Rahim, maka
kita harus bersifat lembut. Ulama yang memiliki pendekatan dengan hati, ketika
melihat maksiat tidak akan marah, dia akan jatuh kasihan, sehingga justru orang
tersebut menjadi trenyuh dan ingin bertaubat. Seperti yang dilakukan oleh
Walisongo. Karena jika seseorang didekati dengan hati, akan bertemu dengan hati.
Selanjutnya adalah mengikuti sifat-sifat
Rasulullah, yang antara lain bersyukur dengan seluruh badan beliau.
2 metode dalam membersihkan hati :
Pertama, mengambil semua syariah sebagai
sarana tazkiyatun nafs, yang dicontohkan oleh Hasan Al Banna, disebut sebagai Islam
syamil, dengan semua melakukan ibadah faraidh dan nawafil. Secara teori sangat
luar biasa, dan bila diimplementasikan dengan benar, akan benar-benar dekat
pada Allah. Namun, seringkali menjadi tidak fokus.
Yang kedua, fokus pada dzikir. Seluruh
ibadah lain dijalankan secara rata-rata, fokus pada dzikir. Hal ini yang
dilakukan pada tasawuf dan tarikat.
I'tikaf bertujuan menghindar dari debu
dosa, ber-uzlah, untuk mendapatkan kebenaran.
Dicintai Allah adalah ujung perjalanan.
Perbuatan adalah wasilah atau sarana agar
kita dapat dekat dengan Allah, sehingga kita memperoleh rahmat Allah, dan akhirnya
Allah berikan surga.
Dzikir dalam kesendirian mengobati
penyakit. Tidak ada yang lebih bermanfaat untuk hati, selain uzlah, menyingkir dari dunia, membersihkan diri.
Sendiri dengan Tuhannya, membersihkan hati.
Lailatul qadr adalah 1 malam yang Allah
tetapkan jadi malam kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang
beribadah di malem itu mendapatkan rizki lailatul qadr. Sebagian mengatakan ada
di 10 malam terakhir Ramadhan, sebagian mengatakan di malam ganjilnya, sebagian
mengatakan di malam 27 Ramadhan, seperti di Timur Tengah yang fokus beribadah
di malam tersebut.
Bagaimana caranya agar memperoleh
kemuliaan lailatul qadr? “Nongkrong” di masjid. Rasulullah mencontohkan I’tikaf
dengan duduk, dan berdiam, menyendiri. Lebih baik lagi jika ditambah dengan
membaca Al Qur’an. Hidupkan malam, maka kita akan mendapatkan kemuliaan
lailatul qadr. Tinggal yang perlu dipastikan adalah, bagaimana kualitas ibadah
kita saat itu? Kuat atau lemah? Benar-benar terjaga, atau sambil mengantuk?
Fokus dari ibadah di malam lailatul qadr
adalah taubat. Sebagaimana hadits dari Sayyidah
'Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa dia berta "Ya Rasulullah apa pendapatmu
jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi) apa yg harus aku
ucapkan?" Beliau menjawab"Ucapkanlah Ya Allah Engkau Maha Pengampun
dan Mencintai orang yg meminta ampunan maka ampunilah aku. (Allahumma innaka ‘afuwwun,
tuhibbul ‘afwa, fa’fuani)" (HR. Tirmidzi (3760) Ibnu Majah
(3850) dari 'Aisyah sanad shahih).