Sesungguhnya Syawal bukanlah tujuan akhir. Syawal yang secara
bahasa berarti peningkatan, merupakan waktu untuk memulai semangat awal,
setelah ditempa selama bulan Ramadhan.
Berbagai aktivitas berkaitan dengan Idul Fitri seringkali membuat
kita lelah, dan ibadah pun menurun segera setelah Syawal dimulai. Rutinitas
pada dasarnya adalah sunatullah. Namun jika kita berlama-lama dalam kondisi
penurunan ibadah, maka kita perlu waspada. Apa lagi jika penurunan tersebut
dalam konteks jamaah.
Jika kita melihat contoh para shahabat Rasulullah, maka mereka
justru berharap bagaimana menjadikan semua bulan adalah Ramadhan, Ramadhan
sepanjang tahun
Untuk menjaga semangat Ramadhan, maka kita perlu untuk istiqamah.
Sebagaimana dalam surat Fushshilat ayat 30 dikatakan “aamantu billahi tsummas
taqim”, beriman kepada Allah dan meneguhkan pendirian. Dalam HR
Muslim seorang sahabat meminta kepada Rasulullah, berikan aku pelajaran yang
hanya bisa kudapatkan dari engkau. Rasulullah menjawab, katakan “aamantu billahi
tsummas taqim”.
Abu Bakar mendefinisikan istiqamah sebagai tidak menyekutukan
Allah dengan apa pun, dan teguh harapan hanya pada Allah. Maka istiqamah adalah
penajaman dari ikhlas.
Umar Bin Khattab mendefinisikan istiqamah sebagai jangan berbolak-balik
dan tidak fokus. Maka istiqamah adalah etika yang menjadikan kesempurnaan pada
kebaikan.
Istiqamah terdiri atas dua dimensi, yaitu kelurusan lisan dan
kelurusan hati.
Dalam setiap rakaat shalat kita sebenarnya kita senantiasa meminta
untuk istiqamah : “ihdinash shirathal mustaqim”, tunjukilah kami jalan yang
lurus.
Cara menjaga semangat Ramadhan :
Pertama, jadikan Ramadhan sebagai titik tolak.
Jadikan contoh dari sirah Rasulullah sebagai pelajaran yang
menjadi momen yang memiliki dampak dan hikmah. Ada sebagian kita yang mengambil
momen perbaikan diri di hari kelahiran, hari pernikahan, hari wisuda, hari
pertama berhijab. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum kebaikan kita.
Kedua, jadikan syaitan sebagai musuh.
Kita tidak dapat melihat wujud syaitan, tetapi realita korbannya
sungguh luar biasa. Syaitan dapat berbentuk jin dan manusia. Perlakukanlah
syaitan sebagai musuh. Walaupun dalam situasi hati yang futur atau sedang
melemah, kadang kala kita justru menikmati kebersamaan dengan syaitan. Padahal
segala bentuk kemaksiatan adalah awal kehancuran.
Dalam HR At Tirmidzi dijelaskan bahwa jika muslim berbuat maksiat,
akan muncul satu noda titik hitam di hati. Jika kemaksiatan itu diikuti dengan istighfar,
maka titik noda hitam tersebut akan terhapus.
Namun Ibnul Qayyim mengatakan, sebenarnya tidak bisa semudah itu.
Karena maksiat pada dasarnya akan memberikan 5 dampak pada manusia yang
melakukannya :
Pertama, menghalangi dari memperoleh ilmu pengetahuan. Kalau pun
kita memperoleh ilmu pengetahuan, hanya akan memenuhi ruang pikiran, dan tidak
menjadi amaliyah atau perbuatan nyata.
Kedua, menghalangi rezeki. Walaupun bukan berarti mereka yang
banyak rezeki adalah mereka yang tidak bermaksiat. Karena Allah punya cara
untuk menguji setiap orang. Rezeki ada dua bentuk yaitu zahirah dan bathinah.
Contoh rezeki bathinah adalah hidayah Islam, hidayah iman, hidayah syukur,
hidayah sabar, yang tidak semua orang bisa memilikinya.
Ketiga, membuat diri berhijab atau berjarak dari Allah. Kehilangan
semangat dan motivasi, riya-unnas atau sum'ah. Ibadah terlihat bagus, tetapi ada
osteoporosis ruhiyah, seperti bangunan dengan rayap. Tidak ada kedalaman
keikhlasan, dan tidak bisa menikmati ibadah. Bermuka dua, antara kelurusan dan
kebelokan.
Keempat, kesulitan dalam urusannya. Andaikata pun menemukan jalan
keluar, hatinya tidak pernah lapang. Sering terlibat dalam konflik yang tajam,
sulit memaafkan, sering merasakan dendam, terkungkung dalam kesulitan yang
itu-itu saja. Allah berfirman barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah
akan berikan jalan keluar, keluarkan dari kesulitan, serta datangkan rezeki
dari arah yang tidak disangka-sangka. Tidak ada orang yang tidak punya masalah,
tidak punya aib, tidak punya dosa, dan tidak memerlukan pertolongan Allah.
Kelima, akan diikuti kemaksiatan yang lain. Misalnya seorang pedagang mencampur dagangannya dengan barang
terlarang. Setelah satu maksiat tersebut, dia akan melakukan maksiat
berikutnya, yaitu berbohong ketika orang bertanya, dan seterusnya.
Kembali ke mempertahankan semangat Ramadhan.
Cara ketiga adalah mempertahankan tekad dan takwa.
Jika kita bertakwa, Allah akan berikan jalan keluar, keluar dari
kesulitan, serta Allah berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Untuk mempertahankan tekad dan takwa, dilakukan melalui 5 hal
berikut :
Pertama, menjaga shalat wajib berjamaah.
Kaitan shalat dan takwa, dalam surat Al Ankabut dikatakan “inna
shalata tanha anil fahsya-i wal munkar”, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Shalat
harus disertai dengan kehadiran hati dan pemahaman. Shalat adalah cahaya,
sumber hidayah Allah dan ketajaman hubungan kita dengan Allah.
Ketika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudhu, ruku’
dan sujudnya, maka shalat akan mendoakan “Semoga Allah menjagamu sebagaimana
engkau menjagaku”, lalu shalat akan naik sampai ke surga dan memberikan syafaat
bagi hamba tersebut.
Dalam HR Tabrani dikatakan bahwa mereka yang melakukan shalat
jamaah akan melewati shirath dengan secepat kilat, dan wajahnya berseri-seri
bagaikan bulan Purnama.
Terdapat perbedaan setelah shalat, antara mereka yang shalat
dengan benar dan tidak. Mereka yang shalat dengan benar, jika sebelum shalat
merasa gelisah, setelah shalat akan merasa tenang. Jika sebelum shalat merasa
gamang, setelah shalat akan mendapatkan petunjuk dan hidayah.
Kedua, membaca Al Qur'an secara rutin.
Jika kita membaca Al Qur’an dengan target kuantitatif, maka
biasanya target itu sulit tercapai. Dan kalaupun tercapai, tidak ada capaian
spiritual. Karena sebenarnya yang terpenting adalah memahami maknanya, dan
setiap orang memiliki pengalaman masing-masing yang relevan dengan tiap-tiap ayat.
Al Qur’an sarat dengan energi, Al Qur’an adalah hujjah, yang akan menjadi petunjuk
bagi kita menuju ketakwaan, melandasi dan mewarnai hidup kita.
Dalam surat Al Anfal ayat 2 dikatakan jika iman sedang baik,
ketika disebut nama Allah akan bergetar, dan ketika dibacakan ayat Allah akan
bertambah keimanannya. Aisyah mengatakan bahwa siapa yang membaca dan
menghafalkan Al Qur’an, akan bersama dengan malaikat yang Mulia.
Ketiga, bersemangat merutinkan dzikir.
Karena dengan dzikir hati akan menjadi tenang. Dzikir meliputi
wilayah hati dan lisan. Dalam surat Ali Imran 190 disebutkan orang yang cerdas
adalah mereka yang ingat kepada Allah ketika berdiri, duduk, maupun berbaring, dan memohon dijauhkan
dari azab neraka. Sebaik-baik dzikir adalah membaca Al Qur’an. Dalam surat Al Ahzab
40-41 disebutkan bahwa orang yang beriman melakukan dzikir yang banyak pada pagi
dan petang. Orang munafiq juga berdzikir, tetapi hanya sedikit, illa qoliila.
Keempat, bergabung dengan orang yang shaleh.
Peliharalah jamaah, di rumah, keluarga, di masyarakat. Buat
kesepakatan dan sosialisasi di rumah, agar semangat beribadah dapat dipelihara
bersama. Allah senantiasa menyebut kaum dalam bentuk jamak, misalnya muttaqiin,
muhsiniin, dsb.
Kelima, doa.
Terutama doa “Allahumma inni a’udzubika minal hammi wal hazan
(dari gelisah dan sedih, karena membuat kita tidak bisa berbuat apa-apa) wa a’udzubika
minal ajzi wal kasal (kelemahan dan kemalasan), wa a’udzubika minal jubni wal
bukhl (pengecut dan bakhil), wa a’udzubika min ghalabatid daini wa qahrir
rijaal (hutang dan dominasi orang lain).
Ada tiga kondisi doa yang dikabulkan :
Pertama doa orang yang didzalimi, orang musafir, serta orang tua kepada
anaknya.
Kedua, doa orang yang pakaiannya kusut dan lelah karena kemiskinan
dan ibadah.
Ketiga, doa disertai dengan menengadahkan kedua tangan. Allah
pemurah dan pemalu, Allah malu jika hamba-Nya berdoa dan Allah tidak
mengabulkan. Dalam berdoa kita harus berharap dengan sungguh-sungguh, serta
rutinkan satu waktu setiap hari untuk memohon secara detil. Bisa setiap setelah
isya, setiap setelah subuh, setiap setelah qiyamul lail. Sampaikan semua yang
kita inginkan secara detil, untuk kita sendiri maupun orang lain secara
spesifik.