Ceramah kali ini disampaikan oleh Ustadz Muhsinin Fauzi.
Menurut Ibnu Taimiyah, ciri dosa besar adalah salah satu dari tiga
ciri berikut :
- Allah berikan balasan neraka di akhirat
- Perbuatan tersebut dilaknat oleh Allah
- Ada hukuman di dunia
Menyakiti hati orang tua termasuk dosa besar karena dilaknat Allah
(memenuhi satu ciri dosa besar).
Membunuh memiliki ketiga ciri tersebut, maka termasuk dosa yang besar,
dapat dikatakan dosa terbesar kedua setelah syirik.
Dalam Islam, penjagaan atas seseorang terdiri atas 5 tingkatan,
yaitu :
Pertama, menjaga keberagamaan seseorang (hifzhuddin).
Kedua, menjaga diri (hifzhunnas) dengan makan makanan yang baik
dan memberikan rasa aman.
Maka dilarang untuk mengacungkan pedang walaupun tanpa niat
melukai, karena akan menghilangkan rasa aman. Dilarang pula untuk melakukan teror
dan tekanan dengan kalimat yang buruk. Serta yang terakhir dilarang untuk membunuh.
Ketiga, menjaga keturunan.
Maka dalam Islam dilarang untuk berzina, ada masa iddah, dilarang
menikah dengan saudara dekat, dilarang menikahi pezina.
Keempat, menjaga harta.
Satu rupiah pun harta orang lain, tetap milik orang lain, tidak
boleh kita ambil. Bahkan benda yang terasa remeh ataupun sepele, misalnya
sandal ataupun buah mangga yang masih kecil.
Kelima, menjaga akal, dengan belajar, mengaji.
Maka tidak boleh menyembunyikan ilmu dan tidak boleh makan minum
yang merusak akal.
Menurut penelitian, 1 tetes khamr akan merusak 500 sel otak,
bayangkan jika beberapa gelas yang diminum. Ustadz Muhsinin berkelakar, maka
orang yang sering mabuk biasanya tidak akan terkena stroke, karena otaknya
sudah habis J
Rasa amanlah yang merupakan hal yang penting. Untuk mencapai rasa
aman tersebut orang membangun pagar tinggi, menyewa satpam, menggunakan fore
rider. Tetapi bukan pagar, satpam, dan fore rider-nya yang penting, yang
penting adalah rasa amannya.
Islam melindungi rasa aman dengan 5 lapis benteng rasa aman :
Benteng pertama, Islam mencabut segala hal yang membuat orang
saling mengancam, yaitu hubbuddunya, rasa cinta pada dunia, dengan mengutamakan
sifat zuhud.
Ada kisah zuhud seorang ustadz. Sejak kecil ustadz ini memiliki
sifat yang “aneh”. Jika ada penjual menawarkan dagangannya seharga 5.000, maka
ia akan menawar menjadi 10.000 atau 15.000.
Seorang pedagang ikan tongkol bertanya padanya mengapa, maka ia katakan,
“Bapak tidak kenal saya kan? Tetapi Bapak bawakan ikan tongkol ini kepada saya.
Jika saya diminta untuk mencari ikan tongkol ke laut dan dijanjikan uang 1 juta
rupiah, saya tidak akan mau. Maka harga yang Bapak berikan saya tawar lebih
tinggi.
Ketika ada teman yang suka dengan mobil Lancer-nya, dia katakan, “Sampeyan
suka? Ambillah.”
Ustadz ini memiliki istri, dan ia sendiri jarang di rumah. Maka ia
memiliki supir yang bertugas mengantar istrinya. Hubungan istri dan supir
tersebut tetap terjaga karena mereka sama-sama salih dan salihah. Namun sang
Ustadz melihat bahwa mereka terlihat nyaman jika bercakap-cakap. Maka dia katakan
pada supir dan istrinya apakah mereka saling menyukai? Diawali dengan mengelak,
namun akhirnya mereka mengakui bahwa ada rasa suka. Maka Ustadz pun menceraikan
istrinya dan memintanya menikah dengan supir tersebut, dan memberikan seluruh
rumah dan harta bendanya.
Jika pada setiap orang ada sifat zuhud, tidak pernah akan terjadi
perselisihan. Tidak mungkin ada perebutan sesuatu, karena jika ada orang
terlihat suka pun, akan diberikan. Tidak akan ada rasa sakit hati, karena sakit
hati biasanya terjadi karena kehilangan sesuatu atau sesuatu direbut orang
lain.
Benteng kedua, semua orang harus menghargai orang lain, tidak
boleh menghinakan orang lain.
Benteng ketiga, semua bentuk hubungan dengan orang lain ada hukum
muamalat yang jelas, sehingga tidak akan ada yang dicurangi.
Dalam perjalanan, harus ada pemimpin. Dalam bertetangga, jual
beli, suami istri, ada hukumnya. Karena dalam setiap interaksi akan ada benturan
kepentingan. Termasuk juga hukum waris. Walaupun pihak-pihak yang terkait sudah
merelakan, namun jika hukum tidak ditegakkan, maka hal itu tidak dibenarkan,
karena tetap ada peluang orang merasa dirugikan.
Di Indonesia dalam masyarakat banyak permasalahan karena tingginya
sifat cinta dunia, hubbuddunya, tidak adanya akhlak, serta tidak ditegakkannya
hukum muamalat.
Ustadz Muhsinin mempunyai teman yang tinggal di Jepang selama 30
tahun, merasakan bahwa berlalu lintas di Jakarta lebih berbahaya daripada
permainan roller coaster. Pertama dari cara mengendarai dan ditambah dengan
mata melotot ketika diperingatkan, padahal melakukan kesalahan.
Benteng keempat, jika terjadi benturan dalam urusan dunia, maka
Islam menganjurkan untuk mengalah. Misalnya anjuran untuk meninggalkan debat
walaupun benar.
Benteng kelima, ketika ada kekerasan menyentuh badan, maka bagi
pelakunya adalah neraka jahannam selama-lamanya. Dan di dunia diberikan balasan
qishash yang setimpal. Luka goresan dibalas dengan goresan, luka potongan
dibalas dengan potongan, pembunuhan dibalas dengan pembunuhan.
Untuk tindakan yang tidak terukur, misalnya terkena tempeleng,
maka dilakukan ta’dzir oleh hakim, dan diberikan hukuman penjara atau denda
dengan hitungan tertentu.
Islam memberikan 5 lapis benteng bagi rasa aman, karena ketika rasa
aman terkoyak, hidup menjadi terasa tidak berarti.
Dalam qishash itu justru terdapat kehidupan. Pihak di luar Islam
sering mempertanyakan, “Mengapa hukum Islam sedemikian rupa, mengapa begitu
kejam?”
Karena kaidah sanksi dalam Islam adalah memastikan efek jera. Jika
tidak, maka itu bukan sanksi, melainkan anjuran. Dan Islam bukan kejam. Ketika
seseorang salah lalu kita tidak menjatuhkan sanksi atau memberikan sanksi yang
tidak membuat jera, maka kita menyayangi satu orang, tetapi sebenarnya jutaan
orang lain terancam.
Alternatif hukuman dengan penjara seumur hidup akan memberikan
beban. Bagaimana pun penjara ada batas kapasitasnya. Seperti yang terjadi di
Belanda, karena penjara penuh, seluruh penghuni penjara dikeluarkan dan di
badannya dipasangi chip agar dapat dipantau.
Penjara menggunakan anggaran yang besar, menjadi beban di kedua
pihak. Keluarga yang ditinggalkan kehilangan orang yang menanggung hidup, dan Negara
harus menanggung beban hidup orang tersebut seumur hidupnya.
Jika diterapkan qishash, hukuman dapat dilakukan, dan orang
tersebut dapat segera kembali ke masyarakat. Jika hukumannya adalah dibunuh, istrinya
dapat menikah lagi dan negara tidak perlu terbeban.
Hukum Islam bukan mencari-cari orang yang akan terkena hukuman.
Hukum Islam justru berusaha mencegah supaya orang tidak terkena hukum.
Diupayakan penyelesaian dahulu sebelum sampai ke hakim. Diberikan nasihat dan
dakwah terlebih dahulu semaksimal mungkin. Hukum tidak berdiri sendiri, tetapi
berkaitan secara integral dengan etika dan dakwah. Hukum harus memberikan
rasa keadilan, maslahat pribadi harus dikorbankan untuk maslahat
umum.
Dalam Al Qur’an surat An Nisa 29, terdapat larangan untuk bunuh
diri. Prinsip dalam Islam, segala sesuatu di dunia haram sampai Allah bolehkan,
termasuk diri kita sendiri.
Terdapat tiga tingkatan pidana :
Pertama, pembunuhan sengaja, menggunakan alat yang mematikan, dan
korban mati.
Kedua, pembunuhan sengaja salah, dilakukan sengaja, tetapi
menggunakan alat yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk membuat mati, tetapi
korban mati. Misalnya memukul dengan tangan, yang sebenarnya tidak mematikan,
tetapi korban mati.
Ketiga, pembunuhan salah murni, tidak diniatkan kepada seseorang,
juga tidak menggunakan alat yang mematikan, tetapi korban mati. Misalnya
melempar batu kecil ke burung, tetapi terkena seseorang dan mengakibatkan
kematian.
Dan prinsipnya, melukai adalah haram. Jika terukur, berikan
balasan yang sama. Jika tidak terukur, hakim akan memberikan hukuman penjara
atau denda yang sepadan.
Hukuman hanya berlaku jika yang dilukai adalah badan. Melukai hati
tidak termasuk dalam hukum. Melukai hati termasuk ke dalam dosa, tetapi tidak
ada hukuman di dunia. Hukuman diserahkan nanti di akhirat. Jika dibandingkan
dengan hukum di Indonesia, maka “perbuatan tidak menyenangkan” tidak termasuk
wilayah hukum Islam, karena bersifat sangat relatif, dan penyelesaiannya
diserahkan ke akhirat.
Seorang pakar hukum menyatakan bahwa Hukum Islam pada dasarnya
secara konseptual bisa diterapkan di Indonesia. Namun seringkali justru umat
Islam sendiri yang menolak. Prosedurnya cukup “mudah” yaitu pengajuan ke
parlemen.
Dari masa ke masa, perang terhadap Islam terus terjadi, dengan
berbagai “tema”. Sampai tahun 2010, temanya adalah terorisme. Setelah 2010,
temanya bergeser menjadi intoleransi. Bahwa muslim tidak toleran, lalu akan
diarahkan menuju anti demokrasi, lalu akan diatasi dengan rancangan keamanan
nasional.
Di tingkat dunia, Islam silih berganti menunjukkan kekuatan. Kali ini
Turki dan Mesir terlihat bangkit. Mesir dikatakan Amerika sebagai “bukan
sahabat tetapi juga bukan teman”. Berbeda dengan Iran yang jelas-jelas
merupakan musuh, dan Saudi Arabia yang jelas-jelas merupakan sahabat. Dulu
ketika Timur kelihatan menurun, Malaysia terlihat kuat, dan pernah juga harapan
diberikan pada Indonesia.
Turki sudah menyatakan diri sebagai milik dunia Islam. Yaman
memiliki tata dakwah yang sangat baik, di seluruh lapisan masyarakat. Berbeda
dengan di Indonesia, dengan dakwah yang baik di kalangan menengah ke atas,
namun keropos di bawah, juga tidak ada kekuatan di puncak pimpinan.
Kita perlu evaluasi kembali setiap hal yang menyatakan keburukan Islam,
jangan serta merta mudah digiring memburukkan Islam. Teruslah belajar, semoga Allah
menegakkan Islam di negeri kita ini.
No comments:
Post a Comment