Tadi pagi saya ngobrol-ngobrol dengan anak saya yang kedua. Saya berbicara bahwa ada hari-hari kita sepertinya banyak masalah, banyak kekacauan, biasanya itu karena ada kebiasaan baik yang kita lupakan. Misalnya biasanya kita berinfak, kita lupa. Atau biasanya kita berdoa pagi hari, kita lupa.
Lalu anak saya bertanya, "Memangnya ada ya hari Mama yang kacau?"
Saya jawab, "Iya ada, misalnya banyak kerjaan yang gak selesai, atau Mama marah-marah terus."
Lalu saya tanya juga dia, "Kalau Adek gimana, ada nggak hari yang kacau?"
Anak saya menjawab, "Kayaknya setiap hari kacau, misalnya dimarahin Mama."
Weleh, kasian juga anak saya. Saya coba tanya lagi apa benar tiap hari saya marah? Kata dia iya. Waduh. Benar-benar harus ada perubahan mendasar nih.
Lalu saya pun berkomitmen pada dia, bahwa sejak saat itu, "Mama mau nggak marah-marah lagi." Dia tanya, "Hari ini aja apa seterusnya?". Saya jawab seterusnya.
Sebenarnya ini sudah jadi target 2011 saya, tapi sejauh ini sepertinya masih belum sukses :-)
Kalau kembali ke masa lalu, saya sebenarnya sangat-sangat tidak pemarah. Saya pernah punya prinsip bahwa, "Apa perlunya marah? Segala sesuatu bisa disampaikan tanpa marah."
Namun, kalau saya coba ingat-ingat kembali, saya mulai jadi pemarah setelah saya punya anak, dan mendelegasikan perawatan anak ke perawat. Ketika "harta karun" saya itu diperlakukan dengan "cara yang tidak sesuai harapan saya yang perfeksionis ini", maka marah lah saya. Dan awalnya hanya ke perawat.
Namun, setelah "kran" marah itu terbuka, maka bergulirlah ia, merembetlah "bukaan kran" itu ke hal-hal lain, obyek-obyek lain.
Ini harus dihentikan. Sekarang. Semoga Allah memudahkan :-)
No comments:
Post a Comment