Kemarin saya mengantar dua anak saya yang besar les menggambar dan robotika. Adiknya yang berusia 3 tahun ikut mengantar bersama saya dan bermain di ruang tunggu, yang memang dilengkapi dengan beraneka ragam mainan anak-anak.
Setelah berbagai pilihan, akhirnya anak saya memilih kompor-komporan, dengan oven-ovenan yang memiliki pintu kecil yang bisa dibuka-tutup. Hanya, sebagaimana mainan yang ada di tempat umum, beberapa bagiannya sudah agak rusak , sehingga di bagian belakang ovennya terbuka.
Dari rumah, anak saya membawa sebuah peluit kecil. Dia mainkan peluit kecil itu sebagai obyek yang dimasukkan dan dikeluarkan ke oven. Pintu oven dibuka, peluit dimasukkan, pintu oven ditutup. Pintu oven dibuka, peluit dikeluarkan, pintu oven ditutup. Begitu berulang-ulang :-)
Selain kompor-komporan, anak saya mengambil juga alat kasir-kasiran, yang bisa dia pencet-pencet. Maka adakalanya, setelah peluit dimasukkan dan pintu ditutup, dia pindah ke mainan kasir.
Di dekat anak saya, duduk seorang anak perempuan berusia sekitar 8 tahun, dengan badan yang cukup besar, sedang menikmati snack-nya. Dia sepertinya sedang menunggu waktu les atau menunggu saudaranya les.
Sambil menemani anak saya, saya melihat suasana di ruangan les, termasuk berbagai pengumuman program liburan, yang rencananya anak saya akan ikuti.
Tiba-tiba anak saya kebingungan mencari peluitnya. Saya cari di dalam oven, tidak ada. Saya minta anak saya untuk bangun dari duduknya, juga tidak ada. Saya minta dia cari ke tempat dia tadi mengambil alat kasir, juga tidak ada.
Sepintas saya lihat si anak besar hanya diam dan meneruskan makan. Tidak ada intensi untuk membantu. Saya mulai merasa aneh.
Tiba-tiba anak itu berhenti makan, memasukkan kotak snack-nya ke dalam tas, lalu pindah duduk ke sudut lain, yang tidak ada kursinya. Di pojok sana, tangannya masuk ke dalam tas, seperti mengambil sesuatu yang kecil, yang ia penasaran ingin lihat. Dan dia menatap saya.
Saya pun segera curiga. Saya panggil anak itu, dan saya tanyakan, apakah dia melihat peluit anak saya. Tampak sedikit ketakutan, dia pun mengangguk, dan memberikan peluit itu kepada saya.
Kaget, senang, trenyuh, sedih, rasanya bercampur saat itu. Senang, lega dan kaget karena ternyata peluit anak saya tidak hilang. Kaget, trenyuh, dan sedih karena ada anak kecil yang belajar mengambil tanpa izin, dengan diam-diam. Apa hal ini biasa untuk anak-anak ya? Harusnya tidak. Mereka harus tahu mana yang benar dan mana yang tidak.
Jangankan mengambil tanpa izin untuk sesuatu hal yang mungkin orangnya tidak membolehkan. Meminjam tanpa izin, untuk sesuatu hal yang kita tahu pasti orangnya membolehkan pun, sebenarnya tidak boleh. Ada istilah khusus untuk hal ini, yaitu "ghosab". Contoh yang sering dilakukan misalnya di tempat kerja, kita di ruang kerja teman kita, kita perlu ballpoint untuk menulis, sedangkan teman kita itu sedang tidak di tempat. Biasanya dengan mudah kita bermonolog, "Rina, aku pinjam ballpoint-nya ya." Dan kita sendiri menjawab, "Iya, pakai saja." Padahal seharusnya hal sekecil ini pun tidak diperbolehkan.
Kembali ke kasus si anak tadi, saking kagetnya saya hanya sempat bilang terima kasih. Seharusnya mungkin saya berikan nasehat ya? Mudah-mudahan dia tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Dan mari kita biasakan kepada anak-anak kita untuk menghormati hak milik orang lain. Bahkan di antara anggota keluarga di rumah sendiri. Bahwa ada barang dan makanan milik Ayah, Ibu, Kakak, Adik. Dan kalau mau meminjam apa lagi meminta, walaupun sesedikit apa pun, harus meminta izin terlebih dahulu. Dimulai dari yang kecil, mereka akan dapat menjaga amanah yang besar.
No comments:
Post a Comment