Tulisan ini copy paste dari http://www.scribd.com/doc/87824698/Kemudahan-Menghafal-Al-Qur, dengan sedikit pengeditan untuk tanda baca dan ejaan. Tulisan ini cukup panjang, maka saya bagi menjadi beberapa tulisan. Semoga bermanfaat.
Kemudahan Menghafal Al Qur'an
Oleh : Syekh Syadi Abu Mu’min, MA.
(Pengajar Al Qur’an di Palestina,
yang meluluskan 10.000 (sepuluh ribu) hafidh Al Qur’an tiap tahun dengan program
dua bulan hafal Al Qur’an)
Penerjemah : Arham bin Ahmad
Yasin,Lc.,MH.
Pembicaraan tentang menghafal Kitabullah
‘Azza Wa Jalla merupakan perkara yang sangat penting bagi umat Nabi Muhammad shallalahu
‘alaihi wasallam. Karena ini merupakan perkara yang sangat penting untuk
keselamatan ummat, kebaikannya, dan kebahagiaannya, maka sesungguhnya ummat ini
sudah cukup dari yang lainnya. Karena Al Qur’an apabila telah sempurna
penghafalannya, pertemanannya, dan ketenangan dengannya, maka pada saat itu
manusia tidak butuh untuk mencari kebahagian atau keselamatan. Karena ia akan
mendapatinya dalam Kitabullah ‘Azza Wa Jalla.
Selanjutnya, masalah menghafal Al
Qur’anul Karim bukanlah masalah ijtihad, dan bukan pula masalah bisa atau tidak
bisa. Karena manusia telah Allah ciptakan memiliki berbagai kemampuan dalam
banyak hal. Masalah menghafal Al Qur’anul Karim adalah masalah pemahaman.
Apakah kita memahami nilai Al Qur’anul Karim? Apakah kita memahami kebaikan Al
Qur’anul Karim? Apakah kita memahami kemuliaan Al Qur’anul Karim? Inilah
pertanyaan-pertanyaannya. Jika kita memahami urgensi, keagungan, nilai,
kebaikan, kemuliaan Al Qur’anul Karim, maka setelah itu masalahnya akan menjadi
sangat mudah.
Pertanyaan pertama yang ditujukan
pada diri kita sebelum kita mulai menghafal Al Qur’an, sebelum membuka mushhaf
Al Qur’an dan ingin mengahafalnya, tanyalah diri kita, apakah saya menghafal Al
Qur’an karena kewajiban, ataukah saya menghafal Al Qur’an karena kebutuhan?
Apakah saya membutuhkan AlQur’an, atau Al Qur’an membutuhkan saya?
Di sini ada pertanyaan yang penting
yang harus dijawab, kenapa saya menghafal Al Qur’an? Jika masing-masing dapat
menjawab pertanyaan ini, maka setelah itu ia akan dapat menghafal Al Qur’an. Karena
masalahnya adalah masalah untung dan rugi, seperti satu tambah satu sama dengan
dua. Sehingga ghoyah/ tujuan menghafal adalah asas dari penghafal. Bagaimana
bisa demikian?
Dalam hadits Rasulullah shallalahu
‘alaihi wasallam, Neraka dinyalakan di hari kiamat pertama untuk siapa? Yang
pertama dilemparkan ke neraka bukanlah para thoghut, para pelaku kejahatan,
para pezina, pencuri, bahkan bukan pula orang-orang kafir, tapi adalah para
Qori’ atau Hafidh Al Qur’an.
Sebagaimana hadits Rasulullah shallalahu
‘alaihi wasallam,
“Neraka dinyalakan pertama untuk
tiga orang.
Pertama
untuk qori’ Al Qur’an, ketika ia
didatangkan ia mengatakan, “Ya Rabb, saya membaca, belajar dan mengajarkan Al
Qur’an karena Engkau.” Maka dikatakan, “Engkau menghafalkan supaya dikatakan
hafidh/Qori’, dan itu sudah dikatakan, maka seretlah ke neraka.”
Dan
yang kedua adalah orang yang berinfaq,
ia mengatakan, “Ya Rabb, sungguh saya telah berinfaq di jalan-Mu”. Maka dikatakan,”Engkau
berinfaq supaya dikatakan dermawan, dan itu telah dikatakan, maka seretlah ke neraka.”
Dan
yang ketiga adalah seorang mujahid,
ia mengatakan, “Ya Rabb, saya berjihad dan berperang di jalan-Mu”. Maka dikatakan
kepadanya, ”Engkau berjihad supaya dikatakan pemberani, dan itu telah
dikatakan, maka seretlah ke neraka.”
(dikutip dari HR Muslim, At
Turmudzi, An Nasai, dan Ahmad dari Abi Hurairah, pent.).
Sehingga tujuan menghafal
merupakan hal yang sangat penting. Apakah saya menghafal Al Qur’an supaya orang
mengatakan bahwa saya hafidh, punya sanad, ijazah qiro’ah ‘asyrah, atau syeikh?
Atau saya ingin agar orang tahu, “Ini anak saya hafalannya sekian, dia hafal
qur’an, saya hafal sekian juz”, sehingga orangmengatakan kepada anda “Masya
Allah, kamu hafal sekian!” Apakah ini tujuan anda?! Jika tujuannya seperti ini,
maka mungkin saja anda bisa menghafal Al Qur’an, sebagaimana anda bisa melakukan
apa saja. Tapi yang terpenting apakah kita menghafal Al Qur’an untuk
keselamatan di sisi Allah? Maka yang
pertama adalah menetapkan tujuan : saya menghafal Al Qur’an agar selamat di
sisi Allah.
Kemudian niat harus ikhlash
semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana kita mengetahui
hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Al Khatthab ra. “Sesunggunya amal itu
tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang adalah apa yang dia
niatkan” (dikutip dari HR Bukhari dan Muslim, pent). Sehingga masalahnya
terkait dengan niat. Harus ikhlash.
Ini yang pertama.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment