Thursday, July 7, 2011

Tokoh Teladan Itu Masih Ada

Pengajian dzuhur kali ini diisi oleh Ust. Sukeri Abdillah, semoga bermanfaat.

Saat ini sering muncul keprihatinan atas kondisi kehidupan sosial masyarakat, tentang sulitnya mencari tokoh teladan. Ada yang bicara baik hari ini, ada yang menyeru pada kebaikan, tetapi mencari teladan dalam kebaikan sangat sulit seperti mencari jarum dalam jerami.

Pernyataan tersebut benar tetapi tidak tepat.

Mencari teladan memang sulit kalau kita mencari dari yang masih hidup. Dan ada kecenderungan, jika belum ada tokoh teladan, maka lebih baik menunggu, dan tidak perlu memulai untuk menciptakan kualitas keteladanan.

Menurut Miqdad Bin Amr, ahli filosofi pertama yang hidup di zaman Rasulullah, jika ingin berteladan, pilihlah yang sudah mati, karena tidak ada yang baru setelah kematian. Jika telah tercatat kebaikan, kemudian mati, catatan telah selesai, dan isinya adalah kebaikan. Tidak akan ada perubahan.

Mereka yang hidup masih ada kemungkinan berubah. Yang tadinya baik bisa jadi berubah jadi buruk.

Miqdad bin Amr pernah pada suatu siang duduk berteduh di bawah pohon kurma. Melintaslah kafilah dari Basrah, mendekati beliau dan menatap tajam, dan berkata “Mulianya mata ini, karena bisa melihat Rasulullah, pastilah pemiliknya akan masuk surga”. Pada saat itu Rasulullah memang sudah wafat. Miqdad bin Amr bereaksi keras, “Wallahi, betapa banyak orang yang ditelungkupkan di jahannam karena keingkaran padahal hidup bersama Rasulullah.”

Sehingga, faktor berikutnya, kalaupun tokoh teladan itu ada, bisa jadi kita tidak siap dengan keberadaannya.

Dalam Al Qur'an, pembahasan tentang tokoh teladan adalah pada QS Ali Imran : 110.
Kuntum khairu ummah.
Kata “kuntum” mengandung makna “kanat”, yang terjadi masa lalu. Jadi maknanya adalah bahwa di masa lalu kalian adalah ummat terbaik. Ketika “kuntum” ditujukan kepada Rasulullah, maka mengandung makna bahwa agama diturunkan kepada orang yang berkualitas. Ketika “kuntum” ditujukan kepada jamak orang beriman, adalah mereka yang memiliki kepribadian teladan.

Rasulullah adalah sosok yang luar biasa. Di usia 18 thn menjadi direktur ekspor impor. Menikahi Khadijah dengan mahar bernilai ratusan juta rupiah jika dikonversikan dengan nilai saat ini. Diutus manjdai nabi dan rasul, memiliki akhlaqul karimah dengan sebutan al amin. pribadi yang sangan berkualitas.

Masyarakat yang pertama masuk Islam adalah juga kalangan terbaik di masa itu.

Wanita pertama adalah Khadijah, keturunan Khuwailid yang bermazhab Ibrahim yang hanif dan tidak mengenal kemusyrikan, seorang konglomerat yang cerdas dan cantik.

Anak laki-laki pertama yang masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib di usia 7thn yang steril dari jahiliyyah karena termasuk dalam keturunan Abu Thalib, dari Bani Hasyim yang hanif.

Berikutnya adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, tokoh penyantun, dengan kepribadian yang ramah dan relasi yang sangat luas.

Ada pula Mushab bin Umair, pemuda terpandang di masa itu, yang memiliki akidah yang lurus, berbeda dengan pemuda umumnya di masa jahiliyyah itu.

Merujuk kepada ayat tersebut, maka ciri-ciri sosok teladan ada 3.

Pertama, ukhrijat linnas.
Yaitu lahir di tengah umat manusia, artinya memiliki kepribadian yang inklusif dan tidak eksklusif, dengan pergaulan yang luas, dengan seluruh lapisan masyarakat, termasuk dengan mereka yang ekstrim ideologis berbeda.

Contoh Rasulullah, di masa awal dakwah islam, selama 10 tahun dilindungi oleh seorang kafir, yakni Abu Thalib. Ini bisa terjadi karena Rasulullah mempergauli Abu Thalib dengan baik. Ketika Rasulullah berhijrah, pemandu perjalanan adalah Abdullah yang beragama Nasrani, yang bersedia karena Rasulullah bergaul dengannya dengan baik.

Pernah pula ada kisah seorang da’i di Mesir, yang berteman baik dengan seorang dokter non muslim. Dalam perjalanan dakwahnya, da’i ini ditangkap dan dipenjara selama 25 tahun. Setelah ia bebas, ia terkejut menyaksikan anak-anaknya sukses dan menjadi sarjana. Ketika ditanyakan kepada istrinya, dengan apa menanggung kehidupan keluarga selama ditinggalkan? Ternyata sahabat karibnya itulah yang membantu.

Bagaimana dengan kita, apakah ketika orang lain mendapat nikmat, kita ikut senang, atau semakin stress? Apakah kita masih sering menghitung pendapatan orang lain?

Dan kita pun perlu terus memperbaiki kualitas hubungan dengan berbagai lapisan masyarakat, bertasamuh, yaitu bekerja sama sesuai dengan kesepakatan, bertoleransi dengan perbedaan.

Yang kedua adalah ta'muruna bil ma'ruf.
Hal ini ditandai dengan ringan hati jiwa raga menyambut seruan kebaikan, seringan kapas tertiup angin.

Contoh yang bisa kita cermati adalah pada momentum shalat Jumat. Apakah kita datang 30 menit sebelum khatib naik mimbar? Atau menjelang khutbah kedua?

Ust. Sukeri pernah bertugas sebagai khatib namun terjebak kemacetan sehingga terlambat. Sebagai komitmen, Ust. Sukeri tetap hadir di masjid tersebut, walaupun posisi khatib sudah digantikan. Ketika adzan telah berkumandang, masih terlihat para muslim bertransaksi dengan pedagang dan makan di kantin.

Bagaimana dengan shalat wajib? Apakah kita siap 5 menit sebelumnya? Atau ketika jamaah sudah hampir berakhir? Atau bahkan di akhir waktu?
Bagaimana dengan tilawatil Qur'an? Khatam Al Qur’an paling cepat sebaiknya 3 hari, dan paling lambat 3 bulan. Jika lebih dari 3 bulan, maka kita termasuk mahjurah, yaitu kaum yang meninggalkan Al Qur'anul Karim. Semoga kita tidak termasuk dalam kaum tersebut.

Mulailah kebaikan dari hal-hal yang kecil, yang merupakan internalisasi dalam diri kita sendiri.

Yang ketiga adalah watanhauna anil munkar.
Yang juga konteksnya adalah pada diri sendiri, berupa internalisasi nilai. Yaitu dengan menutup pintu hati dari hembusan sikap negatif walaupun baru terlintas dalam pikiran.

Ketika kita membaca suatu artikel, menanggapi suatu berita, apakah kita berikan komentar positif? Atau negatif? Usahakan agar tidak memberikan komentar negatif, agar tidak menambah keburukan. Paling tidak berikanlah komentar netral.

Keempat adalah, watu'minuna billah.
Yaitu keseluruhannya merupakan upaya keistiqamahan menjalankan iman dan Islam kita.

Jika masyarakat telah berkualitas teladan, maka akan muncul tokoh teladan. Sebaliknya, selama masyarakat masih belum berkualitas teladan, sulit untuk muncul tokoh teladan.

Tokoh teladan sesungguhnya ada. Jika tidak ada dari yang hidup, carilah dari yang telah mati. Ikuti, dan jadikan diri kita semua sebagai trend setter. Ketika kebaikan meluas ke masyarakat, sehingga tercipta masyarakat berkualitas teladan, tokoh teladan akan muncul. Insya Allah.

No comments: