Tuesday, July 17, 2012

Ceramah Tarhib Ramadhan 1433 - Kepemimpinan

Ceramah Tarhib Ramadhan 1433 H di kantor saya, disampaikan oleh Ust. Miftah Faridl, dengan tema Kepemimpinan.

Ramadhan adalah syahrul ijabah, bulan dikabulkannya doa, syahrul maghfirah, bulan pengampunan. Dalam sejarah Islam, Ramadhan adalah bulan prestasi. Berhasil mengislamkan 1000 orang di Thaif, 750 orang di Yaman, kemenangan perang badar, Thariq bin Ziyad mendarat di Eropa, Shalahuddin Al Ayubi berhasil menguasai kembali masjid Al Aqsha. Juga di Indonesia, dengan Proklamasi Indonesia. Berbagai karya keilmuan juga lahir di bulan Ramadhan.

Ramadhan sungguh bukan bulan untuk bermalas-malasan.

Tahun 632 Rasulullah wafat, ketika belum dikuburkan, diskusi yang muncul adalah masalah kepimpinan, yaitu peristiwa tsaqifah, ketika terpilihnya Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai khalifah.

Pada peristiwa ini kita dapat melihat etika dalam pengangkatan pemimpin.

Diawali dengan pidato dari Abu Bakar Ash Shiddiq, yang mengusulkan Umar Bin Khattab menjadi khalifah. Dikatakan bahwa Umar adalah seorang yang cerdas, yang bahkan Rasulullah pernah berkata bahwa kalau ada Nabi setelah Rasulullah, maka itu adalah Umar Bin Khattab.

Kemudian Umar Bin Khattab menyampaikan pidatonya, bahwa yang harus menjadi khalifah adalah yang paling baik. Lalu beliau mengajukan 3 pertanyaan, yang hanya memiliki 1 jawaban.

1. Siapa yang pertama masuk Islam?
2. Siapa yang mendampingi nabi hijrah dan mendampingi nabi di jabal tsur selama 3 hari?
3. Siapa yang menjadi imam salat pada waktu nabi sakit?

Maka jawabannya adalah Abu Bakar Ash Shiddiq.

Maka sebagian besar sahabat setuju. Walaupun ada sedikit yang tidak setuju, yaitu dari kalangan anshar, yang merasa bahwa seharusnya pimpinan bukan dipilih dari muhajirin.

Kecepatan pemilihan pemimpin ini menjukkan perhatian Islam pada pentingnya pemimpin. Pesan Rasulullah : Umat Islam harus mempunyai pemimpin.
Bahkan dikatakan tidak halal suatu perjalanan dari 3 orang, jika tidak ditunjuk salah satu sebagai pemimpin.

Dalam salah satu pidatonya,  Umar bin Khattab berkata bahwa Islam tidak akan tegak tanpa jamaah, jamaah tidak akan tegak tanpa imam, imam tidak akan tegak tanpa kepatuhan, dan kepatuhan tidak akan tegak tanpa baiat.

Setelah itu memang muncul konflik kepemimpinan, sehingga lahir kelompok-kelompok, dan muncul hadits-hadits palsu.

Dari contoh di masa lalu, dapat dipelajari teladan dalam proses pemilihan. Ada pidato, dan pemimpin langsung dipilih, tanpa mendiskreditkan orang lain, cukup menyampaikan fakta.

Pengalihan kepemimpinan dari Abu Bakar ke Umar bin Khattab, ditunjuk sekelompok orang yang memiliki kekuasaan, waliyyatul faqih / waliyyun dengan kriteria : kuat berjalan di bulan Juli / Agustus ketika cuaca sangat panas, berada di pihak Rasulullah pada perang Badar, Uhud, Khandak, hadir di
Baiatur Ridhwan. Waliyyatul faqih inilah yang kemudian memilih pengganti Abu Bakar, yaitu terpilih Umar bin Khattab.

Dalam bahasa Arab, ada beberapa kata untuk pemimpin :
- Imam, seperti yang digunakan di Iran - Ro'is - riyasah
- Za'im zi'amah ormas

Dalam surat Ali Imran ayat ...

Menjelaskan semangat tauhid yang dimanifestasikan dalam konsep kepemimpinan.
Yaitu bahwa kepemimpinan mutlak di tangan Allah. Lalu kekuasaan itu Allah distribusikan, mayyasya', Allah yang menentukan, dan Allah yang akan tarik.
Menjadi pemimpin adalah anugrah dari Allah, maka ingatlah pada Allah.

Dalam penaklukan Mekkah, fathu makkah, terjadi ketika umroh, ketika muslim hanya mengenakan pakaian ihram, tanpa senjata. Banyak penduduk yang menjadi muslim, afwaja, berbondong-bondong. Allah memerintahkan untuk mensucikan Allah, dan memohon ampun. Subhanallah wa bihamdihi, subhanallah hil ‘azhim, astaghfirullah.

Kalau ada orang lain yang menjadi pemimpin, lalu kita tidak menjadi pemimpin, tidak perlu iri. Menjadi pemimpin atau tidak, bukanlah ukuran kemuliaan. Ketakwaan lah ukuran kemuliaan. Kepemimpinan juga tidak menjadi ukuran siapa yang pertama masuk surga atau masuk ke neraka.

Ada salah seorang sahabat Rasulullah, yaitu Abu Dzar. Beliau bukanlah tipe seorang pemimpin. Beliau soleh, berakhlak baik, tidak ingin kekayaan, bekerja ala kadarnya. Hal ini dibolehkan, asalkan tidak sampai membebani orang lain. Karena jika seseorang meminta kepada orang lain karena malas, maka Allah akan berikan kemiskinan terus menerus.

Kepada Abu Dzar, Rasulullah berkata, “Anda lemah, jabatan kepemimpinan adalah amanah, penyesalan dan kesedihan,  kecuali yang mendapatkannya dengan baik, dan dapat melaksanakannya dengan baik.”

Kepemimpinan adalah tanggung jawab.

Maka syarat pertama untuk menjadi pemimpin adalah memiliki kemampuan.

Kehancuran akan terjadi, ketika menyalahi amanah, yaitu menyerahkan suatu perkara bukan kepada ahlinya. Tunggulah kehancuran. Karena segala sesuatu harus dilakukan oleh ahlinya, bukan karena kesolehannya.

Sebaik-baik pemimpin adalah yang kamu mencintainya, dan dia mencintaimu. Kamu menghormatinya, dan dia menghormatimu.
Sejelek-jelek pemimpin adalah yang kamu membencinya, dan dia pun membencimu. Kamu melaknatnya, dan diapun melaknatmu.
Maka syarat kedua kepemimpinan adalah keberpihakan dan dukungan dari orang yang dipimpin.

Jika urusan muslimin diserahkan kepada seseorang, padahal kau mengetahui bahwa ada yang lebih pantas, maka engkau telah berkhianat kepada Allah, Rasulullah, dan mu’min.

Selama 800 tahun, umat Islam dipimpin oleh keturunan Quraisy.

Syarat ke-3 adalah akhlak dan kejujuran. Termasuk di dalamnya keadilan.

Ibnu Taimiyah, sebenarnya beliau termasuk seorang fundamentalis. Secara umum dikatakan bahwa jangan mengangkat top leader dari non muslim. Namun Ibnu Taimiyah berkata bahwa lebih baik kafir, daripada Islam tetapi tidak adil dan tidak jujur. Sedemikian pentingnya keadilan dan kejujuran dalam kepemimpinan.

Al Ghazali mengatakan bahwa pemimpin harus memiliki akhlak yang baik. Memiliki 4 sifat Rasulullah, Siddiq, amanah, fathonah, tabligh (mampu mengkomunikasikan konsep).

Sikap kita kepada pemimpin dapat dianalogikan dengan sikap makmum kepada imam dalam shalat.

Diawali dengan pemilihan imam yang dilakukan dengan santun. Ketika imam sudah terpilih, maka makmum wajib untuk taat. Memiliki keberanian moral untuk memberikan koreksi, dengan aturan yang sudah ada.
Ketika imam salah, lalu makmum mengatakan “subhanallah”, dapat dimaknai bahwa yang Mahasuci hanyalah Allah, bahkan imam pun dapat melakukan kesalahan.
Ketika imam melakukan kesalahan yang berakibat tidak sahnya shalat, seperti terbukanya aurat, maka orang kedua harus maju ke depan, menggantikan imam tersebut. Lanjutkan shalat, tidak perlu diulang, dan tidak perlu membuka aib imam.
Jika pemimpin salah, pegang tangannya, bisikkan bahwa dia melakukan kesalahan, tidak perlu disampaikan di depan umum.

Sungguh kita sangat merindukan sosok kepemipinan di masa sekarang ini. Salah satu buku tentang pemimpin yang bagus untuk dibaca adalah Umar Al Farouq, tentang Umar bin Khattab.


No comments: