Monday, June 20, 2011

Shalat di Perjalanan - Qashar

Menjelang liburan, pengajian Zhuhur kali ini membahas tentang hukum-hukum shalat bagi musafir, atau orang yang sedang berada dalam perjalanan.

Pembahasan tentang hukum shalat bagi musafir ini tidak ditetapkan secara pasti, sehingga memang banyak perbedaan pendapat. Dan perbedaan itu bukan bersifat sunnah vs bid’ah, tetapi bersifat rojih dan marjuh, yaitu dalil mana yang lebih kuat.
Perbedaan yang jelas adalah antara musafir dan mukim.

Mukim adalah orang yang tinggal di kampung halamannya sendiri, maka dia diharuskan untuk shalat sempurna.

Musafir adalah orang yang sedang dalam perjalanan, maka dia boleh (sebagian ulama mewajibkan) untuk shalat dengan meng-qashar, yaitu mempersingkat shalat untuk zhuhur, ashar, dan isya, menjadi 2 rakaat (tanpa jamak, tanpa digabungkan dengan shalat lain)

Yang kurang jelas adalah jika kita pergi ke suatu tempat, lalu tidak berniat menetap, sampai kapankah kita disebut musafir?

Pendapat pertama menyatakan bahwa jika tinggal lebih dari 4 hari, maka tidak meng-qashar lagi.
Hal ini merujuk kepada kondisi ketika Rasulullah ketika beliau sudah menetap di Madinah dan pergi ke Mekkah untuk berhaji, beliau meng-qashar selama di Mekkah sejak tanggal 4 hingga 8 Dzulhijjah, sebelum meneruskan perjalanan ke Mina.

Pendapat kedua menyatakan bahwa jika tinggal lebih dari 15 hari, maka tidak meng-qashar lagi.
Hal ini merujuk kepada kejadian Fathu Mekkah, yang terjadi selama 15 hari Rasulullah ke Mekkah dan kemudian kembali ke Madinah.

Pendapat ketiga dari Ibnu Taimiyah, jika tidak ada niat menetap, maka boleh terus meng-qashar.
Hal ini merujuk kepada riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Rasulullah tinggal 19 hari di Mekkah, dan terus meng-qashar. Kemudian di Tabuk 20 hari, juga terus meng-qashar.
Anas Bin Malik pernah tinggal ke suatu tempat selama 1-2 tahun, juga terus meng-qashar.

Di antara ketiga pendapat tersebut, maka ada satu pendapat lagi yang membuat generalisasi dengan membagi menjadi dua kondisi :
Yaitu jika sudah sampai ke tempat tujuan, walaupun tidak ada niat untuk menetap, sudah ada tempat tinggal yang tetap, mapan, tenang, maka tidak usah meng-qashar.
Dan jika tempat tidak jelas, misalnya masih berpindah-pindah, maka tetap meng-qashar.

Berikutnya, untuk pelaksanaan shalat qashar, Rasulullah tidak mencontohkan ada niat khusus, atau memerintahkan kepada yang lain untuk meng-qashar.
Dalam perjalanan, musafir dapat berjamaah dengan mukim. Dan dalam hal ini akan terdapat dua kondisi.

Pertama, musafir dapat menjadi makmum. Maka pelaksanaannya, misalnya pada shalat zhuhur, musafir mengikuti sampai shalat sempurna, walaupun masbuk.

Kedua, musafir dapat menjadi imam. Karena shalat berbeda niat antara imam dan makmum dibolehkan. Maka pelaksanaanya, musafir menyampaikan bahwa ia akan qashar, dan selanjutnya jamaah dipersilakan melanjutkan shalat masing-masing sampai sempurna.

Demikian tentang shalat qashar :-)

No comments: